Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sistem Zonasi Masih Banyak Celah karena Tak Miliki Standar Nasional
11 Juli 2018 13:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai sistem zonasi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) masih memiliki banyak celah. Menurut KPAI, ini disebabkan karena sistem zonasi ini tak memiliki standar nasional.
ADVERTISEMENT
“Karena enggak ada standarnya, jadi mereka (kepala disdik di daerah) bebas menggunakan kreativitasnya. Seperti di Padang, ada jalur hafiz Quran. Untuk sekolah negeri, ini kan sebetulnya enggak boleh,” kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/7).
Contoh lain juga ia temukan di Bogor, di mana sistem zonasi sekolah dibagi dengan penambahan nilai, dihitung dari radius tinggal peserta didik dengan sekolah. Semakin dekat radius tinggal dengan sekolah, semakin tinggi skor yang bisa mereka dapatkan untuk menambah nilai UN.
“Itu kalau Bogor, mereka gunakan jarak, zona 1 skor 20, zona 2 skor 15, zona 3 skor 10. Nanti ada yang dari luar kota, itu hanya dihitung penambahan skor 5, jadi benar-benar orang pintar enggak bisa masuk negeri kalau begitu,” terang Retno.
ADVERTISEMENT
KPAI juga menyoroti masalah kepemilikan tempat tinggal dari calon peserta didik. Menurut mereka, pemerintah daerah atau dinas terkait harus bisa membedakan, apakah tempat tinggal calon peserta didik itu merupakan milik pribadi atau bersifat sementara (kontrak).
“Kami mengusulkan untuk home visit. Lalu juga dicari keteranganya, apakah ngontrak atau rumah sendiri,” pungkas Retno.
Sejumlah pihak khususnya para orang tua mengeluhkan PPDB sistem zonasi sekolah ini. Di Yogyakarta, para orang tua protes karena mengeluhkan sistem zonasi yang dirasa menyulitkan anak-anaknya untuk mendaftar sekolah. Beberapa orang tua protes, karena sistem ini bahkan merugikan anak-anak berprestasi, sebab tetap tidak bisa diterima di sekolah yang jauh dari rumah.
Hal yang sama juga terjadi di Bandung. Puluhan orang tua siswa mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat. Mereka meminta penjelasan rinci soal zonasi yang ditetapkan sebagai syarat masuk sekolah serta pendaftar ekonomi kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Salah satu orang tua siswa protes karena sudah mendaftarkan putranya ke SMA, namun ditolak oleh petugas PPDB dengan alasan jarak antara tempat tinggalnya ke sekolah tidak memenuhi syarat. Padahal sebelumnya seluruh syarat yang ditentukan untuk masuk ke SMA itu telah dipenuhi.