Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Soal Dokumen 1965, Menhan Ryamizard Akan Tanya Langsung ke Menhan AS
18 Oktober 2017 18:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku belum melihat dokumen kawat diplomatik Amerika Serikat soal tragedi berdarah tahun 1965. Namun dia akan menanyakan masalah ini langsung ke Menteri Pertahanan Amerika Serikat, James Mattis.
ADVERTISEMENT
"Saya belum tahu. Nanti saya temui menhannya. Saya akan bertemu dengan Menhan Amerika tanggal 25," kata Ryamizard saat ditemui di DPR, Rabu (18/10).
Ada 39 dokumen telegram diplomatik yang dibongkar oleh National Security Archive (NSA) di The George Washington University. Dokumen ini dikirimkan oleh Kedutaan Besar AS di Jakarta ke Kementerian Luar Negeri di Washington.
Dokumen tersebut memuat laporan peristiwa usai pemberontakan G30S/PKI di tahun 1965. Dalam laporan-laporan tersebut, Kedutaan AS melaporkan soal pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan upaya menggulingkan Sukarno.
Ryamizard mengaku belum melihat isi dokumen tersebut sehingga belum bisa berkomentar. "Saya belum baca, masa saya mau berkomentar. Saya baca dulu," kata dia.
Ditanya apakah pengungkapan dokumen ini akan memperkeruh hubungan Indonesia dan AS, Ryamizard mengatakan: "Tergantung kita mau keruh atau tidak. Kalau kita tidak mau, tidak mau lah. Tidak usah. Kadang kita sendiri buat-buat."
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Ryamizard pernah bertemu Mattis di Filipina. Keduanya berbincang selama 1 jam saat itu. "Akan saya tanya ini. Mungkin waktu masih kecil juga dia," kata Ryamizard.
Ditemui di tempat yang sama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga mengaku belum melihat dokumen Kedubes AS tersebut. Namun menurut dia, pengungkapan dokumen rahasia oleh sebuah negara adalah hal biasa.
"Di negara lain itu ada aturan setelah disimpan sekian tahun itu biasa saja. Aturan negara beda-beda. Tapi saya belum tahu, tanya sama BIN," kata Gatot.