Soal Becak di Jakarta, Polisi Tegaskan Mengacu ke Perda

29 Januari 2018 13:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pendataan becak di Kecamatan Penjaringan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pendataan becak di Kecamatan Penjaringan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memperbolehkan kembali kendaraan tradisional becak untuk beroperasi di Jakarta. Becak-becak itu nantinya akan beroperasi secara terbatas di pemukiman dan perkampungan. Bahkan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno berencana membuat rute khusus untuk becak.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik. Sebab dengan kembali memperbolehkan becak beroperasi di Jakarta, maka Pemprov DKI melanggar pasal 29 ayat 1 Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Menanggapi rencana Pemprov DKI itu, Polda Metro Jaya selaku aparat penegak hukum menegaskan akan mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) yang ada.
"Kita mengacu ke Perda ajalah," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (29/1).
Becak di Jakarta (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Becak di Jakarta (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Argo berharap Pemprov DKI membuat kebijakan yang cocok bagi warga Jakarta. Sehingga apabila Perda tersebut diterapkan, tidak akan ada gejolak yang ditimbulkan.
"Kita mengharapkan dari Pemprov untuk perhatikan Perda itu," tegasnya.
Pasal 29 ayat 1 Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum menjelaskan soal larangan becak beroperasi di ibu kota. Dijelaskan bahwa melakukan usaha pembuatan, perakitan, penjualan dan memasukkan becak atau barang yang difungsikan sebagai becak, mengoperasikan dan menyimpan becak, mengusahakan kendaraan bermotor/tidak bermotor sebagai sarana angkutan umum yang tidak termasuk dalam pola angkutan umum yang ditetapkan adalah hal yang dilarang.
ADVERTISEMENT
Apabila dilanggar, maka akan dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 30 juta.