Sosok Djuyoto Suntani yang Viral, Mati Suri dan Jadi Presiden Perdamaian Dunia

15 Mei 2020 15:18 WIB
Djuyoto Suntani (kiri) saat menandatangani dokumen Peradaban Baru Satu Keluarga Bumi di Eropa. Foto: Dok. Djuyoto Suntani
zoom-in-whitePerbesar
Djuyoto Suntani (kiri) saat menandatangani dokumen Peradaban Baru Satu Keluarga Bumi di Eropa. Foto: Dok. Djuyoto Suntani
Nama Djuyoto Suntani beberapa waktu belakangan ini viral di whatsapp group. Penyataan Djuyoto yang merupakan presiden dari organisasi perdamaian dunia yang didirikannya, The World Peace Committee (TWCP), meminta PSBB di seluruh Indonesia disetop ramai diperbincangkan.
Mari kita mulai soal sosok Djuyoto yang diwawancarai kumparan pada Kamis (14/5) sore.
Djuyoto Suntani sudah mengelilingi 90 persen negara yang ada di bumi ini. Ia bermimpi ingin mewujudkan tatanan dunia baru. Ambisi itu sudah ada di benaknya ketika masih kecil.
Namanya dibicarakan setelah dia meminta Presiden Jokowi agar menghentikan PSBB di seluruh Indonesia. Siapa sebenarnya Djuyoto Suntani ini?
Djuyoto Suntani bersama Presiden Republik Hongaria HE Mr Ferenc Mall (kiri) dan Ketua Parlemen National Republik Hongaria HE Dr Katalin Szili. Foto: Dok. Djuyoto Suntani
“Saya lahir di pelosok, Plaza (Plajan), Kecamatan Pakis Aji, Jepara, Jateng. Saya lahir Sabtu Pahing, kalau orang Jawa itu pasaran paling tinggi,” ujar Djuyoto kepada kumparan, Kamis (14/5).
Lalu ia menceritakan tentang keluarganya. Ia merupakan anak pengurus desa. Ia memiliki lima saudara.
“Saya diapit kakak Naryo dan adik Yatman, [mereka] meninggal. Orang Jawa sebut anak kuwung (pelangi),” lanjutnya.
Karena tradisi itu ia diharuskan memakai kain tujuh rupa warna pelangi ketika disunat. Namun malangnya, ia mengalami kehabisan darah setelah disunat.
“Ketika disunat pada umur 11 tahun, pakai dukun kampung, [saya] meninggal karena kehabisan darah. Setelah 8 jam dibawa ke makam, alhamdulilah hidup lagi sampai sekarang,” akunya.
Djuyoto tak mempunyai banyak teman pada saat kecil. Bahkan tak ada katanya. Ia lebih memilih merenung dan belajar dengan alam. Dari renungan inilah, ia berniat mengubah tatanan dunia.
“Tinggal di desa saya anggap dunia paling timur Gunung Muria, kemudian paling jauh itu Laut Jawa karena matahari tenggelam di sana, saya terus merenung,” kenangnya.
Djuyoto Suntani (kanan) bersama Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan para menteri usai meresmikan di Kupang Foto: Dok. Djuyoto Suntani
Djuyoto menghabiskan masa kecil di Jepara. Ia pernah sekolah di SMA N Jepara. Lalu, ia melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Ia juga studi S2 dan S3. Akan tetapi, ia tak menyebutkan nama kampusnya.
“Kuliah di Yogya, di beberapa tempat kemudian ambil S2 dan S3 di luar (negeri),” ucapnya tanpa mau menyebut negara yang dia maksud.
Sebelum menjadi mendirikan dan menjadi presiden The World Peace Committee (TWPC), ia sempat berprofesi sebagai wartawan, akunya. Ia bekerja untuk media 'Kedaulatan Rakyat' di Yogyakarta sekitar tahun 1980-an. Lalu, ia pindah ke media ‘Prioritas’ pada 1986.
“Saya ingin tahu profesi yang mandiri dan fleksibel jadi saya jadi wartawan,” tandas Djuyoto.
Ia tak menceritakan lebih lanjut pekerjaan selanjutnya setelah mundur dari dunia media. Ia lalu membentuk TWPC pada 1997 di Swiss. Hingga namanya kemudian ‘mendunia’.
Dia menciptakan gerakan perdamaian lewat Gong Perdamaian Dunia. Sejumlah gong telah ditempatkan di beberapa daerah di Indonesia dan luar negeri, sebagai simbol perdamaian dunia.
Pada 2007, Djuyoto menulis buku berjudul 'Tahun 2015 Indonesia Pecah'. Dia memprediksi Indonesia akan pecah menjadi 17 karena konspirasi global, yang dimulai dengan krisis ekonomi tahun 1997.
Djuyoto Suntani pernah mengeluarkan biografi dalam bentuk film dan buku. Film dengan judul ‘Bapak Pemersatu Bangsa’ itu diluncurkan di Pendopo Kabupaten Jepara pada 3 Januari 2009. Meski begitu, sutradara film tersebut, Rama Denaru, mengatakan tak ada proses syuting.
“Itu hanya edit-edit footage untuk akun YouTubenya,” ujar Rama pada Rabu (13/4).
Untuk buku biografi milik Djuyoto telah tersedia dalam 9 bahasa. Buku tersebut diedit oleh Denisa Gokovi, wanita berkebangsaan Albania sekaligus duta budaya TWPC.
Djuyoto Suntani berada di kantornya di Kualalumpur, Malaysia. Foto: Dok. Djuyoto Suntani
“Itu [Gokovi], adik sepupu di sana. Artis top. Masih keluarga saya di sana,” ujarnya.
Ia memiliki dua orang istri. Yang pertama adalah istri di Eropa yang dikatakan sebagai ketua parlemen, tanpa dia sebutkan parlemen negara mana. Sementara itu, ia juga menikahi wanita asal Jateng.
“Saya sudah mempunyai cucu dua, Indonesia satu dan Eropa satu. Keseimbangan (dunia) Barat dan Timur,” pungkasnya.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.