Singapura Eksekusi Mati Penyelundup Narkoba Asal Malaysia

26 Oktober 2018 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gantung diri. (Foto: Pixabay/Bykst)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gantung diri. (Foto: Pixabay/Bykst)
ADVERTISEMENT
Singapura menghukum mati pria Malaysia penyelundup narkoba pada Jumat (26/10). Hukuman gantung terhadap tereksekusi mati itu tetap dilaksanakan kendati mendapatkan penentangan dari Malaysia dan kelompok HAM.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, Prabu N Pathmanathan dieksekusi mati di penjara Changi. Pada sore hari rencananya jasad Prabu dikremasi oleh keluarganya. Pria 31 tahun ini dinyatakan bersalah setelah tertangkap membawa heroin seberat 227,82 gram ke Singapura dari Malaysia.
Padahal Menteri Hukum Malaysia Liew Vui Keong mengaku telah mengirim surat permohonan pengampunan atas Prabu kepada pemerintah Singapura. Ketika ditanya media apa yang akan dilakukan Malaysia jika eksekusi dilakukan, Liew mengatakan: "Akan jadi hari yang menyedihkan."
Pemerintah Singapura tidak pernah mengomentari hukuman mati yang telah mereka lakukan dan datanya akan dirilis pada laporan tahunan.
Ilustrasi Narkoba (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Narkoba (Foto: Pixabay)
Di bulan ini, Singapura telah mengeksekusi mati tujuh orang, empat orang di antaranya pekan ini, termasuk Prabu. Seluruh tereksekusi mati adalah tersangka kasus narkotika.
ADVERTISEMENT
Tahun lalu, sebanyak delapan orang dieksekusi di Singapura, bertambah empat orang dibanding 2016.
"Eksekusi ini adalah tindakan brutal yang tidak sesuai hukum, dilakukan di tengah proses (pengampunan) dan tanpa memedulikan permohonan oleh Malaysia," kata N. Surendran, pengacara Prabub, dalam pernyataannya.
Eksekusi mati Prabu menuai kecaman dari lembaga HAM PBB dan organisasi Amnesty International. Mereka mendesak Singapura mengikuti jejak Malaysia yang akan menghapuskan eksekusi mati mulai akhir tahun ini.
"Kami sangat prihatin akan peningkatan yang tajam dalam jumlah eksekusi di Singapura dalam beberapa tahun terakhir," kata Cynthia Veliko dari PBB.