Sosok Rudy Alfonso: Calon Dubes Portugal yang Pernah Jadi Saksi Kasus e-KTP

26 Juni 2021 9:16 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rudy Alfonso dan Setya Novanto Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rudy Alfonso dan Setya Novanto Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Jokowi telah mengirimkan 32 nama calon duta besar kepada DPR. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membenarkan soal adanya usulan calon dubes tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sudah diterima pimpinan DPR minggu lalu," ucap Dasco kepada wartawan, Jumat (19/2).
Berdasarkan informasi yang diterima kumparan, sejumlah nama tak asing masuk daftar tersebut. Mulai dari eks Menkes Terawan Agus Putranto hingga Ketua KADIN Rosan Roeslani.
Dari puluhan nama tersebut, ada satu nama yang cukup menarik perhatian. Dia adalah Rudy Alfonso yang diusulkan untuk menjadi dubes di Lisbon, Portugal.
Siapa dia?
Rudy lahir di Mambi, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat pada 15 September 1965. Ia merupakan seorang advokat sekaligus politikus Partai Golkar.
Rudy merupakan lulusan S1 dan S2 Universitas Krisnadwipayana Jakarta.
Pada 2008, ia mendirikan kantor hukum Alfonso and Partners. Setahun kemudian, yakni pada 2009, ia menjabat di Departemen Hukum dan HAM DPP Partai Golkar.
ADVERTISEMENT
Ia tercatat pernah mengikuti orientasi fungsionaris Partai Golkar pada 2012. Ia juga pernah mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI pada 2013 di daerah pemilihan Banten II, tetapi gagal.
Nama Rudy sempat hangat diperbincangkan pada pertengahan 2017. Saat itu, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tengah terjerat kasus di KPK.
Rudy yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPP Hukum dan HAM Golkar diperintahkan oleh Sekjen partai beringin saat itu, Idrus Marham, untuk mengawal kasus Setnov.
Mulanya, Golkar hendak memberikan bantuan hukum. Tetapi, Setnov memilih tim pengacaranya sendiri. Salah satunya Fredrich Yunadi, yang dikenal dengan ungkapan 'benjol segede bakpao'.

Jadi Saksi di KPK Terkait Kasus Ratu Atut

Rudy sempat menjadi saksi di KPK. Pada 2014, ia diperiksa oleh lembaga antirasuah terkait kasus yang menjerat Gubernur Banten saat itu Ratu Atut Chosiyah. Atut saat itu merupakan tersangka kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
ADVERTISEMENT
Kasus ini berawal dari hasil Pilkada Lebak di mana pasangan Amir-Kasmin kalah dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi.
Pasangan itu kemudian menggugat ke MK. Ternyata ada campur tangan Atut dalam gugatan tersebut. Ia menyuap Akil untuk memenangkan pasangan Amir-Kasmin.
MK akhirnya mengabulkan gugatan Amir-Kasmin dan membatalkan keputusan KPU Lebak tentang hasil penghitungan perolehan suara. MK memerintahkan dilakukannya perhitungan ulang.
Karena adanya tindakan rasuah ini, Atut sudah divonis 4 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Hukumannya kemudian diperberat jadi 7 tahun di tingkat kasasi. Ia kini tengah menempuh Peninjauan Kembali. Sementara Akil, dihukum 1o tahun bui.
Saat itu, Rudy dimintai keterangan oleh KPK sebagai saksi. Sebab, kantor hukumnya disebut menangani perkara gugatan Pilkada Lebak tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia pernah bertemu dengan Atut dan juga beberapa pihak lain di Hotel Sultan untuk membicarakan soal sengketa Pilkada. Saat itu, ada dua sengketa yang dimintakan untuk ia tangani.
Sengketa itu adalah Pilkada Lebak dan Tangerang. Ia hanya menyanggupi untuk mengusut Pilkada Tangerang. Sementara tidak untuk Pilkada Lebak.
Namun, Rudy membenarkan bahwa kantor hukumnya itu dipakai dalam dokumen-dokumen untuk advokasi permohonan penyelesaian Pilkada Lebak. Tetapi, ia sendiri tidak tergabung di dalam tim kuasa hukumnya.

Saksi Kasus e-KTP

Pada 1 November 2017, ia pernah diperiksa sebagai saksi oleh KPK terkait kasus e-KTP untuk Anggota DPR RI Markus Nari. Markus merupakan tersangka dugaan menghalangi penyidikan kasus e-KTP. Ia sudah divonis 8 tahun di tingkat kasasi.
ADVERTISEMENT
Markus adalah orang yang diduga mengintimidasi eks Anggota Komisi II DPR, Miryam S. Haryani agar memberikan keterangan yang tidak benar pada persidangan kasus e-KTP.
Markus diduga tidak secara langsung mengintimidasi Miryam, melainkan melalui advokat Anton Taufik. Anton sendiri disebut merupakan salah satu staf di kantor Rudy Alfonso.
Saat bersaksi untuk Miryam, Anton mengaku pernah bertemu Miryam di kantor Elza. Anton menjelaskan kedatangannya saat itu disuruh oleh Markus Nari, untuk mendapatkan BAP Miryam untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, dua pegawai Kemendagri yang sudah divonis. Bahkan, kata Anton, Markus meminta Aga Khan, pengacara Miryam, untuk menekan Anton.
Hal itu bermula saat Markus menjanjikan sejumlah uang ke Anton, jika Anton berhasil mendapatkan BAP Miryam. Anton mengaku, dia mendapat BAP Miryam dari Panitera Pengadilan Jakarta Pusat bernama Suswanti.
ADVERTISEMENT
Setelah mendapatkan BAP Miryam, kata Anton, Markus menyuruhnya untuk menyerahkan salinan tersebut ke Advokat Elza Syarief selaku teman dekat Miryam.
Miryam kemudian mencabut seluruh keterangannya dalam BAP di perkara korupsi e-KTP. Namun keterangan itu dicabut seluruhnya karena pengakuan Miryam yang mendapat tekanan dari penyidik KPK.
Miryam kemudian dijerat tersangka memberikan keterangan palsu di pengadilan. Ia telah divonis 5 tahun akibat perbuatannya. Salah satu pertimbangan hakim, perbuatan dia menghambat proses penyidikan kasus e-KTP.
Terkait Rudy, setelah diperiksa oleh KPK, ia membantah semua tudingan tersebut, termasuk dugaan keterlibatan mengatur agar Miryam mencabut BAP.
"Enggak ada. Bohong itu, siapa yang ngomong gitu? Ngawur aja," kata Rudy di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (1/11/2017).
ADVERTISEMENT