Slobodan Praljak: Martir atau Penjahat Perang?

3 Desember 2017 16:15 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Slobodan Praljak (Foto: Robin van Lonkhuijsen,Pool Photo via AP)
zoom-in-whitePerbesar
Slobodan Praljak (Foto: Robin van Lonkhuijsen,Pool Photo via AP)
ADVERTISEMENT
“Apa yang kuminum ini adalah racun”. Kata-kata itu membuat hakim ketua Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY), Carmel Agius kebingungan. Seorang pesakitan yang baru saja divonis bersalah melakukan kejahatan kemanusiaan, Slobodan Praljak, telah meminum racun dari sebuah gelas kecil beberapa saat setelah ia divonis penjara selama 20 tahun.
ADVERTISEMENT
"Oke, Kami tangguhkan... Kami tangguhkan… Tolong gorden-gordennya. Jangan ambil gelas yang sudah dia pakai untuk meminum sesuatu itu," ujar Carmel Agius.
Warga Kroasia mengenang Praljak (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Kroasia mengenang Praljak (Foto: Reuters)
Slobodan Praljak oleh Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) telah divonis sebagai penjahat perang atas kejahatan kemanusiaan yang ia lakukan ketika perang Bosnia-Kroasia berlangsung pada tahun 1992-1994. Praljak, bersama enam orang lainnya dianggap bertanggung jawab atas pembersihan etnis muslim Bosnia. Namun, vonis itu tidak berarti apa-apa bagi sebagian rakyat Kroasia dan 16 persen etnis Kroasia yang hidup di Bosnia & Herzegovina. Mereka justru menganggap Praljak sebagai martir. Bahkan, aksi bunuh diri yang Praljak lakukan, bagi sebagian penduduk etnik Kroasia adalah sebuah aksi heroik dalam menentang ketidakadilan.
ADVERTISEMENT
Beberapa saat setelah diumumkan tewas, opini publik di negara-negara Balkan terbelah. Sore hari setelah Praljak dinyatakan tewas, rakyat di berbagai kota di tanah kelahiran Praljak, Herzegovina, mendatangi gereja-gereja Katholik Roma untuk mengadakan misa arwah. Di jalan-jalan kota Capljina, kota kelahiran Praljak, penduduk menyalakan dan menata ratusan lilin yang membentuk satu nama: Praljak.
Miro Jovanovic, seorang penduduk kota yang diwawancarai The Guardian mengatakan:”Kehidupan seperti berhenti di sini. Kami ingin menghormati dia (Praljak) karena dia telah hidup dengan penuh kehormatan, namun dia tidak mungkin hidup dengan ketidakadilan (vonis terhadap Praljak) seperti ini. Dia adalah bagian dari kami”, ungkapnya.
Seorang penduduk kota lainnya, Marijana Vego, mengatakan: “Sebagai seorang Katolik, ini pertama kalinya dalam hidupku, aku menganggap bunuh diri itu heroik. Aku membawa anak-anakku untuk menyalakan lilin untuknya (Prajlak). Aku tidak mengatakan kalau tidak ada kejahatan, tapi kejahatan ada di semua sisi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Lilin untuk Praljak (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Lilin untuk Praljak (Foto: Reuters)
Sedangkan di Zagreb Kroasia, sekitar 500 kilometer dari Capljina, hampir seluruh pejabat tinggi di Kroasia menunjukkan rasa duka cita yang mendalam atas kematian Praljak. Perdana Menteri Andrej Plenkovic menyampaikan ucapan belasungkawa kepada keluarga Jenderal Slobodan Praljak. “Mewakili Pemerintah Republik Kroasia dan diri saya sendiri, saya ingin menyampaikan rasa duka cita yang mendalam kepada keluarga Jenderal Slobodan Praljak," ujarnya melalui cuitan di akun resmi pemerintah Kroasia.
Sementara Presiden Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarovic, setelah mendengar tindakan yang dilakukan Praljak memutuskan untuk mengakhiri lawatannya ke Islandia dan kembali ke Zagreb pada hari Kamis (30/11/2017) silam. Kitarovic menyampaikan duka cita atas kematian Praljak dan menggambarkan Praljak sebagai “seorang yang lebih memilih untuk memberikan hidupnya, dibanding hidup dengan vonis yang dijatuhkan atas kejahatan yang dia sangat percayai tidak pernah ia lakukan". Kitarovic juga menyatakan kritiknya atas kinerja Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY).
Slobodan Prajlak di ICTY (Foto: Robin Van Lonkhuijsen)
zoom-in-whitePerbesar
Slobodan Prajlak di ICTY (Foto: Robin Van Lonkhuijsen)
Berbeda dengan orang-orang Kroasia yang menangisi kematian Praljak, penduduk etnis Bosnia justru menganggap bunuh diri Praljak sebagai tindakan pengecut. Seorang jurnalis Bosnia, Amer Obradovic, yang pernah merasakan kengerian dan siksaan di kamp konsentrasi Dewan Pertahanan Kroasia (HVO) di bawah kepemimpinan Jenderal Praljak mengungkapkan: “Orang-orang yang tinggal bersama denganku di kamp, mengalami siksaan yang paling mengerikan, namun tidak ada satupun dari mereka yang bunuh diri. Para tahanan di kamp itu adalah orang-orang pemberani. Sedangkan para pemimpin dan jenderal pasukan (pasukan Kroasia) itu hanyalah pengecut," ungkapnya melalui akun Twitter.
ADVERTISEMENT
Pengingkaran kejahatan kemanusiaan atas dasar sentimen nasionalisme semacam itu adalah hal yang lumrah terjadi pasca berakhirnya Perang Bosnia. Pada tahun 2012 silam, Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) merilis hasil penelitian mereka yang mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen rakyat Serbia menganggap penjahat perang Ratko Mladic dan Radovan Karadzic sebagai pahlawan. Sementara sekitar 70 persen rakyat Serbia mempunyai perspektif negatif terhadap ICTY.
Kematian Praljak, bagaimanapun juga telah membuka kembali kenangan pahit yang pernah terjadi di Bosnia.
Anda memilih Praljak sebagai apa? Sampaikan di kolom komentar.