Sidang Terakhir Rampung, Aung San Suu Kyi Total Divonis 33 Tahun Penjara

30 Desember 2022 17:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi.
 Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Foto: Athit Perawongmetha/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemimpin sipil Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada Jumat (30/12). Dengan vonis baru ini, maka total Suu Kyi divonis 33 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Junta menyelesaikan rentetan sidang tertutup — yang dikecam dan dianggap sebagai penipuan oleh komunitas internasional — dengan menjatuhkan total hukuman 33 tahun penjara hampir dua tahun setelah Suu Kyi ditahan militer dalam kudeta pada Februari 2021.
Suu Kyi sudah mulai menjalani hukuman penjara 26 tahun sehubungan dengan puluhan dakwaan dari junta Myanmar.
Hukuman tambahan ini lantas memungkinkan perempuan berusia 77 tahun itu menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji di Myanmar—kecuali junta mengurangi hukumannya menjadi tahanan rumah, membatalkan keputusannya, atau jatuh dari kekuasaan.
Peraih Penghargaan Nobel Perdamaian tersebut menerima putusan di ruang sidang dalam sebuah penjara di Ibu Kota Naypyidaw. Tindakan ini tentu akan kembali mengundang kecaman internasional.
"Putusan itu tidak mengejutkan—ini murni persidangan pertunjukan," ungkap penasihat senior Myanmar untuk International Crisis Group, Richard Horsey, dikutip dari The New York Times, Jumat (30/12).
ADVERTISEMENT
"Seperti kudeta sendiri, tujuan rezim adalah membungkam Aung San Suu Kyi dan menyingkirkannya dari panggung politik," sambung dia.
Polisi berjaga-jaga di tengah aksi unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, Senin (8/2). Foto: Stringer/REUTERS
Menurut sumber yang mengetahui proses hukum tersebut, pengacara Suu Kyi berencana akan mengajukan banding.
Organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) lantas mendesak tanggapan internasional yang lebih kuat dan sanksi yang lebih efektif.
Pihaknya mengatakan, pengadilan sama saja telah menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup, mengingat usia Suu Kyi.
"Parade tuduhan dan vonis junta Myanmar yang menggelikan dan benar-benar tidak adil terhadap Aung San Suu Kyi sama dengan hukuman bermotif politik yang dirancang untuk menahannya di balik jeruji selama sisa hidupnya," tegas Wakil Direktur Divisi Asia HRW, Phil Robertson, dikutip dari Reuters.
"Junta berharap masyarakat internasional akan ketinggalan berita ini, dan akan ada sedikit publisitas global tentang hasil akhir kampanye militer yang terang-terangan tidak adil terhadap Suu Kyi," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang kudeta dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Senin (8/2). Foto: Stringer/REUTERS
Ada spekulasi di Myanmar bahwa junta berusaha menyelesaikan persidangan Suu Kyi sehingga dapat fokus pada tujuan lain: melantik Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta tahun lalu, sebagai presiden melalui pemilu pada pertengahan 2023.
Walau sangat populer antara masyarakat, pemerintahan bayangan yang didirikan para pemimpin sipil yang digulingkan dalam kudeta tidak mampu bersaing melawan militer secara politik.
Pihaknya juga kesulitan mendapatkan pengakuan internasional. Alhasil, partai Min Aung Hlaing yang didukung militer hampir pasti akan memenangkan pemilu berikutnya di Myanmar.
Myanmar telah mengarungi gelombang kekerasan berdarah sejak militer melancarkan kudeta. Protes meletus di seluruh negeri seiring penentang junta membangkitkan gerakan pemberontakan sipil.
Militer menanggapi aksi mereka dengan kekerasan brutal, menembak dan membantai pengunjuk rasa di jalanan. Menggunakan taktik gerilya dan pelatihan di hutan, ribuan pejuang gerakan bersenjata terus memerangi Tatmadaw atau tentara Myanmar.
ADVERTISEMENT
Suu Kyi adalah salah satu di antara lebih dari 16.000 orang yang ditangkap sejak kudeta Myanmar. Militer sekali lagi telah berhasil mengubah tokoh demokrasi menjadi tahanan politik.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera saat memprotes kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Jumat (12/2). Foto: Stringer/REUTERS
Suu Kyi didakwa rentetan kejahatan dari korupsi, kecurangan pemilu, penghasutan keresahan publik, hingga pelanggaran protokol COVID-19. Komisi Pemilihan Umum yang dikontrol militer pertama kali mengajukan tuntutan kecurangan pemilu pada November 2021.
Tuduhan ini dilayangkan sekitar setahun setelah partai politiknya menang telak. Suu Kyi membantah semua tuduhan terhadapnya.
Hukuman terbaru berkaitan dengan segudang dakwaan berbeda dengan kasus kecurangan pemilu. Suu Kyi dinyatakan bersalah atas lima tuduhan korupsi yang menyebabkan hilangnya uang negara.
Jaksa mengeklaim, Suu Kyi tidak mematuhi protokol saat menyewa helikopter dan membeli helikopter lainnya antara 2019 dan 2021.
ADVERTISEMENT
Junta bersikeras bahwa dakwaan-dakwaan ini tidak bermotif politik. Namun, militer telah lama menganggap Suu Kyi sebagai ancaman dan berusaha meminimalkan pengaruhnya di Myanmar.
"Selama Daw Aung San Suu Kyi berpolitik, militer tidak akan pernah menang," ujar seorang pengacara HAM di Yangon, U Kyee Myint.
"Itulah mengapa hukuman penjara jangka panjang diberlakukan—untuk menghilangkan pengaruh Daw Aung San Suu Kyi dalam politik," pungkasnya.