Sofyan Basir Kaget Dituntut 5 Tahun Bui, Merasa Dikriminalisasi KPK

7 Oktober 2019 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, mengaku kaget dituntut 5 tahun penjara. Sebab, ia merasa tidak terlibat korupsi sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum KPK.
ADVERTISEMENT
"Kaget, kaget, tapi dari awal kejadian kasus ini, kami sudah merasa bahwa ada sesuatu yang dibangun," kata Sofyan Basir ditemui usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/10).
Sofyan mengaku sudah merasa heran ketika rumahnya digeledah KPK pada 15 Juli 2018. Sebab menurut dia, ketika itu, KPK bahkan belum menggeledah para tersangkanya. Namun justru ia yang terlebih dulu digeledah.
"Tersangkanya belum digeledah, saksi sudah didatangi, saya belum menerima surat saksi. Nah, dari itu saja saya sudah menangkap ada kreatifitas yang luar biasa," ujar Sofyan.
"Begitu juga pada saat saya jadi tersangka, prosesnya luar biasa," sambungnya.
Sofyan Basir dituntut 5 tahun penjara karena dinilai terbukti terlibat dalam kasus dugaan suap proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1 di PT PLN.
ADVERTISEMENT
Ia dinilai membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR F-Golkar Eni Maulani Saragih dan bekas Sekjen Golkar, Idrus Marham, menerima suap Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited, Johannes Kotjo. Diduga suap itu agar Kotjo mendapatkan proyek tersebut.
Terdakwa mantan wakil ketua komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menjadi saksi dalam sidang Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Jaksa menilai Sofyan telah terbukti memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN. Pertemuan itu membahas proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1.
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan BNR dan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang dibawa Kotjo.
Terkait hal tersebut, Sofyan Basir tak sependapat. Ia menilai kasusnya bisa menjadi preseden buruk bagi pimpinan BUMN lain.
ADVERTISEMENT
"Ini repotnya pertemuan menjadi sebuah perbantuan, ini sangat berbahaya buat direksi BUMN yang lain. Kalau pertemuan ini semua dianggap perbantuan, bisa diputar balikkan menjadi sebuah perbantuan, berbahaya," ujar dia.
Menurut Sofyan, pertemuannya tak bisa disimpulkan merupakan perbantuan dalam melakukan korupsi. Terlebih proyek PLTU Riau-1 tidak dibiayai APBN.
"Jadi bisa dibayangkan begitu ada direksi melakukan pertemuan-pertemuan dengan para investor dan sebagainya, begitu ada kejadian di luar sana, penyuapan, karena kita sering bertemu dalam rangka marketing, dalam rangka berupaya supaya proyek-proyek ini jalan, kita bisa terkena, dengan tanpa tahu darimana asal usulnya, dan kita tidak menerima apapun, itu sudah dibuktikan tadi," ujar Sofyan.
"Itu saja yang kami sesalkan, dan ini sangat berbahaya untuk para direksi BUMN yang lain," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Atas hal tersebut, Sofyan tak menampik bila kasusnya merupakan bentuk kriminalisasi.
"Bisa begitu, bisa," ucap dia.