Sirkus Lumba-lumba, Edukasi atau Eksploitasi?

1 November 2018 9:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polemik Sirkus Lumba-lumba. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polemik Sirkus Lumba-lumba. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Brama dan Kumbara, dua lumba-lumba sirkus itu menggerakkan ekornya dengan lincah, tubuhnya selaras mengikuti irama musik dangdut yang diputar dalam panggung berdiameter 20 meter.
ADVERTISEMENT
Tak hanya berjoget, Brama dan Kumbara juga pandai berhitung, menyundul bola hingga melompati lingkaran. Riuh tepuk tangan penonton menggelegar memenuhi panggung sederhana itu.
Seusai menghibur penonton, Brama dan Kumbara mendapatkan 'upah' berupa ikan salem beku yang dipotong menjadi dua.
Penonton yang didominasi rombongan anak TK dan SD itu tak kuasa menahan gemas melihat si lumba-lumba. Mereka berteriak gembira, berlomba ingin memegang dan berfoto bersama.
Selama pertunjukkan, seorang pria di atas tribun penonton berbicara menggunakan pengeras suara.
"Lumba-lumba adalah hewan mamalia, jadi jangan panggil lumba-lumba 'ikan' karena mereka berbeda," tutur pria paruh baya tersebut.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Meski menghibur, atraksi lumba-lumba keliling dikecam oleh para aktivis hewan baik di Indonesia maupun secara global.
ADVERTISEMENT
"Sirkus lumba-lumba harus ditutup. Terutama yang keliling ya karena memang lumba-lumba itu kalau dibawa keliling tidak sejahtera, apalagi dalam sistem pelatihannya. Terus juga air yang terdapat dalam kolam itu semua campuran," jelas Benfika, Ketua dan Founder Jakarta Animal Aid Network saat ditemui kumparan pada Rabu (24/10).
Iben, panggilan akrabnya, menjelaskan, lumba-lumba di sirkus keliling dalam kondisi memprihatinkan. Lumba-lumba tersebut sengaja dibuat kelaparan agar menurut dan mau melakukan atraksi.
Kandungan air dalam kolam di sirkus lumba-lumba keliling tidak sesuai dengan habitat aslinya, sehingga lumba-lumba rentan mengalami kebutaan. Bagi Iben, edukasi yang kerap digaungkan dalam sirkus lumba-lumba tak ubahnya pembohongan.
"Kenapa saya bilang pembohongan? Tidak ada lumba-lumba yang melakukan atraksi-atraksi konyol yang ada di peragaan tersebut. Di alam mereka hidup secara alami, mereka punya daerah jelajah yang jauh dan ya mereka makan makanan hidup. Mereka mencari bukan diberi. Itu adalah edukasi konyol menurut saya. Itu adalah pembohongan edukasi," lanjutnya.
Benfika Jakarta Animal Aid Network (Foto: Tommy/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Benfika Jakarta Animal Aid Network (Foto: Tommy/kumparan)
Dalam sebuah investigasi yang dilakukan oleh JAAN pada tahun 2009, lumba-lumba didapatkan dari nelayan.
ADVERTISEMENT
Lalu dijual seharga Rp 3-4 juta per ekor ke sebuah perusahaan sirkus bertameng konservasi tanah air. Iben berpendapat, konservasi terbaik bagi mamalia pintar ini ialah di habitat aslinya.
"Konservasi lumba-lumba yang baik, biarkan lumba-lumba hidup di alam, kita menjaga habitatnya. Kita harus menjaga lautan sebagai media hidup dari lumba-lumba, itu konservasi yang baik," kata Iben.
Pernyataan itu disepakati oleh peneliti Oseanografi LIPI, Sekar Mira. Mira menjelaskan, lumba-lumba yang terlalu lama menjadi binatang sirkus akan sulit untuk dikembalikan ke alam. Selain ia akan kehilangan kelompoknya, ancaman predator juga menghantui si lumba-lumba.
"Ketika dia dikembalikan ke alam pun dia harus adjust lagi, dalam artian, ketika dia biasa berkelompok dan dia tidak menemukan kelompoknya lagi, itu memberikan risiko tersendiri. Karena dia akan sangat mudah diserang oleh predatornya," ujar Mira saat ditemui kumparan pada Selasa (23/10).
Sekar Mira LIPI (Foto: Lolita/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekar Mira LIPI (Foto: Lolita/kumparan)
Namun begitu, tetap saja, penangkaran dan konservasi dalam kolam kecil pun juga tak baik untuk kualitas hidup lumba-lumba. Terlebih, sirkus keliling mengharuskan si lumba lumba berpindah dari satu kota ke kota lain menggunakan jalur darat.
ADVERTISEMENT
"Mobilisasi utamanya pada lumba-lumba dibawa oleh sirkus keliling tentu saja sangat memprihatinkan. Karena yang pertama, size kotak yang ditempatkan untuk mereka itu membuat mereka tidak bisa bergerak sama sekali jika tidak diisi air dengan penuh. Tentu saja bagian tubuhnya yang berada di luar air akan kering dan dehidrasi," tuturnya.
Mira melanjutkan, antisipasi dehidrasi terhadap lumba-lumba menggunakan pelembab yang tidak alami selama perjalanan akan menimbulkan efek negatif kepada kesehatan lumba lumba.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Di Indonesia, ada tiga perusahaan yang memperoleh izin konservasi lumba-lumba yakni, PT. Warsut Seguni Indonesia (WSI), PT. Impian Jaya Ancol dan Taman Safari Indonesia. Namun, hingga kini hanya PT. WSI dan PT Impian Jaya Ancol yang masih aktif menggelar sirkus lumba-lumba keliling.
ADVERTISEMENT
Rohmadi alias Romi, Asisten Manager PT. WSI sekaligus penyelenggara sirkus lumba-lumba keliling punya pendapat sendiri soal pementasan mamalia cerdas ini.
"Ya kalau menurut secara pribadi, kalau dikatakan bisnis ya memang ada unsurnya bisnis ya. Memang ada sih, tapi kan kalau konservasi kan kita memang dari konservasinya," tutur Romi.
Rohmadi Asisten Manajer PT.WSI  (Foto: Tommy/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rohmadi Asisten Manajer PT.WSI (Foto: Tommy/kumparan)
Baginya, tiket yang dibeli masyarakat dalam pertunjukkan lumba-lumba adalah ladang uang yang membuat perusahaannya tetap hidup.
"Kita swasta sih ya, jadikan untuk pembiayaan juga perawatan dan lain-lain ini kan kita harus usaha sendiri. jadi ya dari tiket ini kita untuk menghidupi yang di sana, lumba-lumba yang di sana untuk perawatan, pengembangan menjaga mereka, dan juga satwa-satwa yang lain. Lah ini biayanya kita dari ini (tiket)," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dalam satu kali pertunjukan, tiket sirkus lumba-lumba dihargai Rp 40 ribu per orang. Sedangkan sirkus digelar selama sebulan penuh dengan target pengunjung mencapai 10 ribu orang. Itu berarti, dalam sebulan PT. WSI bisa mengantongi hampir Rp 400 juta di satu kota.
Sedangkan menurut Iben, sirkus lumba-lumba bukanlah sebuah edukasi, namun murni soal bisnis. Iben menyarankan, orang tua harusnya lebih kreatif dalam mengenalkan satwa dilindungi kepada anak.
“Kita ini sudah di jaman era IT, di mana informasi mengenai konservasi satwa itu sangat banyak sekali. Tanpa harus mereka berfoto dengan lumba-lumba yang dinaikkan ke darat. Tidak ada nilai edukasi apapun di dalam sirkus lumba-lumba ini hanya semata-mata hanya bisnis,” tuturnya.
Pertunjukan sirkus lumba-lumba yang saat ini digelar di Depok, Jawa Barat oleh PT. WSI itu sudah mengantongi 'restu' dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk izin konservasi dan penyelenggaraan.
ADVERTISEMENT
Padahal, di tahun 2013, KLHK melalui surat yang dikeluarkan oleh Dirjen PHKA Nomor 5 297/IV-KKH/2013 sudah melarang sirkus keliling. Surat yang ditujukan kepada Kepala-kepala BKSDA di Pulau Jawa itu, berisi perintah untuk mengawasi dan menarik satwa yang ketahuan masih dijadikan binatang sirkus keliling di wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY ke Lembaga Konservasi.
Dirjen PHKA Nomor 5 297/IV-KKH/2013 (Foto: Twitter/Sidiq Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen PHKA Nomor 5 297/IV-KKH/2013 (Foto: Twitter/Sidiq Nugroho)
Mengkonfirmasi hal itu, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan sirkus keliling seharusnya tak lepas dari pengawasan BKSDA dari mulai acara dimulai hingga berakhir.
"Usaha pemerintah terus menerus, namun yang memburu juga terus menerus. Jadi kita buat strategi," ujar Wiratno saat dihubungi pada Rabu (31/10).
Sementara itu, dikonfirmasi lebih lanjut soal Surat Dirjen PHKA Nomor 5 297/IV-KKH/2013 pengawasan sirkus keliling lumba-lumba, Wiratno menyebut sudah ada pembaharuan dalam aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Surat saya yang baru itu sudah turun, tolong dicek ke Bu Indra (Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati)," tutupnya.
Namun hingga berita ini diturunkan, Indra belum juga memberikan konfirmasi atas peraturan baru tersebut. Pro dan kontra terus terjadi, sementara dua lumba-lumba berusia 6 tahunan ini semakin lelah melompat tinggi demi sepotong ikan mati.
-------------------------------------------------
Simak ulasan lengkap sirkus lumba-lumba keliling di konten spesial kumparan dengan mengikuti topik Sirkus Lumba-lumba.