Skema Pembukaan Sekolah di Berbagai Negara saat Pandemi Virus Corona

16 Juni 2020 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa sekolah menengah atas belajar dengan menggunakan partisi plastik di runagan kelas di Wuhan, Hubei, China. Foto: AFP/STR
zoom-in-whitePerbesar
Siswa sekolah menengah atas belajar dengan menggunakan partisi plastik di runagan kelas di Wuhan, Hubei, China. Foto: AFP/STR
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim merencanakan pembukaan sekolah pada Juli mendatang. Meski demikian, sekolah yang dibuka hanya di zona hijau dengan persentase siswa sebesar 6 persen dari total peserta didik nasional.
ADVERTISEMENT
"Saat ini hanya 6 persen dari populasi peserta didik di zona hijau yang boleh tatap muka," kata Nadiem Makarim dalam konferensi pers virtual yang digelar, Senin (15/6).
Kebijakan tersebut diambil setelah 3 bulan kegiatan belajar mengajar di sekolah dihentikan. Sebelumnya, berbagai negara di dunia juga menerapkan langkah serupa untuk mencegah penyebaran corona.
Menghimpun data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNICEF), hingga 16 Juni 2020 masih ada 123 negara atau wilayah yang menutup sekolah secara nasional. Indonesia adalah salah satunya.
Akibatnya, lebih dari 1 miliar pelajar di dunia terdampak kebijakan tersebut. Mereka mesti melakukan kegiatan belajar mengajar di rumah dengan sistem pembelajaran online.
Sebaliknya, pembukaan sekolah masih minim. Per 16 Juni 2020, hanya sebanyak 381.020.362 siswa yang sudah menjalani kegiatan belajar mengajar di sekolah. Jumlah ini mewakili 22,09 persen dari total 1.725.082.528 pelajar di dunia.
ADVERTISEMENT
Mereka yang sudah kembali ke sekolah pun tak bisa merasakan suasana yang sama. Protokol kesehatan dan serangkaian aturan berlaku untuk mencegah penularan virus corona di sekolah.
Bagaimana gambarannya?
Peta interaktif di atas menggambarkan empat negara yang sudah melaksanakan pembukaan sekolah secara nasional menurut data UNICEF, yakni China, Norwegia, Jepang, dan Australia.
Di China, sekolah-sekolah dibuka bertahap dan diawali di 9 provinsi pada April lalu. Mengutip catatan World Economic Forum, Menteri Pendidikan China mewajibkan para siswa untuk mengecek suhu tubuh setiap akan masuk sekolah.
Dalam kasus tertentu, sekolah membuat protokol sendiri. Misalnya, SD Yangzheng di Kota Hangzhou membuat desain topi yang bisa memastikan para siswanya menjaga jarak satu sama lain. Topi tersebut diberi "sayap" karton sepanjang 1 meter agar siswa tak saling berdekatan.
ADVERTISEMENT
"Kami menganjurkan para siswa memakai topi sepanjang 1 meter dan menjaga jarak sejauh itu," terang Hong Feng, sang kepala sekolah, seperti dilansir CNET.
Sejumlah siswa menghadiri kelas di salah satu sekolah di Wuhan Hubei, China. Foto: China Daily/ via REUTERS
Berbeda dengan aturan di Norwegia yang mulai membuka sekolah sejak 27 April lalu. Mulanya, sekolah dibuka hanya untuk empat tahun pertama jenjang pendidikan. Yakni bagi mereka yang berusia 6-11 tahun.
Di negara tersebut, para orang tua juga tidak dipaksa untuk mengirim anaknya ke sekolah meski sudah buka. Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Norwegia mengizinkan homeschooling selama orang tua memenuhi hak anak akan pendidikannya.
Anak-anak di Norwegia kembali masuk sekolah. Foto: PIERRE-HENRY DESHAYES / AFP
Siswa yang berisiko, atau yang memiliki kerabat dekat yang berisiko terpapar corona juga mesti belajar di rumah.
"Dalam kasus ini, pemilik sekolah memiliki tugas untuk memberikan pendidikan kepada siswa di rumah, terlepas dari berapa lama siswa harus berada jauh dari sekolah," tulis Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Norwegia dalam panduannya.
ADVERTISEMENT
Pembatasan jumlah siswa juga diterapkan. Ukurannya didasarkan pada rasio guru-murid.
"15 murid per guru di kelas 1 hingga 4 dan 20 murid per guru untuk kelas 5 sampai 7," tulis panduan yang sama.
Anak Sekolah di Jepang Menggunakan Masker Foto: Shutter Stock
Sementara di Jepang, siswa atau staf sekolah dilarang mengobrol di jarak dekat. Mereka juga mesti membuka ventilasi kelas agar udara dapat keluar masuk dengan mudah.
Menteri Pendidikan Jepang Koichi Hagiuda sejak Maret lalu menyarankan agar sekolah menggunakan checklist mengenai langkah-langkah melawan infeksi virus yang akan didistribusikan pemerintah. Demikian dilansir Japan Times.
Sementara, di Australia, sistem belajar shift berlaku. Laporan Reuters menyebut sekolah-sekolah di New South Wales hanya mengizinkan siswa menghadiri kelas 1 hari per pekan. Mekanisme masuk sekolah ini dilakukan secara bergiliran.
ADVERTISEMENT
Beberapa kebijakan pembukaan sekolah di berbagai negara tersebut tampaknya diadopsi juga oleh Nadiem. Mulai dari pembatasan kelas hingga checklist sebelum melangsungkan pembelajaran tatap muka di suatu wilayah.
Di Indonesia, berdasarkan catatan UNICEF, penutupan sekolah telah berdampak pada lebih dari 68 juta pelajar. Sebagian besar di tingkat SD dengan jumlah sekitar 29 juta pelajar.
Jika baru 6 persen pelajar di zona hijau yang baru diperbolehkan belajar di sekolah, artinya baru ada 4 juta siswa yang bisa sekolah lagi di Indonesia. Sisanya, masih harus belajar di rumah.
Menanggapi ini, Ketua Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim menyebut keputusan pemerintah untuk tidak memaksakan pembelajaran tatap muka adalah hal yang baik. Namun, kata Ramli, belum ada solusi untuk menyiapkan guru agar mampu melasanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan efektif.
ADVERTISEMENT
"Tak ada agenda khusus bagaimana menyiapkan guru agar mampu menjalankan PJJ secara menyenangkan dan berkualitas. Tidak ada langkah-langkah konkret Kemdikbud dan Kemenag dalam memberikan solusi terhadap minimnya kemampuan guru dalam menyelenggarakan PJJ," tegasnya.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.