Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.82.0
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan keputusan Jokowi yang tidak menyetop revisi Undang-Undang KPK. Sementara RUU lainnya, seperti RUU Pemasyarakatan dan RKUHP, batal disahkan.
ADVERTISEMENT
“Kenapa hanya KPK yang kemudian diteruskan, sedangkan yang lain-lain itu tidak diteruskan? Nah, ini yang kemudian menjadi pertanyaan kita juga,” ujar peneliti ICW, Tama S Langkun, di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (24/9).
“Jadi semangat yang saya lihat, ini bukan upaya menegakkan hukum, tapi lebih ke upaya bagaimana membuat KPK semakin kecil dan semakin tak berdaya,” sambungnya.
Tama melihat adanya aroma kepentingan politik dari banyak pihak yang menyebabkan wacana merevisi undang-undang lembaga antirasuah itu tetap berjalan. Sebab, dalam kondisi tengah ditekan pun, KPK masih tetap melakukan OTT.
“Dari berbagai macam kepentingan politik pun, KPK ini lembaga berbahaya. Bagi pemerintah, bagi DPR, ini menjadi lembaga yang berbahaya. Kalau yang saya lihat ini kan sebetulnya kekhawatiran banyak pihak terhadap KPK,” ujar Tama.
ADVERTISEMENT
“Di tengah KPK sedang digempur saja OTT masih jalan, bahkan pejabat sekelas menteri, menteri aktif (jadi tersangka). Ini yang tidak bisa dilakukan penegak hukum lainnya, ini diproses oleh KPK,” pungkasnya.
Presiden Jokowi memastikan tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut RUU KPK. Jokowi memilih memuluskan RUU KPK itu di DPR pada 17 September 2019.