Staycation Bareng Pacar atau FWB, Apakah Bisa Dipidana?

26 November 2022 13:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pasangan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Gen Z barangkali tak asing dengan staycation, yakni menghabiskan waktu libur di penginapan. Istilah yang mulai booming sejak pandemi itu kini bergeser ke arah check in bareng pasangan ataupun FWB untuk kepentingan seks. Lantas, bisakah pelakunya bisa dikenai pidana?
ADVERTISEMENT
Ahli pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, jika pelaku yang terlibat sama-sama belum menikah dan keduanya di atas 17 tahun, maka perilaku staycation dianggap sebagai kesepakatan orang dewasa. Artinya, keduanya tak bisa dikenai pidana kalau sama-sama dewasa.
Lain halnya kalau salah satu pelaku masih di bawah umur.
“Kalau satunya umurnya 15 tahun di bawah itu dianggap anak-anak kena perkosaan. Sehingga kalau terjadi hubungan seksual dengan perempuan di bawah 15 tahun, meskipun sama sama mau, itu dianggap pemerkosaan, apalagi kalau laki-lakinya lebih dari 17 tahun,” terang Abdul saat dihubungi kumparan, Kamis (24/11).
Pakar Pidana, Abdul Fickar Hadjar. Foto: Dokumentasi Pribadi/HO ANTARA
Menurutnya, perilaku seks bebas merujuk pada pria dan wanita yang belum terikat perkawinan. Namun, kalau salah satu pelaku sudah menikah, maka dalam hukum itu disebut perzinahan. Mereka yang melakukan bisa dikenai pidana jika ada yang melaporkan atau delik aduan.
ADVERTISEMENT
“Kalau dua-duanya belum terikat perkawinan itu enggak bisa, hukum enggak bisa menjangkau sekalipun, karena itu kehendak bebas mereka. Kalau orang dewasa itu mereka punya kehendak mereka sendiri,” tegasnya.
Abdul menjelaskan, perzinahan telah diatur dalam KUHP Pasal 284. Pasal ini menyebut ancaman hukuman perzinahan adalah 9 bulan penjara jika terbukti bersalah. Perzinahan juga dibahas dalam RKUHP. Ketentuan soal ini mendapat atensi publik, terutama pada pasal yang mengatur ranah privat maupun perilaku pribadi warga negara yang dapat dikenai pidana.
Ilustrasi nonton film dengan pacar. Foto: Shutter Stock
Misalnya yang tercantum dalam Pasal 417 RKUHP tentang zina, Pasal 418 RKHUP tentang larangan tinggal bersama sebagai suami istri di luar pernikahan, serta Pasal 414-416 RKUHP yang mengatur ancaman pidana terhadap hak atas kesehatan dan reproduksi.
ADVERTISEMENT
Terkait ini, Abdul kembali menekankan bahwa yang disebut perzinahan adalah jika salah satu dari pasangan itu terikat pernikahan.
“Bukan perzinahan kalau sama-sama lajang. Kalau agama, ya. Kalau KUHP, kalau dua-duanya belum terikat perkawinan, itu bukan perzinahan,” kata Abdul.
Infografik kasus HIV Indonesia. Foto: kumparan
Lalu, bagaimana dengan hotel tempat para muda mudi mempraktikkan budaya hookup saat staycation?
“Hotel itu enggak bisa dituntut, karena dia tidak dengan sengaja menyediakan fasilitas untuk orang-orang yang melakukan perzinaan, dia itu hanya menyediakan untuk orang orang yang mau menginap disitu. Orang-orang yang menginap disitu mau dia pasangan keluarga atau bukan, itu bukan urusan hotel,” jelas Abdul.
Menurut dosen Fakultas Hukum UNS Dr. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H., KUHP hanya bisa mempidana muncikari. Dia menyebut pemerintah daerah perlu membuat Perda yang bisa mengatasi perilaku ini.
ADVERTISEMENT
"Contoh di Solo ada Perda untuk itu, meskipun redaksi Perda-nya tidak berbunyi hookup culture," kata Rehnalemken, Jumat (25/11).
Ilustrasi berhubungan seks. Foto: Getty Images
Meski secara umum tidak bisa dipidana, pelaku FWB berpotensi tertular penyakit seksual. Salah satunya adalah HIV yang hingga saat ini belum bisa sembuh total.
Pakar andrologi dan seksologi Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, menyebut melakukan aktivitas seksual lebih dari satu orang tidak disarankan dalam dunia kesehatan.
"Nah yang di sini bahayanya kalau kemudian berganti-ganti pasangan. Mengapa? karena kita tidak tahu pasangan itu siapa, sehat atau tidak, nah itu masalahnya," ujar dr.Wimpie.
Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menjelaskan, budaya hookup tidak ada urusannya dengan staycation. PHRI sebagai organisasi yang punya orientasi pariwisata pun cukup menyayangkan soal pergeseran makna staycation ini. Pasalnya, staycation sebetulnya memiliki arti liburan yang menginap. Pergeseran makna staycation seakan merusak citra penginapan.
Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran. Foto: kumparan
Demi menghindari aktivitas ilegal, pihak hotel memiliki beragam aturan yang harus ditaati tamu dan tersedia di kamar. Termasuk dilarang melakukan perzinahan dan prostitusi.
ADVERTISEMENT
“Ya, tadi regulasi, SK ketentuan menginap. Jika itu dilakukan, itu bukan kesalahan. Sehingga, kami membuat aturan yang harus dipahami oleh tamu, jadi ketika kami buat, tamu harus ikuti. Walaupun dibayar, ya bukan berarti bisa berbuat sesukanya. Jadi kalau ada kejadian seperti itu, ya karena fungsi hotel kan bukan itu, seperti yang sudah disebutkan, ada aturan, ada UU, ada SOP,” ujar Maulana, Rabu (23/11).