Sosok Johanis Tanak, Pensiunan Jaksa Pengganti Lili Pintauli di KPK

29 September 2022 10:45 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ruang Rapat Komisi III, DPR RI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ruang Rapat Komisi III, DPR RI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pensiunan jaksa, Johanis Tanak, melenggang ke Gedung Merah Putih KPK. Dia terpilih menjadi Komisioner KPK menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mundur. Tanak terpilih usai menjalani proses fit and proper test di Komisi III DPR RI.
ADVERTISEMENT
Johanis terpilih usai berhasil mengalahkan pesaingnya, Inspektur Utama di BPK RI, I Nyoman Wara. Melalui mekanisme one man one vote dari seluruh anggota Komisi III DPR RI, Tanak unggul dengan perolehan suara 38, sementara Wara 14 suara.
Nama Tanak pun akan segera dibawa oleh Komisi III ke Rapat Paripurna terdekat untuk disahkan.
Siapa Johanis Tanak?
Tanak sejatinya bukan sosok baru yang mengikuti seleksi menjadi pimpinan KPK. Dia adalah satu dari lima nama yang tidak terpilih dalam seleksi pimpinan pada 2019 lalu, untuk periode 2019-2023. Kini, dia terpilih menempati posisi yang ditinggalkan Lili Pintauli dan akan efektif bekerja hingga akhir 2023 di sisa kepemimpinan pimpinan KPK jilid V.
Tanak merupakan satu-satunya jaksa yang masuk 10 besar calon pimpinan KPK 2019-2023. Saat proses seleksi itu, dia masih menjabat Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
ADVERTISEMENT
Dia juga pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada 2020. Kini ia telah pensiun.
Johanis juga tercatat pernah juga menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau (2014) serta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada (2016).
Tanak merupakan alumnus Fakultas Hukum Unhas tahun 1983 dan pada Juni 2019 lalu ia lulus disertasi untuk mendapatkan Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Airlangga.
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock

Harta Kekayaan

Tanak tercatat telah melaporkan harta kekayaan yang teranyarnya ke KPK pada 14 April 2022 untuk masa periodik 2021. Laporan tersebut dalam jabatan jaksa fungsional di Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Berikut rinciannya:
Pengadilan Suka Makmue, Aceh, mendamaikan terdakwa dan korban sebagai bentuk restorative justice. Foto: Pengadilan Negeri Suka Makmue

Restorative Justice untuk Kasus Korupsi

Dalam paparannya saat fit and proper test di Komisi III DPR RI, Tanak sempat mengungkapkan ide soal restorative justice (RJ) diterapkan untuk kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
"Saya mencoba berpikir untuk RJ untuk tindak pidana korupsi. Restorative justice. Tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu bisa diterima? harapan saya bisa diterima. Karena pikiran saya, RJ tidak hanya bisa dilakukan pada tindak pidana umum termasuk juga perkara tindak pidana khusus dalam hal ini korupsi," kata Tanak.
Dia menilai, RJ bisa saja diterapkan meski dalam pasal 4 UU Tipikor, disebutkan bahwa apabila ditemukan kerugian negara maka tidak bisa menghapus proses tindak pidana korupsi. Dia menggunakan teori hukum untuk menjawab kendala itu.
"Hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada, peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan dengan aturan yang ada setelahnya," kata Tanak.
Dia pun kemudian merujuk pada UU tentang BPK. RJ ini dinilai bisa mengacu pada UU tersebut. Dia menjelaskan, dalam UU BPK, apabila dalam audit investigasi BPK ditemukan suatu kerugian keuangan negara, maka BPK akan memberikan kesempatan 60 hari kepada yang bersangkutan untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tetapi saya kemudian berpikir, kalau kemudian mengembalikan keuangan negara maka pembangunan dapat berlanjut. Tapi dia sudah melakukan suatu perbuatan yang menghambat proses pembangunan," kata dia.
"Kalau saya ilustrasikan, kalau saya meminjam uang di bank, kalau saya minjam ada bunganya, Pak. Dari pokok kemudian bunga. Kemudian ketika saya melakukan penyimpangan saya dapat dikenakan denda. Jadi selain bayar bunga, bayar juga denda. Saya punya pemikiran walaupun belum ada di UU Tipikor, tapi bisa juga diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum mungkin dengan perpres. Di mana nantinya ada yang lakukan korupsi saya berharap dia dapat kembalikan uang tersebut, dia kena denda juga kena sanksi juga. Kalau dia rugikan negara Rp 10 juta, dia kembalikan ke negara Rp 20 juta. Jadi uang negara tidak keluar, PNBP untuk negara ada," sambung dia.
Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Johanis Tanak mengikut uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ruang Rapat Komisi III, DPR RI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Setelah paparan di depan Komisi III DPR RI, Tanak juga bicara soal ide ini kepada wartawan. Dia mengungkapkan, sangat memungkinkan ide tersebut diterapkan. Dia mencontohkan kasus petinju dunia, Mike Tyson.
ADVERTISEMENT
"Saya kasih contoh, kenal Mike Tyson? Dia dihukum berapa tahun? Sebelum habis masa hukuman dia bayar pada negara. Setelah itu dia bebas. Setelah itu dia takut melakukan lagi kejahatan, karena capek cari duit. Saya ditangkap hanya untuk bayar lagi," kata dia.
Kemudian di Belanda, lanjut Tanak, rutan itu kosong. Sebab biaya yang dikeluarkan sangat besar untuk memproses sebuah perkara.
"Sekarang di Belanda rutan kosong. Berapa besar biaya untuk memproses suatu proses perkara. Sementara yang namanya korupsi, negara berusaha bagaimana caranya uang negara tak keluar. Tapi dengan proses seperti itu, berapa banyak uang negara yang harus keluar," kata Tanak.
"Sebab tindak pidana korupsi beda dengan tindak pidana umum. Jangan sampai uang negara keluar kalau korupsi ini. Tapi kalau sudah keluar, tambah lagi proses, berapa banyak lagi uang negara keluar. Ini yang harus dipikirkan oleh negara sehingga dana negara untuk pembangunan demi keadilan masyarakat bangsa negara itu tercapai," pungkas dia.
ADVERTISEMENT