SMP hingga SMA di Singapura Tak Punya Jurusan IPA-IPS, Begini Cerita Alumnusnya

18 Juli 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keputusan Kemendikbud menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA) bukanlah sesuatu yang baru di mata kurikulum internasional. Sejumlah negara maju seperti Singapura, misalnya, tidak mengenal pembagian jurusan-jurusan semacam itu.
ADVERTISEMENT
Korintia Mulia adalah salah satu WNI yang pernah mengenyam pendidikan di negara tersebut. Perempuan berusia 25 tahun itu menamatkan jenjang pendidikan SMP, SMA, dan perguruan tinggi di salah satu institusi pendidikan di sana.
Menurut Korin, kurikulum di Singapura bahkan membebaskan pelajar memilih mata pelajaran yang disukai sejak SMP. Konsep 'Merdeka Belajar' yang disodorkan Mendikbud Nadiem Makarim di Indonesia, menurutnya, mirip dengan apa yang sudah lama diterapkan Singapura.
Korintia Mulia, alumnus sekolah di Singapura. Foto: Dok. Pribadi
Jadi, kata Korin, dia saat SMP bebas memilih mata pelajaran yang disuka. Mata pelajaran yang dipilih, kata dia, nantinya akan berkorelasi dengan karier di masa masa depan yang ingin digapai oleh siswa tersebut.
"Gue ada accounting, fisika, english, business, math, malay, apa yang lain ya gue lupa. Gue dulu niatnya emang masih belum jelas, jadi ngambilnya yang general aja," ungkap Korin kepada kumparan, Rabu (18/7).
ADVERTISEMENT
Saat SMP, Korin memang sengaja tidak mengambil mata pelajaran seperti biologi maupun kimia. Menurutnya, itu karena dia menyadari bahwa dirinya tidak akan berprofesi sebagai dokter, apoteker, dan profesi lain yang membutuhkan dasar kimia dan biologi.
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
Nah, lama belajar SMP di Singapura mencapai empat tahun. Namun jika ambil akselerasi bisa saja selesai dua tahun. Sementara itu, SMA di Singapura normalnya dua tahun, tetapi bisa saja satu tahun jika ambil akselerasi.
"Normalnya tuh kalau di swasta tuh 8 [pelajaran] udah cukup. Cuma kalau [sekolah] nasional itu 13. Cuma ada yang ambil di bawah itu, cuma kalau ambil di bawah itu risikonya sebenarnya tinggi. karena kalau misalnya enggak lulus, dia harus ngulang satu tahun lagi," katanya.
Korintia Mulia, alumnus sekolah di Singapura. Foto: Dok. Pribadi
Menurutnya, di tiap sekolah ada semacam academic consultant. Nah, sosok ini akan memandu siswa-siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Meski begitu, kata dia, mata pelajaran matematika biasanya akan tetap dianjurkan diambil karena lebih 'aman'.
ADVERTISEMENT
"Kalau anak SMP kan lo belum tahu ya mau jadi apa. Jadi mereka tuh semua bakal ngambil matematika karena itu degree yang bisa dibilang general. Kan harus ngumpulin kredit kan, jadi credit itu matematika bisa untuk banyak jurusan. Jadi kalau lulus, itu tuh aman, karena banyak yang ambil itu semua," jelasnya.
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
Di Singapura, kata Korin, penamaan jenjang pendidikan juga berbeda dengan di Indonesia. Namun jika disetarakan, lanjutnya, SMP di Indonesia seperti O Level (Ordinary Level) di Singapura. Sementara SMA di Indonesia seperti A Level (Advanced Level) di Singapura.
"Itu nama ujian, gitu. Ujian kayak semacam IELTS dan TOEFL. Kalau itu kan kayak [istilah singkatan] bahasa doang. Nah kalau A-Level itu tuh kayak penilaian dari Cambridge yang buat emang anak SMA. Gitu sih dan untuk ke kampus," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelusuran kumparan di situs Kementerian Pendidikan Singapura, kurikulum di Singapura untuk O Level dan A Level memang menggunakan sistem ujian yang diadministrasikan oleh Cambridge Assessment International Education (CAIE).
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
Baik O-Level maupun A Level berfokus pada pemahaman mendalam dan analisis kritis. Nah, ujiannya menggunakan format ujian tertulis dengan beberapa komponen praktikum untuk mata pelajaran tertentu.
O-Level lebih umum dan luas dalam cakupan mata pelajaran. Sementara A-Level lebih spesifik sesuai dengan minat dan tujuan karier siswa. Di A-Level, siswa akan mendapatkan life skills, knowledge skills, dan subject disciplines.
Korin sendiri menamatkan O-Level di TMC Academy. Namun, alih-alih lanjut ke A-Level, Korin justru memilih jalur diploma di PSB Academy. Di Indonesia, diploma ini semacam SMK lantaran sudah memiliki pengkhususan yang bersifat praktikal.
Ilustrasi pelajar di Singapura. Foto: Shutterstock
Setelah lulus dari diploma, Korin kemudian melanjutkan perguruan tinggi di University of Newcastle di Singapura. Menurutnya, banyak juga kampus-kampus yang menerima lulusan diploma.
ADVERTISEMENT
"Gue tuh ambil diploma business administration. Jadi kayak belajar accounting, marketing, business law. Teman gue beberapa ada yang ambil A-Level. Mereka tuh ambil mata pelajaran kayak fisika, matematika. Jadi kalo A-level gitu mereka pasti mereka lanjut kayak buat ke NUS [National University of Singapore] dan SMU [Singapore Management University]. Kelasnya udah pasti A-Level semua," pungkasnya.