Streisand Effect: Paradoks Penyensoran Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Sukatani

22 Februari 2025 12:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Band punk asal Purbalingga, Sukatani. Foto: isntagram/@sukatani.band
zoom-in-whitePerbesar
Band punk asal Purbalingga, Sukatani. Foto: isntagram/@sukatani.band
ADVERTISEMENT
Lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ seakan menjadi anthem dalam aksi #IndonesiaGelap pada Jumat kemarin. Tidak hanya di Jakarta, massa aksi yang menyanyikan lagu tersebut juga terjadi di Bandung hingga Surabaya.
ADVERTISEMENT
Padahal, seminggu sebelumnya, mungkin tidak banyak orang yang tahu lagu tersebut.
Upaya pemberedelan sebuah karya seni memang seringkali menghasilkan paradoks bernama Streisand Effect. Alih-alih lenyap, karya seni yang diberedel justru semakin banyak diketahui publik. Inilah yang tengah terjadi pada band Sukatani dengan lagunya Bayar Bayar Bayar.
Bila Sukatani tidak merilis video permintaan maaf pada Kamis (20/2), band beraliran punk new wave ini mungkin masih hanya dinikmati oleh segelintir orang. Band yang digawangi Ovi alias Twister Angel (vokalis) dan Alectroguy (gitaris) ini pada dasarnya bukanlah band arus utama. Terbentuk pada 2022, mereka berasal dari komunitas yang niche dan segmented.
Band punk asal Purbalingga, Sukatani. Foto: instagram/@sukatani.band
Mengutip Britannica, istilah Streisand Effect muncul dari sebuah fenomena di ruang digital pada 2003. Sebutan ini diambil dari nama aktris asal Amerika Serikat, Barbra Streisand, yang menjadi contoh kasus besar dari fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Pada tahun itu, Barbra Streisand menggugat seorang fotografer bernama Kenneth Adelman. Adelman sebelumnya memotret garis pantai di California dari helikopter dan mengunggahnya ke internet.
Foto-foto jepretan Adelman dibagikan secara gratis kepada publik dan bebas digunakan untuk kepentingan nirlaba maupun penelitian ilmiah. Nah, di antara 12 ribu foto yang dijepret Adelman, ada satu foto yang menampilkan rumah besar milik Streisand.
Penyanyi/aktris Barbra Streisand tampil di atas panggung pada Academy Awards Tahunan ke-85 pada 24 Februari 2013 di Hollywood, California. Foto: AFP/ROBYN BECK
Sang artis yang sebelumnya punya pengalaman dilecehkan dan dikuntit oleh penggemar memutuskan menggugat Adelman. Kala itu, Streisand menggugat Adelman sekitar USD 50 juta lantaran khawatir privasinya bisa terganggu akibat foto tersebut.
Meski foto itu sudah diunggah ke internet, foto rumah Streisand sebetulnya hanya diunduh enam orang, termasuk pengacara Streisand sendiri. Namun, setelah Streisand menggugat foto itu, orang justru sadar dan mengunduhnya lebih dari 400 ribu kali.
ADVERTISEMENT
Sialnya, Streisand juga kalah di pengadilan dan mesti membayar biaya hukum atas kasus itu. Hakim menolak gugatan Streisand lantaran berkeyakinan bahwa alasan Kenneth memotret garis pantai adalah untuk mendokumentasikan erosi pantai, bukan menyebarkan foto rumah Streisand.
Lagu 'Bayar Bayar Bayar' dari Sukatani berkumandang di Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Jumat (21/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Pada 2005, seorang jurnalis bernama Mike Masnick mulai mempopulerkan istilah itu di situs Techdirt. Mike kala itu melaporkan adanya sebuah resor yang tersinggung oleh foto urinoir yang diunggah Urinal.net. Bukannya lenyap, foto urinoir di resor tersebut justru viral dan Mike menyebutnya sebagai Streisand Effect.
Fenomena Streisand Effect ini berkelindan dengan teori psikologi reaktansi yang dikemukakan Jack Brehm pada 1966. Teori ini menjelaskan bahwa manusia cenderung menolak pembatasan terhadap kebebasan mereka. Semakin sesuatu dilarang, semakin besar dorongan untuk mengaksesnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, tidak heran bila Lagu 'Bayar Bayar Bayar' Sukatani viral di mana-mana. Meski lagu itu sudah lenyap dari Spotify dan beberapa platform musik, lagu yang mengkritik polisi itu justru bergema di sudut-sudut jalan. Termasuk saat aksi #IndonesiaGelap yang dilakukan di berbagai kota.