Siklus Erupsi Gunung Merapi yang Tak Bisa Ditebak, Pernah 18 Tahun Tak Meletus

6 November 2020 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga beraktivitas di lahan pertanian lereng Gunung Merapi di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/11). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga beraktivitas di lahan pertanian lereng Gunung Merapi di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/11). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gunung Merapi yang terletak di empat kabupaten yaitu Kabupaten Sleman di DIY, Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah ini terkenal sebagai salah satu gunung paling aktif. Dalam catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tercatat sejak tahun 1600-an Gunung Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, siklus 4 tahunan seperti catatan di atas tidak benar-benar mutlak. Tercatat pula Gunung Merapi pernah istirahat panjang selama 18 tahun.
Terkait siklus erupsi Gunung Merapi yang tidak bisa ditebak, Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengamininya. Menurutnya, ketika Merapi berkehendak erupsi maka ia akan erupsi.
"Sekarang itu yang bisa kita lakukan ya berdoa. Kita kan nggak bisa apa-apa terhadap Merapi. Kalau Merapi itu memang maunya erupsi, ya erupsi," kata Aji di Kepatihan Pemda DIY, Jumat (6/11).
"Harapan kita kalau magmanya sudah ada, dledek wae (meleleh saja). Jangan sampai ada letupan bawa awan panas dan seterusnya," katanya.
Di sisi lain, Aji sependapat dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Bahwasanya masyarakat di lereng Merapi sudah memahami betul Merapi itu sendiri. Mereka tahu apa yang harus dilakukan jika aktivitas Merapi meningkat.
Fotografer mengawasi Gunung Merapi di DI Yogyakarta, Jumat (6/11). Foto: Agung Supriyanto/AFP
"Sebenarnya teman-teman di Sleman para penduduk itu sudah antisipatif sendiri. Kemarin saat gludak-gluduk (freatik 2018). Belum sampai siaga pun mereka sudah siap-siap," katanya.
ADVERTISEMENT
Aji menjelaskan selain kesiapan seperti barak pengungsian dan logistik, hal yang tak kalah penting adalah jalur evakuasi. Untuk itu, truk penambang diminta tidak melintas di jalur evakuasi serta aktivitas dihentikan sementara.
"Kita minta tambang pasir truk tidak boleh mengganggu jalur evakuasi," katanya.
Sejauh ini, Pemkab Sleman telah menyiapkan dua barak pengungsian yaitu barak yang berada di Balai Desa Glagaharjo dan barak pengungsian Dusun Gayam, Desa Argomulyo. Keduanya berada di Kecamatan Cangkringan. Dalam status Siaga ini, barak tersebut digunakan untuk mengungsi kelompok rentan.
Sementara itu, Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan meningkatnya status Waspada atau level II ke Siaga atau level III Gunung Merapi membuat radius potensi bahaya meningkat dari 3 Km menjadi 5 Km dari puncak Merapi
ADVERTISEMENT
"Potensi bahaya berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas sejauh maksimal 5 Km," kata Hanik saat jumpa pers melalui zoom, Kamis (5/11) lalu.
Hanik menjelaskan peningkatan status tersebut berdasar pada peningkatan kegempaan internal (VA), vulkanik dangkal (VB), dan fase banyak (MP). Dia menjelaskan erupsi ke depan akan lebih besar dari 2006 tetapi lebih rendah dari 2010.
"Ini EDM (Electronic Distance Measurement) sampai rata-rata 3 hari terakhir sampai 10 cm per hari. Dengan data-data ini lah bahwa ini melebihi erupsi 2006. Kalau dibanding 2010, 2010 masih jauh lebih tinggi (dibanding sekarang)," katanya.
Dari catatan vsi.esdm.go.id tercatat sudah lebih 80 kali letusan di Merapi sejak 1768. Di antaranya terjadi letusan besar pada tahun 1768, 1822, 1849, 1872 pada abad ke-19 dan periode abad ke-20 pada 1930-1931. Erupsi abad ke-19 intensitas letusan relatif lebih besar. Sementara, letusan abad ke-20 frekuensinya lebih sering.
ADVERTISEMENT
Letusan besar ini kemungkinan terjadi sekali dalam 100 tahun dan eksplosif dengan jangkauan awan panas mencapai 15 Km.
Aktivitas guguran kecil material Gunung Merapi terlihat di Tlogolele, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/11). Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA FOTO
Sejak tahun 1872-1931, letusan Merapi mengarah ke barat laut. Kemudian setelah letusan besar tahun 1930-1931 arah letusan berubah dengan dominan ke barat daya samai dengan letusan tahun 2001.
Namun pada letusan tahun 1994, terjadi penyimpangan ke arah selatan yaitu ke hulu Kali Boyong, terletak antara bukit Turgo dan Plawangan.
Sementara pada tahun 2006 juga terjadi perubahan arah yaitu dari barat daya ke arah tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol.
Sementara itu pada 2010 diawali letusan eksplosif disertai dengan awanpanas dan dentuman. Berbeda dengan letusan erupsi sebelumnya yang bersifat efusif dengan pembentukan kubah lava dan awanpanas guguran.
ADVERTISEMENT
Pada 5 November 2010 terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan aliran awanpanas hingga sejauh 15 km dari puncak Gunung Merapi ke arah Kali Gendol.
Catatan BNPB terdapat korban jiwa mencapai 347 orang pada erupsi 2010 tersebut. Mayoritas berasal di Kabupaten Sleman 246 jiwa, Kabupaten Magelang 52 jiwa, Kabupatn Klaten 29 jiwa, dan Boyolali 10 jiwa. Orang yang mengungsi mencapai 410.388 Orang.