Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Rupanya, kebijakan itu dianggap tidak sejalan oleh Presiden Joko Widodo yang lebih menekankan pembatasan skala mikro atau lingkup lebih kecil daripada provinsi.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Bogor, Kamis (10/9).
"Saya ikut mendampingi Presiden kemarin. Beliau menekankan, berdasarkan pengalaman empiris sepanjang menangani pandemi COVID-19. Pembatasan sosial berskala mikro/komunitas lebih efektif menerapkan disiplin protokol kesehatan," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman kepada wartawan, Jumat (11/9).
Fadjroel tak merinci alasan Jokowi menolak secara tidak langsung PSBB skala provinsi yang dipilih Anies. Namun, Jokowi sejak Juni memang sudah menolak karantina skala luas.
"Menurut saya posisi sekarang ini strategi intervensi yang berbasis lokal paling efektif untuk tangani COVID-19. Jadi mengkarantina, isolasi, RT, RW, kampung atau desa, lebih efektif daripada karantina kota/kab. Ini lebih efektif," ucap Jokowi di Posko Penanganan Corona di Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/6).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kebijakan PSBB DKI juga ditentang oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dengan meminta agar perkantoran tetap bisa beroperasi 50 persen. Padahal dalam peraturan PSBB, perkantoran kecuali 11 sektor yang dikecualikan harus bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
"Kami sudah menyampaikan bahwa sebagian besar kegiatan perkantoran melalui flexible working hours. Sekitar 50 persen di rumah, dan 50 persen di kantor, dan 11 sektor tetap dibuka," ujar Airlangga dalam Rakernas Kadin.
Airlangga juga meminta Anies meninjau kembali kebijakan ganjil genap. Sebab, kata dia, 62 persen pasien yang dirawat di Wisma Atlet terpapar corona di transportasi umum.