Sidang Putusan WNI Mariance Kabu di Malaysia: Majikan Terbukti TPPO

31 Juli 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mariance menunjukkan fotonya saat dia dirawat di salah satu rumah sakit di Selangor, Malaysia, akibat disiksa majikannya. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Mariance menunjukkan fotonya saat dia dirawat di salah satu rumah sakit di Selangor, Malaysia, akibat disiksa majikannya. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang putusan Mariance Kabu menyatakan kedua majikannya di Malaysia pada 2014 lalu terbukti bersalah atas tindak kejahatan perdagangan orang (TPPO) dan pelanggaran keimigrasian. Namun, dakwaan untuk tindakan penyiksaan dan percobaan pembunuhan gagal dibuktikan.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, keputusan pengadilan Malaysia dianggap mantan pekerja migran asal Kupang itu sebagai pintu harapan untuk bisa mendapatkan keadilan.
Pengadilan Malaysia menyatakan dua terdakwa, Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke, memenuhi elemen kesalahan TPPO dan pelanggaran keimigrasian pada Selasa (30/7). Serene merupakan mantan majikannya yang diduga menyiksa sadis Mariance sepuluh tahun lalu.
“Hari ini sudah ada pintu yang terbuka, walaupun pintu (itu) cuma kecil, tapi saya merasa pintu itu sangat besar, sangat luas. Kalau orang bilang lubang jarum itu kecil, tapi itu (baginya) sangat luas. Maka itu saya bilang Tuhan sudah buka surga buat saya,” kata Mariance kepada ANTARA di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur usai mengikuti persidangan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari ANTARA, Majelis hakim di Mahkamah Sesyen Ampang, Kuala Lumpur, dalam persidangan memutuskan bahwa penuntut telah berhasil membuktikan perkara prima facie untuk dua dakwaan terhadap mantan majikan Mariance Kabu yakni Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke Leng, baik berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Anti Perdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran (ATIPSOM) maupun Pasal 55e Undang-Undang Keimigrasian 1959/1963.
Namun, dakwaan untuk tindakan penyiksaan atau yang menyebabkan cedera parah dan percobaan pembunuhan gagal dibuktikan. Hal itu lantaran tidak adanya saksi maupun alat bukti lain yang dapat dihadirkan dalam persidangan untuk memperkuat keterangan Mariance sebagai saksi utama.
Hakim memberikan hak terdakwa untuk melakukan pembelaan pada persidangan selanjutnya sebelum hukuman dijatuhkan.
Mariance berdoa di rumah Pendeta Emmy Sehertian, tempat dia berkegiatan dalam Hanaf, komunitas pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Pendeta Emmy Sahertian yang ikut mendampingi Mariance selama persidangan, mengatakan hasil persidangan hari ini memang menjadi kemenangan Mariance, namun tetap masih menunggu persidangan berikutnya karena di sana ada hak terdakwa melakukan pembelaan.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan kasus Mariance menjadi istimewa karena kehadiran negara dapat dirasakan, melalui dukungan penuh Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar RI di Malaysia. Itu merupakan indikasi baik bagi mereka di NTT, terlebih ada pernyataan dari pemerintah akan mendukung sampai keluar definitive decision.
“Yang paling bagus di sini adalah bahwa kita didukung oleh negara secara penuh sehingga tidak merasa lemah, karena seolah-olah merasa jalan sendiri,” kata Emmy, seperti dikutip dari ANTARA.
“Karena kita juga berpikir ini adalah sebuah perjuangan nasionalisme bangsa yang mencoba melawan perbudakan modern. Idealismenya di situ dan indikatornya ada,” ujar dia, sembari menjelaskan tentang perlunya penyesuaian untuk memahami prosedur hukum di Malaysia yang memang berbeda dengan di tanah air.
Diptalk bersama Judha Nugraha. Foto: Syawal Febrian Darisman/kumparan
Menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Judha Nugraha, Kemlu RI telah memfasilitasi kehadiran Meriance Kabu untuk hadir dalam persidangan tersebut.
ADVERTISEMENT
KBRI Kuala Lumpur juga telah menunjuk watching brief lawyer untuk memonitor persidangan, dan diharapkan persidangan kali ini dapat memberikan keadilan bagi Meriance Kabu.
Meriance Kabu adalah Pekerja Migran Indonesia asal NTT korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan diduga mengalami penganiayaan berat dari majikannya pada 2014. Pada awal persidangan, hakim memutus membebaskan majikan (dismissal not amounting to acquittal/DNNA).
Judha mengatakan berbagai upaya dilakukan untuk membuka kembali kasus itu, termasuk melalui jalur diplomasi bilateral. Kasus itu akhirnya dibuka kembali pada awal tahun 2024.