Sosok Ruhana Kuddus, Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2019

7 November 2019 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jurnalis perempuan pertama di Indonesia, Roehana Koeddoes. Foto: Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis perempuan pertama di Indonesia, Roehana Koeddoes. Foto: Wikipedia
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo akan menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2019 kepada beberapa tokoh di Istana Negara, Jumat (8/11) esok. Salah satu yang telah disetujui untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional adalah almarhumah Ruhana Kuddus.
ADVERTISEMENT
Roehana Koeddoes (atau Ruhana Kuddus dengan ejaan kini) adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Wanita kelahiran Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, ini lahir pada 20 Desember 1884.
Sejak remaja, Ruhana memiliki komitmen kuat pada bidang pendidikan, khususnya untuk kaum perempuan. Bisa dibilang, ia hidup di zaman yang sama dengan RA Kartini yang sama-sama memperjuangkan hak pendidikan untuk perempuan.
Ruhana kecil memiliki semangat belajar yang tinggi. Bacaan berbahasa Belanda ia pun baca dan pelajari. Hal itu membuatnya fasih berbahasa Belanda.
Jurnalis perempuan pertama di Indonesia, Roehana Koeddoes. Foto: Wikipedia
Saat mengikuti ayahnya bertugas sebagai pegawai pemerintahan kala itu, Ruhana bertemu dengan keluarga-keluarga Belanda. Dari istri pejabat Belanda itulah Ruhana belajar menjahit dan menyulam. Ia lalu menikah dengan seorang notaris bernama Abdul Haris saat usianya menginjak 24 tahun.
ADVERTISEMENT
Perjuangannya di dunia literasi di dunia jurnalistik dimulai saat ia menulis untuk surat kabar Poetri Hindia pada 1908. Ruhana meliput dan menulis beritanya sendiri. Dia juga mengirimkan artikelnya ke media lainnya.
Setelah dari Poetri Hindia, Ruhana bekerja untuk surat kabar Oetoesan Melajoe yang telah terbit sejak 1911. Kala itu, Ruhana mendapatkan apresiasi dari pemilik Oetoesan Melajoe, Datoek Soetan Maharadja, untuk menerbitkan surat kabar sendiri.
Kariernya terus menanjak setelah menjadi pendiri surat kabar Soenting Melajoe, yang didirikan pada 1912. Surat kabar tersebut didirikannya atas dasar keinginan berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan bagi kaum perempuan.
Surat kabar itu menjadi yang pertama dipimpin dan ditulis oleh perempuan. Dia juga menjadi pemimpin dia media lain, ia mengirim tulisan dengan tulisan tangan yang berisikan kegiatan-kegiatan wanita hingga peristiwa politik.
ADVERTISEMENT
Selain aktif di dunia pers, Ruhana juga dikenal aktif sebagai penggerak kerajinan di Sumbar. Setelah menikah, ia mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan yang dinamai Sekolah Kerajinan Amai Setia.
Baginya, dengan memberikan pelatihan keterampilan, para perempuan tetap bisa mendapatkan pendidikan, yang kala itu sulit didapatkan.
Selama hidupnya, Ruhana mendorong pola pikir kaum perempuan untuk kemajuan bangsa.
Ia meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 dalam umur 87 tahun.
Ruhana sebelumnya pernah diusulkan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 2018 lalu. Namun, dalam seleksi final oleh Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial, namanya tersisih.
Tahun ini, nama Ruhana kembali diusulkan. Bedanya, kali ini almarhumah dipastikan akan menerima anugerah Gelar Pahlawan Nasional 2019.
ADVERTISEMENT
Ruhana memang bukan pahlawan yang turun ke medan perang. Dia menjadi pahlawan karena memperjuangkan hak-hak perempuan lewat pemikiran dan tulisannya.