Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ruko berpagar putih dan bertembok hijau di Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur, itu tampak sepi saat disambangi kumparan, Senin pagi (19/8). Hanya ada dua orang di dalamnya, dan mereka bingung saat ditanya soal Dharma Pongrekun , calon gubernur Jakarta dari jalur independen.
Alamat rumah tersebut tertulis dan tersebar di media sosial sebagai Posko Korwilda Jakarta Timur yang difungsikan untuk menghimpun dukungan KTP bagi Dharma sebagai syarat pencalonannya. Nyatanya, ruko itu adalah Rumah Asuh Anak Yatim, sedangkan bagian atasnya ialah Sekolah Tinggi Pengusaha Indonesia yang sudah lama tak aktif.
“Ini yayasan [anak yatim], bukan posko [cagub]. Kami sudah tiga tahun di sini. [Tim cagub] itu kayaknya asal [catut alamat],” kata pengelola yayasan.
“Kami juga nggak tahu orang yang namanya Wili Besso,” imbuhnya soal nama yang disebut sebagai Korwilda Jakarta Timur oleh Nicho Silalahi, orang Dharma yang menyebarkan penggalangan dukungan itu via medsos.
Ketika kumparan menghubungi nomor Wili yang tertera di unggahan akun X Nicho, tak terdengar nada sambung. Menurut Abigail dan Ikhsan Tualeka yang tergabung dalam Tim Perjuangan Dharma Pongrekun (TP DP88), markas Dharma-Kun saat ini dipusatkan di Posko Pusat di Cafe Pelangi, Jl. Lebak Bulus 1, Cilandak, Jakarta Selatan.
“Posko lainnya ada yang sudah tutup usai penyerahan KTP dukungan ke tim pusat,” ujar Ikhsan kepada kumparan.
Secara terpisah, Abigail menjelaskan bahwa Cafe Pelangi menjadi Posko Dharma-Kun karena kafe itu milik Dharma sendiri. Saat kumparan mengunjungi kafe itu pada Senin (19/8), resepsionis mengaku tak tahu ketika ditanya apakah tempat itu merupakan markas timses Dharma-Kun.
Ia kemudian mengerahkan kumparan ke salah satu orang yang ternyata relawan memakai kaus bertulis DP88. Relawan itu membenarkan Cafe Pelangi menjadi tempat kumpul-kumpul tim Dharma-Kun.
Keluarga Anies, politisi PDIP, ASN dicatut jadi pendukung Dharma-Kun
Tiga bulan lalu, Minggu, 12 Mei, pukul 23.07 jelang tengah malam, Dharma Pongrekun dan Raden Kun Wardana Abyoto tiba di kantor KPU DKI Jakarta, Salemba. Mengenakan busana bangsawan Ujung Serong khas Betawi, kandidat cagub-cawagub itu datang kurang dari satu jam sebelum pendaftaran calon independen Pilkada Jakarta ditutup pukul 23.59 WIB.
Masuk ke ruang registrasi, pasangan purnawirawan Polri dan politisi itu membawa 29 boks kontainer yang disebut berisi 690.000 dukungan fisik. Jumlah itu sudah mencukupi syarat minimal dukungan calon independen di Pilgub Jakarta sebesar 618.968 dukungan atau 7,5% dari 8,2 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dukungan fisik tersebut mencakup surat pernyataan dan KTP.
KPU Jakarta kemudian meloloskan Dharma-Kun sebagai calon independen setelah verifikasi administrasi dan faktual rampung pekan lalu, 15 Agustus. Menurut KPUD, Dharma-Kun mengantongi 677.468 dukungan.
Namun, hanya beberapa jam usai KPU Jakarta umumkan lolosnya Dharma-Kun, muncul beragam keluhan dari warga di media sosial. Rupanya, banyak Nomor Identitas Kependudukan (NIK) mereka yang dicatut sebagai pendukung Dharma-Kun. Warga mengetahuinya usai mengecek di laman infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung.
“Gue enggak kenal siapa dia, tiba-tiba dinyatakan mendukung dia,” kata Luthfi, warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, mengungkapkan kekesalannya karena namanya ikut dicatut.
Safita, warga Tebet, Jakarta Selatan, juga mengalami hal yang sama. Saat Safita mengecek NIK-nya di laman tersebut, ternyata KTP Safita dipakai untuk mendukung Dharma-Kun.
“Padahal enggak pernah ada verifikasi dari KPU dan Bawaslu,” ujarnya.
Pencatutan dukungan juga dilakukan terhadap warga yang sudah meninggal. Varinta Zein yang tinggal di Jaksel bercerita bahwa NIK neneknya yang sudah meninggal ternyata terdaftar mendukung Dharma-Kun. Padahal neneknya meninggal sejak Mei dan akta kematian telah diterbitkan.
“Kami aware kalau pencatutan nama atau data seperti ini biasanya juga menarget orang yang sudah tiada. Nah, ternyata pas kami cek, benar saja nama nenek kami keluar,” kata Varinta.
Pencatutan KTP juga dialami aparatur sipil negara (ASN), anggota partai, bahkan keluarga mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Ketua DPC PDIP Jakarta Timur Dwi Rio Sambodo tak luput jadi korban pencatutan. Demikian pula eks pegawai KPK yang kini bertugas sebagai ASN Polri, Aulia Posteria, mengaku juga ikut dicatut sebagai pendukung Dharma-Kun.
“Saya enggak pernah kenal mereka,” ucap Aulia.
Pencatutan NIK milik Aulia begitu janggal sebab ia berstatus sebagai ASN yang jelas-jelas tidak bisa memberikan dukungan politik alias netral. Di samping itu, Aulia telah menjadi penduduk Tangerang. Ia menanggalkan KTP Jakarta sejak Maret, dua bulan sebelum Dharma-Kun mendaftar.
“Menurut saya, ini pelanggaran UU ITE maupun UU PDP (Perlindungan Data Pribadi),” kata Aulia.
Pencatutan dukungan bahkan dialami keluarga Anies Baswedan. Dua anak Anies, Mikail Azizi Baswedan dan Kaisar Hakam Baswedan, terdata sebagai pendukung Dharma-Kun. Begitu pula dengan adik Anies dan sebagian anggota timnya.
“Tidak pernah ada verifikasi; tidak pernah ada permintaan KTP dan tanda tangan,” kata Jubir Anies, Angga Putra Fidrian.
Maraknya pencatutan NIK memunculkan tudingan pemalsuan dukungan oleh Dharma-Kun dan dugaan manipulasi saat proses verifikasi oleh KPU Jakarta.
Kecurigaan itu, menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, bukan tanpa alasan, sebab dalam Pemilu 2024, KPU pernah diterpa kasus dugaan manipulasi verifikasi faktual parpol pada akhir 2022. Hasilnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi terhadap 6 dari 10 jajaran penyelenggara pemilu yang diadukan.
“Warga merasa tidak pernah kasih KTP dan tidak pernah tanda tangan basah. Lalu mereka (Dharma-Kun) ambil di mana datanya? Apakah ada pemalsuan tanda tangan? Penyelenggara pemilu juga harus bertanggung jawab karena dia yang melakukan verifikasi secara sensus. Pertanyaannya: waktu sensus itu akurat atau tidak? Didatangi satu-satu atau tidak?” kata Khoirunnisa.
Komisioner KPU Jakarta Dody Wijaya membantah dugaan manipulasi dan menyatakan verifikator mendatangi langsung warga yang namanya didaftarkan Dharma-Kun sebagai pendukung.
Bagi warga yang tidak bisa ditemui, KPU Jakarta menyebut meminta Tim Dharma-Kun untuk menghadirkan mereka di tempat tertentu seperti kelurahan. Jika tak hadir juga, tim Dharma-Kun bisa membuktikan lewat video call ke warga dengan verifikator.
Soal nama warga yang tercatat sebagai pendukung Dharma-Kun, Komisioner KPU Jakarta Astri Megatari menyatakan, data di laman Info Pemilu KPU belum diperbarui. Data di situ masih dalam tahap verifikasi administrasi (vermin) yang hanya dicek kesesuaian NIK dan KTP dengan surat pernyataan dukungan.
Menurut Astri, data warga yang dicatut sesungguhnya sudah berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) saat proses verifikasi faktual (verfak).
“Yang ada di laman infopemilu masih status saat verifikasi administrasi, belum verifikasi faktual,” kata Astri.
Sejumlah warga yang merasa KTP-nya dicatut kini telah melapor ke polisi maupun Bawaslu. Di sisi lain, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga mendesak KPU memverifikasi ulang dokumen dukungan Dharma-Kun.
Sejauh ini, Bawaslu Jakarta telah menerima ratusan pengaduan warga dan membentuk tim khusus untuk menelusuri persoalan itu.
“Data-data yang masuk sedang kami identifikasi dan inventarisasi. Jika ditemukan pelanggaran, kami tindak tegas sesuai perundang-undangan yang berlaku,” ujar anggota Bawaslu Jakarta Benny Sabdo.
Berkali-kali KPU mundurkan tenggat waktu untuk Dharma-Kun
Dharma berancang-ancang maju Pilkada Jakarta sejak Februari. Mantan Wakil Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) berpangkat komisaris jenderal itu deklarasi maju pilgub lewat jalur independen di Gedung Joang '45, Menteng, Jakarta Pusat, 3 Februari 2024.
Dharma membawa visi “Selamatkan Jiwa Keluarga Kita” dan menggandeng Kun Wardana, politisi PAN yang juga dosen teknik elektro di Institut Sains dan Teknologi Nasional, sebagai cawagub.
Saat pendaftaran pada 12 Mei, Dharma-Kun membawa dokumen fisik yang diklaim berisi 690.000 dukungan, dengan 160.000 di antaranya diunggah di Silon. Padahal sesuai Keputusan KPU No. 532/2024, seluruh data dukungan seharusnya diunggah ke aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
KPU Jakarta kemudian memberikan kelonggaran waktu tiga hari kepada Dharma-Kun untuk mengunggah data-data tersebut ke Silon meski 13 Mei seharusnya sudah masuk tahapan verifikasi administrasi (vermin) .
Tiga hari kemudian, 16 Mei, Dharma-Kun mengunggah total 840.640 dukungan ke Silon. Mayoritas disebut berasal dari Jakarta Pusat (516.825 dukungan). Jumlah itu lebih dari 50% nama di DPT di Jakpus yang total ada 830.000 orang.
Dalam proses vermin terhadap 840.640 dukungan untuk Dharma-Kun tersebut, KPU Jakarta mengerahkan 204 petugas. Pada tahap yang berlangsung dua mingguan sampai 2 Juni ini, KPU Jakarta mengecek kesesuaian NIK atau KTP, surat pernyataan dukungan, dan data pendukung yang diisi di Silon.
Hasilnya, hanya 2.041 dukungan yang dinyatakan memenuhi syarat (MS), sedangkan 505.924 dukungan belum memenuhi syarat (BMS) dan 332.675 dukungan diputuskan tidak memenuhi syarat (TMS). Banyaknya dukungan yang belum dan tidak memenuhi syarat sebagian besar karena foto KTP yang diunggah tidak jelas.
Sesuai aturan KPU, dokumen persyaratan dapat diperbaiki. KPU Jakarta memberi waktu lima hari kepada Dharma-Kun, 3-7 Juni, untuk upaya perbaikan.
Dharma-Kun menyerahkan berkas perbaikan pada 7 Juni jelang tengah malam. Namun, lagi-lagi, tak seluruh data diunggah di Silon. Dan lagi-lagi KPU Jakarta memberi kelonggaran waktu—kali ini satu hari—bagi Dharma-Kun untuk mengunggah berkasnya.
Pada tahap perbaikan ini, Dharma-Kun menyodorkan 1.229.777 dukungan di Silon, lebih banyak dari sebelumnya. KPU Jakarta kembali melakukan verifikasi administrasi pada 9–18 Juni dengan mengerahkan 240 petugas, juga lebih banyak dari sebelumnya yang “hanya” 204 orang.
Pada vermin tahap dua ini, 445.428 dukungan dinyatakan memenuhi syarat dan 782.308 tidak memenuhi syarat. Jika digabung dengan vermin tahap pertama, total dukungan yang memenuhi syarat hanya 447.469, di bawah batas minimal 618.000 dukungan.
Gugat ke Bawaslu, bolak-balik lakukan perbaikan, dan terus diberi perpanjangan waktu
Pada 19 Juni, KPU Jakarta menyatakan Dharma-Kun tak lolos sebagai calon independen. Dharma-Kun tak terima dan mengajukan sengketa ke Bawaslu Jakarta. Mereka mempersoalkan proses pengunggahan data ke Silon.
Pada 26 Juni, dalam proses mediasi, disepakati ada kesempatan bagi Dharma-Kun untuk mengunggah data ke Silon selama 1x24 jam. Data yang diunggah itu haruslah dokumen yang dinyatakan belum memenuhi syarat (BMS) saat vermin tahap pertama (505.924 dukungan).
Melalui “jalur” Bawaslu tersebut, peluang Dharma-Kun kembali terbuka. Meski demikian, Bawaslu Jakarta membantah membantu Dharma-Kun lolos pada tahap vermin, sebab keputusan soal tambahan waktu untuk paslon itu merupakan kesepakatan antara KPU Jakarta dengan Dharma-Kun sendiri.
“Bawaslu hanya berperan sebagai mediator,” kata anggota Bawaslu Jakarta Benny Sabdo kepada kumparan, Sabtu (17/8).
Sementara Komisioner KPU Jakarta Dody Wijaya menyatakan, lembaganya mengambil keputusan itu agar tak dianggap menghalangi hak Dharma-Kun untuk berkontestasi.
Dalam kurun waktu tambahan 1x24 jam yang disepakati, Tim Dharma-Kun pada 4 Juli mengunggah data ke Silon di kantor KPU Jakarta dengan diamati pengawas pemilu.
Hasilnya, pada verifikasi administrasi kali ketiga itu, ada tambahan 273.752 dukungan yang memenuhi syarat (MS) untuk Dharma-Kun. Pasangan itu pun akhirnya—setelah bolak-balik menginput data—lolos tahap vermin dengan total dukungan MS mencapai 721.221 suara, melebihi batas minimal 618.000 suara.
Berikutnya, KPU melakukan verifikasi tahap pertama pada 11–21 Juli dengan menurunkan petugas ke lapangan untuk menemui warga yang datanya dimasukkan ke Silon guna mengecek apakah mereka benar-benar pendukung Dharma-Kun, sekaligus memeriksa kesesuaian data dengan KTP yang diinput.
Hasilnya, dari 721.221 dukungan yang sebelumnya lolos verifikasi administrasi, hanya 183.000 yang lolos verifikasi faktual pada 24 Juli. Meski demikian, Dharma-Kun kembali diberi kesempatan melakukan perbaikan pada 25–27 Juli.
Hingga tenggat 27 Juli, Dharma-Kun menyerahkan 390.608 dukungan. Namun, Dharma-Kun mengeklaim masih banyak dukungan yang belum diunggah ke Silon. Akhirnya, atas rekomendasi Bawaslu Jakarta, lagi-lagi Dharma-Kun diberi perpanjangan waktu sampai 28 Juli pukul 12.00 WIB.
Pada waktu yang ditetapkan itu, Dharma-Kun bisa menambah dukungan menjadi 933.000 suara. Atas data-data tambahan itu, verifikasi administrasi dilakukan dan sekitar 826.000 dukungan lolos.
Verifikasi faktual tahap kedua pada 3–12 Agustus dilakukan terhadap 826.000 data yang lolos vermin. Hasilnya, 494.000 dukungan dinyatakan memenuhi syarat. Dengan demikian, jika ditotal dari verfak tahap pertama dan kedua itu, Dharma-Kun lolos sebagai paslon independen dengan 677.468 dukungan.
kumparan sempat menanyakan data sebaran pendukung Dharma-Kun kepada KPU, namun hingga saat ini data tersebut belum diberikan walau KPU telah berjanji untuk mengirimnya. Pun demikian, menurut sumber penyelenggara pemilu, mayoritas pendukung Dharma-Kun yang memenuhi syarat berasal dari Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
Ramainya isu pencatutan membuat KPU kembali menyisir data dukungan terhadap Dharma-Kun. Mereka menyisir hanya berdasar protes warga yang masuk ke KPU. Dari 650 warga yang resmi protes ke KPU, 403 di antaranya memang benar-benar dicatut. Hasilnya, KPU Jakarta mengurangi 403 dukungan yang dicatut. Sehingga apabila sebelumnya dukungan Dharma-Kun yang memenuhi syarat sebanyak 677.468, kini setelah koreksi menjadi 677.065. Walau demikian, KPU tetap meloloskan Dharma-Kun sebagai calon independen.
Ahok kumpulkan 1 juta KTP dalam 1 tahun; Dharma-Kun 2,1 juta KTP dalam 5 bulan
Lolosnya Dharma-Kun sebagai calon independen mengundang tanda tanya besar. Salah satunya soal kemampuan timnya mengumpulkan dukungan sebesar itu dalam waktu yang sempit.
Dharma-Kun bisa mengumpulkan 1,2 juta dukungan hanya dalam waktu 4 bulan, sejak deklarasi sampai vermin tahap kedua. Lalu, dalam waktu 4 hari sejak tak lolos verfak pertama, Dharma-Kun bisa menyodorkan tambahan 900.000 ribu dukungan baru.
Angka 2,1 juta dalam waktu lima bulan saja sangat fantastis, jauh melebihi gerakan pengumpulan KTP yang digagas Teman Ahok pada Pilkada 2017. Kala itu, Teman Ahok butuh waktu setahun lebih untuk mengumpulkan dukungan 1 juta KTP bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok agar bisa maju lewat jalur independen—walau kemudian Ahok memutuskan maju lewat parpol.
Gerakan Teman Ahok yang menghimpun 1 juta KTP selama 1 tahun ketika itu berlangsung masif. Mereka mendirikan posko di berbagai lokasi atau booth di pusat-pusat perbelanjaan, sampai berjualan suvenir. Amat berbeda dengan pengumpulan dukungan untuk Dharma-Kun yang berlangsung jauh lebih senyap—namun bisa mengantongi 2,1 juta KTP.
Yang juga menjadi tanda tanya adalah: dari mana sumber data Dharma-Kun dalam menghimpun dukungan?
KPU Jakarta tak tahu soal itu karena sumber data merupakan ranah paslon, sedangkan KPU hanya bertugas memverifikasi.
“KPU ini end user. Soal sumber data KTP dan sebagainya, bisa ditanyakan ke bakal paslon langsung,” kata salah satu komisioner, Dody Wijaya.
Namun, Dharma Pongrekun sendiri mengaku tak tahu dari mana sumber data pendukungnya. Ia beralasan tak terlibat langsung dalam pengumpulan KTP karena dibantu relawan.
Tim sukses Dharma-Kun, Ikhsan Tualeka, menyatakan data KTP didapat dari relawan atau masyarakat yang mendukung. Tiap relawan atau masyarakat yang datang ke timses, kata Ikhsan, bisa memberikan 50 hingga 1.000 KTP.
Ia tidak ambil pusing dengan tudingan bahwa data dukungan didapat dari kebocoran data kependudukan maupun isu dipasok instansi tertentu. Sebab menurutnya, tugas timses hanya menerima data dari relawan. Sedangkan urusan verifikasi merupakan wewenang KPU.
"Orang boleh saja berpendapat dan berspekulasi," kata Ikhsan.
Ketidakjelasan sumber data Dharma-Kun menimbulkan berbagai spekulasi. Ada yang mengaitkan dengan lembaga tempat Dharma pernah bernaung; ada pula yang menghubungkan dengan kasus-kasus kebocoran data di Indonesia.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa mengatakan, maraknya kebocoran data bisa jadi disalahgunakan untuk kepentingan dukungan paslon. Terlebih, sebelum ini berkali-kali data penduduk Indonesia bocor, mulai dari data BPJS Ketenagakerjaan, paspor, DPT Pemilu 2024, hingga Pusat Data Nasional (PDN).
“Sering kali [kasus] data bocor akhirnya [berimbas] ketika ada pihak-pihak yang punya niat tidak baik, bisa diambil [data itu] untuk kepentingannya ikut dalam proses kompetisi pilkada,” ujar Khoirunnisa.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi menyatakan, perlindungan data pribadi bukan hanya tanggung jawab instansinya, tapi juga seluruh lembaga pengguna data kependudukan yang jumlahnya ribuan, juga masyarakat.
Teguh pun mengatakan, pencatutan NIK KTP di Pilkada Jakarta bukan berasal dari Dukcapil. Ia menegaskan, “Kami tidak ada kaitannya dengan dukung-mendukung pasangan calon tertentu.”
Simsalabim sulap Dharma-Kun
Layaknya sulap, Dharma-Kun lolos sebagai calon independen meski sudah dua kali tidak memenuhi syarat di tahap verifikasi administrasi dan sekali tidak memenuhi syarat di tahap verifikasi faktual.
Dari sisi survei, elektabilitas Dharma Pongrekun dan Kun Wardana juga sangat amat rendah. Survei Indikator Politik pada 18–26 Juni memotret elektabilitas Dharma hanya 0,2% dan Kun Wardana bahkan 0,0%.
Jika elektabilitas tersebut dikonversikan ke suara, maka dari total pemilih di DPT Jakarta yang berjumlah 8,2 juta, pemilih Dharma hanya 16.000 orang. Ini kontras dengan Anies yang memiliki elektabilitas tertinggi namun hampir pasti gagal maju di Pilgub Jakarta.
Popularitas Dharma-Kun yang rendah diamini dua sumber penyelenggara pemilu yang mengetahui proses verifikasi faktual. Menurutnya, warga Jakarta yang tahu Dharma Pongrekun hanya beberapa. Itu pun karena ucapan kontroversialnya soal pandemi COVID-19 sebagai konspirasi elite global.
Menurut dua sumber itu, walau mayoritas warga tidak mengenal, mereka mengiyakan saja ketika ditanya apakah benar pendukung Dharma-Kun. Tak sedikit warga yang menjawab “Saya iya saja.”
Sejumlah warga yang didatangi petugas saat verfak bahkan mengira Tim KPU sebagai petugas survei atau timses. Tak sedikit pula warga yang bertanya apakah mereka bakal dapat sembako jika mendukung Dharma-Kun.
Seorang sumber penyelenggara pemilu menduga paslon Dharma-Kun memakai teori probabilitas dalam proses pencalonannya, yakni mengumpulkan sebanyak mungkin KTP dengan harapan pasti ada yang lolos sebagai pendukung.
Sederhananya, jika mengajukan 10 orang, maka 1 di antaranya diharapkan bisa terkonversi sebagai pendukung. Jadi, jika menghitung total KTP yang dikumpulkan Dharma-Kun mencapai 2,1 juta dan yang lolos verifikasi 677 ribu, maka tingkat keberhasilannya 32%.
“Tapi apa masuk akal untung-untungan sebegitu banyaknya?” kata sumber itu.
Dharma-Kun diduga calon boneka untuk “temani” Ridwan Kamil
Lolosnya Dharma-Kun sebagai calon independen melawan Ridwan Kamil yang didukung rombongan parpol menguatkan dugaan adanya skenario elite di belakangnya.
Dalam lipsus edisi Anies Dijegal, Airlangga Terjungkal, kumparan telah menulis soal upaya koalisi Prabowo memborong partai untuk menjegal Anies sehingga Ridwan Kamil berpotensi melawan kotak kosong atau calon independen.
Sehari sebelum pengumuman KPU pada 15 Agustus, Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meyakini Ridwan Kamil tidak akan melawan kotak kosong di Pilgub Jakarta. Keyakinan itu kini terbukti karena RK dan kader senior PKS, Suswono, bakal melawan Dharma-Kun di Pilkada Jakarta pada November mendatang.
Dalam konteks ini, Dharma-Kun dianggap sebagai calon boneka yang sengaja diciptakan pihak tertentu yang berkepentingan atas pilkada.
“Tidak boleh ada penggunaan kekuasaan untuk menciptakan calon boneka dengan menggunakan KTP tanpa seizin pemiliknya," ujar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Minggu (18/8).
Khoirunnisa dari Perludem menilai wajar bila masyarakat menduga lolosnya Dharma-Kun merupakan skenario politik untuk menghindari calon tunggal di Pilkada Jakarta.
“Supaya seolah-olah ada kompetisi, maka ada calon dari perseorangan,” kata Khoirunnisa.
Pengamat Politik UIN Jakarta Adi Prayitno berpendapat, apa yang kini terjadi di Pilkada Jakarta mirip dengan Pilkada Solo 2020. Ketika itu Gibran Rakabuming-Teguh Prakosa melawan calon independen yang dianggap boneka, yakni Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo).
Bagyo adalah tukang jahit dan Supardjo Ketua RW. Duet Bajo diduga disiapkan agar seolah ada kompetisi, sebab hampir semua parpol merapat ke Gibran-Teguh.
“Menang melawan kotak kosong tidak ada kebanggaannya secara politik. Wajar kalau kemudian banyak asumsi bahwa [yang terjadi di Pilkada Jakarta] ini sekadar ingin menghindari kotak kosong,” ucap Adi.
Menurutnya, calon tunggal di Pilgub Jakarta merupakan contoh buruk bagi demokrasi. Adi juga menduga, KIM Plus khawatir kotak kosong bakal jadi gerakan politik yang berbalik mengancam Ridwan Kamil. Terlebih, elektabilitas RK di Jakarta memang tak begitu tinggi.
“Kotak kosong bisa seperti snowball effect, terus mendengung ke mana-mana dan bisa mendapat dukungan cukup kuat. Itu bisa menjadi ancaman bagi RK [kalau kotak kosong yang akhirnya menang],” kata Adi.
“Karena enggak imbang [kekuatannya], bagi saya Pilkada Jakarta sudah selesai dan pemenangnya adalah Ridwan Kamil dan Suswono. Jadi Pilkada nanti hanya formalitas,” ujar Adi.
Meski demikian, Ridwan Kamil tak mau menganggap enteng Dharma-Kun. Menurutnya, “Pak Dharma itu bintang tiga, jenderal polisi, bukan kaleng-kaleng.”
Dharma sendiri tak ambil pusing jika dianggap sebagai calon boneka. “Time will tell,” katanya.