Situasi Ideal SMPN di Bandung: Bukan dari Jumlah Sekolah, tapi Ruang Kelas

3 Oktober 2024 20:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMPN 60 Bandung, di Jalan Ciburuy, Kecamatan Regol, Rabu (2/10). Foto: Robby Bouceu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMPN 60 Bandung, di Jalan Ciburuy, Kecamatan Regol, Rabu (2/10). Foto: Robby Bouceu/kumparan
ADVERTISEMENT
Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Tantan Syurya Santana mengungkap standar ideal SMP Negeri di Kota Bandung. Menurutnya, seharusnya tidak dihitung menurut jumlah sekolah melainkan berdasarkan jumlah rombongan belajar atau ruang kelas.
ADVERTISEMENT
Ia menjawab ini terkait siswa SMPN 60 Kota Bandung yang tak memiliki gedung sekolah sendiri.
“Idealnya (jumlah sekolah) tidak ada. Tergantung ruang kelas, ruang belajar. Kalau bicara ruang kelas, masih kurang. Ada yang belum 11 rombongan belajar. Kalau ideal jumlah siswa, maksimal 11 rombongan belajar per sekolah,” ucapnya saat dihubungi, Kamis (3/10).
Tantan lantas mencontohkan SMPN 9 dan 13 Bandung yang sudah punya 11 rombongan belajar pada tiap-tiap jenjangnya, baik di jenjang kelas 7, kelas 8, maupun kelas 9. Dengan begitu, sekolah yang bersangkutan dinilai optimal menyerap peserta didik di sekitar wilayahnya.
“Jadi seperti SMP 9 itu, 13 itu, sudah 11 rombel (rombongan belajar). Artinya, kelasnya ada 33 kelas. Sudah 33 kelas itu maksimal,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, Tantan juga berpandangan hitungan dengan jumlah tadi tak bisa dibikin sebagai patokan tunggal, soal optimalnya daya serap sekolah. Apalagi, mengingat tiap-tiap daerah di Kota Bandung punya jumlah penduduk yang berbeda, serta adanya sekolah-sekolah swasta yang tersebar.
Dengan kata lain, SMP Negeri yang jumlah kelasnya tak mencapai total 33 kelas per sekolah, tidak lantas berarti sekolah itu belum optimal menyerap siswa dari suatu daerah. Bisa jadi, kata Tantan, itu karena penduduk di sana bersekolah di SMP Swasta.
“Kalau seperti SMP Al-Azhar, Alfa Centauri, kan sebelum PPDB juga sudah penuh, sudah habis. Itu kan bagian juga dari masyarakat melaksanakan pendidikan,” ucapnya.
Adapun soal apakah Kota Bandung masih memerlukan SMP tambahan saat ini dan berapa jumlah spesifiknya, Tantan menyampaikan itu memang masih perlu, tapi butuh waktu untuk menghitung itu. Sebab dalam hal ini, katanya, jumlah keberadaan SMP swasta juga perlu masuk dalam hitungan.
ADVERTISEMENT
“Ya, masih ada. Tapi nanti kita hitung. Karena juga harus dihitung dengan sekolah swasta,” sebutnya.
Suasana SMPN 60 Bandung, di Jalan Ciburuy, Kecamatan Regol, Rabu (2/10). Foto: Robby Bouceu/kumparan
Dia mengatakan pihaknya akan mengupayakan tambahan kelas-kelas yang masih kurang. Dan langkah tersebut menurutnya dilakukan berdasarkan hitung-hitungan jumlah penduduk, minat atas sekolah itu, dan akses mereka terhadap SMP swasta di daerah yang bersangkutan.
“Sesuai dengan jumlah penduduk. Ada beberapa sekolah yang peminatnya banyak, kita akan tambah. Tapi kan kita lihat dulu, di sana ada swastanya tidak,” kata dia.
“Karena pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Tapi juga bersama pemerintah, ada masyarakat dan swasta,” imbuh dia.
Program Sekolah Rintisan sendiri, seperti diberitakan sebelumnya, kata Tantan adalah salah satu upaya Disdik Kota Bandung untuk menambal kekurangan itu. Terutama, di sejumlah daerah padat penduduk dengan keberadaan SMP Negeri maupun swasta yang terbilang masih sedikit.
ADVERTISEMENT
"Yang jelas, yang ideal, masyarakat di sekitar bisa akses pendidikan, itu yang ideal," pungkasnya.