Sofyan Basir: KPK Terlalu Bernafsu Mentersangkakan Saya

21 Oktober 2019 17:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Sofyan Basir usai menjalani sidang lanjutan dengan agenda nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Sofyan Basir usai menjalani sidang lanjutan dengan agenda nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, masih tidak bisa menerima status tersangkanya di kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1. Sofyan menuding KPK telah membidiknya untuk menjadi tersangka sejak awal.
ADVERTISEMENT
Sofyan merasa sudah menjadi target sejak KPK menangkap pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Limited, Johannes Kotjo dan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR F-Golkar, Eni Maulani Saragih pada 13 Juli 2018.
Kecurigaan Sofyan muncul karena saat itu KPK langsung menggeledah rumahnya pada 15 Juli 2018. Sedangkan rumah para tersangka lain, kata Sofyan, belum digeledah.
"Perasaan saya bahwa saya telah menjadi 'target' atau 'pesakitan' dapat dilihat ketika KPK melakukan penggeledahan lebih dulu di rumah saya. Padahal hari itu juga saya baru menerima surat pemberitahuan sebagai saksi. Sedangkan untuk tersangka Eni dan Johanes Kotjo justru dilakukan penggeledahan setelah itu," kata Sofyan saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/10).
Nota pembelaan atau pledoi Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Terlihat sekali KPK terlalu bernafsu untuk mentersangkakan saya," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sejak itu, Sofyan mengaku sudah mempersiapkan mental dan psikisnya serta keluarganya bila dia ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk menyiapkan mental menghadapi pemberitaan media serta pandangan masyarakat.
Status tersangka itu pun disematkan KPK kepada Sofyan pada 22 April 2019. Sofyan ditahan pada 27 Mei 2019 atau beberapa hari sebelum Idul Fitri.
"Saya dan keluarga tentu sangat berat menerima kenyataan ini. Bayangkan bagaimana perasaan dan situasi kehidupan kami ketika penahanan dilakukan di akhir bulan Ramadan menjelang Idul Fitri. Begitu tega dan kejamnya mereka memisahkan kami di hari itu," ujarnya.
Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Sofyan Basir saat di sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurut dia, yang dilakukan KPK tersebut untuk membangun citra baik di mata publik. Ia pun merasa disudutkan dengan pemberitaan yang diekspose oleh Humas KPK secara sepihak.
ADVERTISEMENT
"Kami benar-benar telah disudutkan, dianiaya, direndahkan harkat martabatnya. KPK benar-benar mencari popularitas di mata masyarakat dengan 'nama besar' daripada kasus besar," kata Sofyan.
Keheranannya pun bertambah dengan pasal tentang perbantuan yang dijerat KPK terhadapnya. Pasal 56 ayat 2 KUHP itu belum pernah diterapkan KPK.
"Walaupun saya kecewa, marah, dan sakit hati, namun saya tetap menghormati dan mengikuti proses hukum perkara ini," ucap Sofyan.
Jaksa menilai Sofyan Basir terbukti terlibat dalam kasus dugaan suap proyek PLTU MT Riau-1 di PT PLN.
Ia dinilai membantu mantan Eni Maulani Saragih dan bekas Sekjen Golkar, Idrus Marham, menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Diduga suap itu agar Kotjo mendapatkan proyek tersebut.
Jaksa menilai Sofyan telah terbukti memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, Kotjo, dengan jajaran Direksi PT PLN. Pertemuan itu membahas proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, Sofyan memfasilitasi pertemuan itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan BNR dan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang dibawa Johannes Kotjo.
Padahal, kata jaksa, Sofyan mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan fee dari Kotjo sebagai imbalan telah membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau 1 tersebut.
Eni Maulani Saragih mantan anggota DPR RI 2014 - 2019 tiba di gedung KPK untuk diperiksa sebagai saksi korupsi proses pengurusan terminasi kontrak perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) PT AKT di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Menurut jaksa, Eni bersama-sama dengan Idrus menerima uang dari Kotjo secara bertahap sebesar Rp 4,75 miliar. Uang tersebut merupakan fee dari Kotjo.
Perbuatan Sofyan dianggap telah memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 15 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
Sofyan Basir pun mengaku tak kaget dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Lantaran ia sudah merasa ditarget KPK sejak awal.
ADVERTISEMENT