Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Prof. Salim Said meninggal dunia di RSCM pada Sabtu (18/5) sekitar pukul 19.33 WIB. Sejumlah ucapan bela sungkawa disampaikan koleganya.
ADVERTISEMENT
Salah satunya disampaikan oleh tokoh pers yang juga tokoh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ilham Bintang.
"Berita Duka. Selamat malam kawan-kawan semua. Barusan Kak Hera, istri Prof Salim Said, menyampaikan berita duka. Sahabat kita, wartawan senior, tokoh pers dan perfilman Nasional, Prof. DR Salim Said, telah tiada. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun," kata Ilham.
Dubes RI di masa Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mengembuskan napas terakhirnya di RSCM. Ia disemayamkan di rumah duka di Jalan Redaksi, Kompleks Wartawan PWI Cipinang, Jakarta Timur.
Sudirman Said: Kita Kehilangan Pemikir Kenegaraan
Tokoh lain yang berduka adalah Sudirman Said. Mantan Menteri ESDM itu berbelasungkawa atas meninggalnya Salim Said. "Kita kehilangan salah satu pemikir politik kenegaraan yang sangat tajam dalam melihat berbagai persoalan bangsa," kata Sudirman.
ADVERTISEMENT
"Sampai saat-saat sebelum sakit, Prof. Salim Said terus aktif menyuarakan berbagai pemikiran yang berpihak pada kepentingan publik," sambungnya.
Sudirman menyebut, semasa hidupnya Salim Said aktif dalam diskusi-diskusi bersama sejumlah tokoh, termasuk dengan almarhum Ichsan Loulembah.
Di mata Sudirman, Salim adalah sosok yang sangat memberi inspirasi. Selain itu, Salim juga dianggap sebagai ilmuwan yang memahami peran politik ABRI sejak masa orde baru hingga reformasi.
"Yang sangat memberi inspirasi bagi saya adalah, Prof Dr Salim Said seorang pembelajar sejati. Pendidikan formalnya diawali dengan seni, lantas menjadi kritikus film dan wartawan yang amat menonjol tulisan-tulisannya. Dengan itu beliau mendapat beasiswa hingga menyelesaikan PhD di bidang politik," imbuhnya.
"Dr. Salim Said adalah di antara sedikit ilmuwan yang memahami sangat dalam peran politik ABRI (TNI) dalam transisi sejak masa orde baru hingga era reformasi," lanjutnya.
Menurut Sudirman, Salim adalah sosok yang bersahaja dan selalu terbuka dalam setiap diskusi terkait tata negara atau politik. Ia mengaku kerap berdiskusi dengan Salim Said. Diskusi tersebut bahkan kerap kali hingga larut malam.
ADVERTISEMENT
"Hidup pribadi Dr. Salim Said sangat bersahaja, tetapi pikirannya dan karya-karya ilmiahnya sangat mewarnai khazanah politik kenegaraan," ungkapnya.
"Di saat-saat tertentu ketika melihat berbagai penyimpangan atau ketidakberesan dalam urusan tata negara atau politik, beliau bisa menelepon tengah malam untuk mengajak diskusi, atau bertemu untuk bertukar informasi. Saya sangat menikmati diskusi dengan beliau, karena memperkaya perspektif dalam memahami berbagai persoalan," sambungnya.
Sudirman mendoakan Salim semoga husnul khatimah.
Karangan Bunga dari Prabowo hingga Anies
Pantauan kumparan di lokasi pada Minggu (19/5) dini hari, banyak karangan bunga yang dikirimkan ke rumah duka.
Salah satunya dari Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. Tepat di samping itu, ada juga karangan bunga kiriman eks Gubernur DKI, Anies Baswedan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada pula karangan bunga dari Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti; Ketua SETARA Institute, Hendardi; eks Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany; eks Wagub Jawa Barat, Deddy Mizwar.
Kemudian, Dubes RI untuk Jepang, Heri Akhmadi; Dirkensihan Kemenhan, Brigjen TNI Steve Parengkuan; Kasdam IV/Diponegoro, Brigjen TNI Budi Irawan; hingga Dubes RI untuk Thailand, Rachmat Budiman.
Sosok Salim Said
Salim adalah pria kelahiran 10 November 1943 di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Dia pernah menempuh pendidikan Akademi Teater Nasional Indonesia (1964-1965), Fakultas Psikologi UI (1966-1967), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (1977), dan meraih Ph.D. dari Ohio State University, Columbus, Amerika Serikat (1985).
Selain itu, Salim juga diketahui pernah menjadi redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata, dan redaktur majalah Tempo (1971-1987).
ADVERTISEMENT
Sederet karya buku yang ia tulis adalah Profil Dunia Film Indonesia (1982), Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini, dan Kelak (2001), Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian (2013) dan Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto.
Di masa pemerintahan SBY, Salim pernah menjabat Duta Besar untuk Ceko periode 18 Oktober 2006-10 Agustus 2010.