
Amanda masuk ke sebuah bilik di sudut Ballroom Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Selasa siang, 1 Agustus 2023. Bilik kayu semi-terbuka itu berukuran sekitar 2 x 3 meter. Di dalamnya ada lima orang menunggu—tiga perempuan dan dua laki-laki.
Di bilik itu, Amanda mengira bakal mengepas gaun (fitting) untuk acara Grand Final Miss Universe Indonesia (MUID) yang rencananya berlangsung dua hari lagi. Amanda—yang nama aslinya disamarkan di sini—adalah 1 dari 30 finalis yang lolos ke final palagan kecantikan ini.
Di dalam bilik itu, panitia meminta Amanda melepas busana dan mengatakan akan melakukan pengecekan tubuh (body checking). Mendengar ucapan itu, Amanda bingung. Pertanyaan berkecamuk di benaknya.
“Oh, memang gini ya? Memang ini normal? Apakah harus seperti ini? Ini mengganggu penilaian [kontes MUID] apa enggak? Ini bagian dari apa?” pikir Amanda sebagaimana diceritakan pengacaranya, Mellisa Anggraini.
Dengan ragu-ragu dan bingung, Amanda melepas busana hingga hanya mengenakan pakaian dalam. Namun, itu ternyata tak cukup. Ia juga diminta melepas penutup payudara (nipple pad).
Amanda semakin tak nyaman. Tanpa kain penutup tubuh, ia kedinginan di ruangan ber-AC itu. Ia juga malu karena ada laki-laki di bilik tersebut. Tangan Amanda refleks menutupi dadanya ketika bagian atas tubuhnya sudah benar-benar terbuka. Namun, panitia membentak.
“Embrace yourself. Percaya diri, dong. Gimana kalau kamu dikirim ke luar negeri? Di sana nanti kamu akan telanjang di depan banyak orang. Kamu harus bangga dengan dirimu!”
Sejumlah sumber yang mengetahui kejadian ini menyebut bahwa laki-laki yang berada di bilik tersebut meyakinkan kepada para peserta agar tidak takut membuka busana di hadapan mereka, sebab ia mengaku transgender.
“Saya lihat kamu enggak nafsu. Saya ‘daging lunak’,” kata laki-laki di ruangan tersebut.
Kala itu, para peserta yang gugup tak terlalu memperhatikan peran laki-laki di ruangan itu. Menurut sumber, mereka kemungkinan asisten, desainer, atau pengarah gaya.
Dalam kondisi tertekan, Amanda menurut. Ia disuruh mengangkat satu kakinya ke kursi—yang otomatis membuatnya dalam posisi agak mengangkang di hadapan orang lain. Panitia lantas mengomentari bagian-bagian privatnya, termasuk area di sekitar vagina.
Pada salah satu siniar, Amanda bercerita panitia menyinggung-nyinggung soal perlunya brazilian waxing—metode menghilangkan rambut pada bagian genital—sebelum Grand Final dihelat. Seorang sumber menyebut, peserta juga diminta mengangkat tangan hingga menungging.
Sekeluar dari bilik, Amanda menangis karena merasa mengalami penghinaan fisik (body shaming). Ia lalu bercerita kepada teman-temannya sesama peserta kontes MUID. Mirisnya, mereka ternyata juga mendapat perlakuan serupa. Bahkan, ada lima finalis yang diduga difoto dalam kondisi telanjang oleh salah satu Board of Director MUID menggunakan kamera ponsel.
Pergolakan batin melanda para finalis MUID. Mereka menangis, tak bisa tidur, dan menyalahkan diri sendiri.
“Aduh, kenapa sih gue ikutin [perintahnya]? Kenapa enggak kabur aja dari sana?” kata mereka.
Mellisa, pengacara mereka, mengatakan bahwa mereka butuh waktu berhari-hari untuk tenang dan tidak menyalahkan diri di tengah situasi penuh tekanan itu.
Sebagian finalis yang tak nyaman sejatinya sudah merasa ingin keluar dari kontestasi sejak tragedi body checking. Bagi mereka, ikut MUID bukan soal menang-kalah kompetisi, melainkan wadah untuk menambah pengalaman, wawasan, dan nilai diri. Namun, realita yang mereka hadapi di belakang panggung justru berkebalikan dari semua harapan itu.
“Tapi ada beban. Pertama, perjuangan mereka sudah panjang. Kedua, bagaimana menghadapi pendukung yang sudah sebegitunya men-support dan mendoakan. Tentu banyak pergolakan batin,” kata Mellisa kepada kumparan, Jumat (11/8).
Miss Universe adalah kontes kecantikan (beauty pageant) yang diselenggarakan oleh Miss Universe Organization (MUO). Kontes kecantikan ini bermula pada 1952 dan disponsori oleh perusahaan pakaian renang, Catalina, sebagai ajang promosi produknya.
Dalam publikasi tahun 1952, kontes ini awalnya mengompetisikan kecantikan perempuan dalam balutan gaun malam hingga pakaian mandi. Mereka dinilai berdasarkan keanggunan, pesona, kepribadian, dan keindahan proporsi tubuh. Pemenangnya mendapat titel Miss Universe dan dianugerahi mahkota bergengsi.
Kontes Miss Universe sudah beberapa kali pindah kepemilikan. Sosok kenamaan seperti Donald Trump sempat menjadi pemilik kontes ini sebelum kemudian dijual ke IMG—perusahaan industri olahraga, media, dan fesyen—pada 2015.
IMG lalu menjual Miss Universe pada 2022 ke konglomerasi asal Thailand, JKN Global Group, di bawah kepemilikan seorang transgender bernama Anne Jakrajutatip. MUO juga menjual lisensi kepada para direktur nasional yang membawahi event Miss Universe di tiap negara.
Biaya lisensi waralaba Miss Universe tak diungkap. Namun biaya pendaftarannya mencapai 1.000 USD (Rp 15,3 juta)—untuk melakukan kroscek latar belakang calon direktur nasional.
Di Indonesia, lisensi waralaba Miss Universe dipegang oleh PT Capella Swastika Karya (CSK) sejak Februari 2023—hanya enam bulan sebelum gelaran kontes tersebut. PT CSK bergerak di bidang industri kontes dan klinik kecantikan. Pemilik perusahaan itu, penyanyi dangdut Poppy Capella, kemudian menjabat sebagai Direktur Nasional Miss Universe Indonesia.
Dengan demikian, 2023 adalah tahun perdana PT CSK memegang lisensi Miss Universe. Sebelumnya, lisensi tersebut selama 30 tahun dipegang oleh Yayasan Puteri Indonesia (YPI).
YPI sudah bersurat kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk menginformasikan, per 16 Februari 2023 mereka tak lagi bertanggung jawab atas gelaran Miss Universe di Indonesia.
“Dulu sangat terorganisir dengan baik. Kontes Puteri Indonesia seleksinya luar biasa. Terakhir [dipegang YPI] bahkan Bu Menteri PPPA ikut jadi juri dan beri pembekalan. Artinya, ketika pembekalan dalam masa karantina itu luar biasa, tak ada [body checking] seperti yang terjadi saat ini,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati.
Pendaftaran peserta MUID diumumkan sejak awal Maret 2023, baik online via website maupun offline melalui Direktur Provinsi yang tahun ini ada di tiga daerah—Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sementara pendaftaran dan audisi di luar daerah yang tidak memiliki direktur provinsi dilakukan oleh direktur nasional.
Setelah para peserta melewati audisi di setiap provinsi, mereka dikirim ke Jakarta sebagai finalis MUID. Di Jakarta, mereka menjalani karantina untuk mendapatkan pendampingan (mentorship), pelatihan, kampanye pemasaran, dan mengikuti acara amal dari 21 Juli sampai 3 Agustus. Pada masa karantina di Hotel Sari Pan Pacific itulah praktik body checking terjadi.
Setelah beberapa peserta korban body checking mendapati rekan-rekannya juga mengalami hal serupa, sebagian dari mereka lantas bercerita kepada pembimbingnya yang tak lain merupakan Direktur Provinsi. Mendengar cerita mengejutkan itu, Direktur Provinsi lantas memverifikasi kepada MUID pusat.
“Apakah benar anak-anak diperlakukan body checking seperti itu? Apa tidak menyalahi aturan?” kata Mellisa menirukan pertanyaan Direktur Provinsi.
Petang hari usai mendapat pertanyaan dari Direktur Provinsi, Panitia Pelaksana di Jakarta mengumpulkan lima finalis yang diambil foto telanjangnya. Panpel marah karena praktik body checking diadukan. Katanya, aduan itu bikin mereka terjerat masalah.
Panitia lalu memvideokan kelima finalis itu sambil berakting seolah-olah persetujuan untuk memotret saat body checking telah diberikan oleh para finalis tersebut.
“Saya sudah minta izin kan sebelum foto [body checking]? Ini foto kalian, semuanya saya hapus ya. Sudah terhapus,” kata panitia yang diduga COO MUID Safa Attamimi seperti ditirukan Mellisa berdasarkan pengakuan para korban.
Video itu membenarkan bahwa peristiwa body checking memang terjadi. Alasannya untuk mengecek bekas luka, tato, dan selulit di tubuh. Mellisa menyayangkan body checking tidak dilakukan dengan prosedur yang layak. Terlebih, ada pengambilan foto dalam prosesnya.
“Jarak waktu antara body checking dan foto dihapus itu hampir 4 jam. Banyak hal bisa terjadi [dalam rentang waktu itu]. Apakah foto bertransmisi ke media lain, itu yang dikhawatirkan korban,” ujar Mellisa.
Para korban juga khawatir dengan CCTV yang ada di ballroom hotel. Namun, menurut panitia kepada Polda Metro Jaya, CCTV di ruangan itu dalam kondisi mati.
Para finalis bimbang memutuskan harus bagaimana, sementara Grand Final tinggal menghitung hari. Mereka berpikir akan dirundung jika nekat melapor. Ada juga yang khawatir orang tua mereka bakal menanggung malu jika tahu anaknya dilecehkan di kontes kecantikan.
Namun, sebagian peserta teringat akan nilai-nilai yang diajarkan dalam karantina MUID agar melawan pelecehan seksual. Betul-betul ironi antara pelajaran yang diberikan dengan perlakuan yang diterima peserta. Sejumlah peserta pantas berkonsultasi dengan keluarga.
Setelah mengumpulkan keberanian, pada 7 Agustus—empat hari setelah Grand Final, salah satu korban dugaan pelecehan seksual pun melaporkan owner Miss Universe Indonesia, Poppy Capella, beserta pelaku body checking dan seorang direktur MUID ke Polda Metro Jaya.
Setelahnya, korban lain ikut bergabung. Menurut Mellisa, “Sudah lebih kurang 10 orang [melapor]. Tetapi ada 30 orang [finalis] mengalami hal yang sama.”
Sebelum para korban melapor, sebagian petinggi MUID hengkang nyaris serentak dari jajaran direksi kontes kecantikan itu. Mereka yang mundur adalah Eldwen Wang (eks CEO), Rio Motret (eks Direktur Visual), dan Slam Wiyono (eks Direktur Kecantikan).
Setop Merundung Korban
Para korban pelecehan seksual MUID tak pelak merasa trauma dan rendah diri. Apalagi mereka malah turut dirundung netizen yang menyalahkan mereka karena mau saja ikut kontes kecantikan yang dianggap sebagian warganet sebagai ajang buka aurat.
Ada juga sebagian pihak yang mengatakan ke para korban bahwa body checking memang ada, tapi toh tak semua peserta mempermasalahkannya. Dalam hal ini, Mellisa menggarisbawahi isi kontrak penyelenggara yang menyatakan bahwa mereka akan melaksanakan kontes sesuai norma dan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kami mau edukasi bahwa semua orang bisa bicara lantang untuk menolak apapun bentuk pelecehan seksual. Dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pelecehan seksual nonfisik tidak ditoleransi,” kata Mellisa.
Dalam penjelasan Pasal 5 UU TPKS, perbuatan seksual nonfisik ialah pernyataan gerak tubuh atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Mellisa meminta agar masyarakat dan penegak hukum tidak permisif terhadap pelecehan seksual nonfisik tersebut. Ia berpesan agar khalayak tidak menyalahkan korban sehingga membuat korban pelecehan menjadi bungkam.
“Karena perjuangan mereka (korban) hari ini bukan hanya untuk diri mereka, tapi untuk banyak perempuan di luar sana agar peristiwa seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi,” tuturnya.
Sumber-sumber menyebut, panitia mulai menelepon sejumlah finalis MUID agar tak ikut-ikutan melaporkan kejadian tersebut. kumparan berusaha mengontak Poppy Capella beberapa kali melalui akun Instagramnya untuk bertanya lebih rinci terkait kasus ini, namun tak direspons.
Dalam klarifikasinya pada 12 Agustus, Poppy membantah terlibat. Ia mengatakan tak pernah mengetahui, menyuruh, meminta, atau mengizinkan siapa pun dalam proses MUID untuk melakukan pelecehan seksual melalui body checking.
Selain itu, alih-alih menunjukkan penyesalan dan meminta maaf kepada para korban, Poppy justru menuding pemberitaan soal body checking sengaja dilakukan pihak tertentu untuk mengambil alih izin MUID di Indonesia. Ia menyatakan bakal melaporkan balik dugaan penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik terhadap dirinya.
“Kuasa hukum saya sedang mempelajari dan mempersiapkan langkah hukum yang akan diambil,” ujarnya.
Beberapa jam sebelum klarifikasi Poppy, Organisasi Miss Universe sudah lebih dulu memutus kontrak dengan PT Capella Swastika Karya yang disebut tak mengikuti standar dan etika waralaba jenama palagan kecantikan jagad raya itu.
“Kami juga mengevaluasi kontrak waralaba yang sedang berlangsung, serta kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian ini berulang,” demikian tulis Miss Universe Organization dalam rilisnya, Sabtu (12/8).
Sementara itu, pengacara dan empat korban dugaan pelecehan seksual body checking MUID sempat bertandang ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 8 Agustus. Mereka berkonsultasi tentang perlindungan yang dapat diakses oleh korban pelecehan.
LPSK menyampaikan adanya sejumlah perlindungan, termasuk perlindungan hukum dari terduga pelaku, atau perlindungan fisik dari ancaman atau intimidasi.
“Sampai saat ini, LPSK belum menerima permohonan secara formil dari para korban. Namun LPSK siap memproses dan melindungi jika para korban mengajukan permohonan perlindungan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution.
Pada 10 Agustus, korban dan pengacaranya juga mendatangi KemenPPPA. Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam pertemuan dengan korban menyatakan dukungannya.
“Kami melihat kebutuhan korban. Kalau pemulihan psikologisnya kami komunikasikan ke UPT PPA P2TP2A (Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) DKI Jakarta. Sekiranya berdasarkan asesmen dirujuk butuh ahli pidana dalam proses penyidikan, kami siap mengirimkan,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati.
Kementerian PPPA juga mewanti-wanti korban agar menyerahkan kuasa kepada penasihat hukum, sebab jika mereka menghadapi korporasi, maka kekuatan lawan cukup besar.
Pada hari yang sama dengan kedatangan korban ke Kementerian PPPA, Menteri PPPA sudah lebih dulu rapat terbatas di Istana Negara mengenai masalah MUID. Ia juga mengingatkan Kemenkumham, Kapolri, dan Kejaksaan Agung untuk mengawal kasus tersebut.
Pengacara korban, Mellisa Anggraini, berharap korban mendapat keadilan dan korporasi pelaku tak lepas dari pertanggungjawaban hukum. Dalam UU TPKS, pelaku kekerasan seksual korporasi dapat didenda paling sedikit Rp 5 miliar. Pidana juga dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemegang manfaat, dan korporasi itu sendiri.
Korporasi yang melakukan kekerasan seksual juga dapat disanksi perampasan keuntungan/kekayaan, pencabutan izin, pelarangan melakukan perbuatan tertentu, hingga pembubaran.