Sri Mulyani Akan Kenakan Pajak e-Commerce dalam Waktu Dekat

21 Agustus 2017 14:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani di penertiban impor berisiko tinggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani di penertiban impor berisiko tinggi (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan akan mengenakan pajak untuk transaksi perdagangan secara online atau e-commerce dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Saat ini, hal tersebut masih dilakukan pengkajian secara mendalam terkait model dan cara transaksi seperti apa yang akan dikenakan pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, transaksi perdagangan secara digital tersebut sebenarnya bisa lebih terdeteksi dibandingkan transaksi secara konvensional. Namun permasalahannya terletak pada transaksi digital yang dilakukan antarnegara yang sulit dilacak.
"Kalau negara besar seperti Indonesia, nanti seperti Australia, pemiliknya di mana, jualnya di mana, pajaknya gimana? Bagian penerimaan ini akan jadi bagian yang dinamis," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/8).
Sementara itu, Ketua Tim Reformasi Perpajakan Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, pihaknya memahami adanya pola pergeseran transaksi masyarakat dari konvensional ke online. Dia pun berharap dalam waktu dekat pihaknya telah mendapatkan model yang tepat untuk pengenaan pajak tersebut.
ADVERTISEMENT
"Semoga tidak terlalu lama kami bisa definisikan model transaksi dan bagaimana memajaki," katanya.
Ilustrasi Belanja (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Belanja (Foto: Thinkstock)
Selain itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pihaknya akan membuat kompetisi yang sama atau level of playing field antara pelaku e-commerce dengan pelaku usaha secara konvensional.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi juga mengatakan hal yang serupa. Sebab, selama ini transaksi secara online yang dapat dilihat oleh pihak Bea dan Cukai hanya ekspor impor barang-barang yang terlihat fisiknya atau tangible. Sementara barang-barang intangible atau tidak dapat terlihat secara fisik, seperti software, masih sulit untuk terdeteksi.
"Model konvensional dan e-commerce ini dibedakan, yang tangible dan intangible. E-commerce bisa juga yang tangible, tapi bisa juga yang intangible, kayak software, ini level of playing field nya harus kami perhatikan, termasuk di kepabeanan," jelas Heru.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, otoritas moneter juga akan merekam data transaksi online dengan memanfaatkan Big Data. Nantinya, Bank Indonesia dapat melihat sekitar 60 persen transaksi online yang ada di Indonesia.
"Masih tahap awal, terus kami kembangkan, kan tambah terus perusahaan e-commerce-nya, at least 60 persen transaksi online nantinya bisa kami capture. Beberapa dari mereka sudah tanda tangan kerja sama dengan kami, tapi kami masih cleaning data, kami belum bisa mengeluarkan beberapa perkembangan dari waktu ke waktu," kata Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati, Senin (7/8).