Ilustrasi poligami

Suami Kawin Lagi Tanpa Izin, Apa yang Bisa Dilakukan Istri?

14 September 2022 16:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sejatinya, perkawinan ialah terdiri dari suami dan istri. Dalam UU Perkawinan, diatur bahwa seorang suami diperbolehkan mempunyai istri lebih dari satu atau poligami.
ADVERTISEMENT
Caranya ialah dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan. Namun salah satu syarat untuk bisa mengajukan permohonan itu harus adanya izin atau persetujuan dari istri.
Lantas, bagaimana bila seorang suami menikah tanpa izin dari istri? Apa yang bisa sang istri lakukan?
Ilustrasi poligami. Foto: shisu_ka/Shutterstock
Berikut jawaban Eti Oktaviani, S.H., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri. Dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya dengan syarat adanya persetujuan dari istri.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam aturan perundang-undangan sebagai berikut:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:
"Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya."
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam Pasal 5 UU Perkawinan ditegaskan:
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Sehingga, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, merupakan kewajiban bagi seorang suami untuk mendapat persetujuan istri terlebih dahulu. Begitupun, seorang istri berhak untuk menolak memberikan persetujuan bagi suaminya untuk menikah lagi.
Kemudian berdasarkan Pasal 9 UU Perkawinan, menyebutkan:
"Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini."
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal tersebut, terdapat larangan bagi suami untuk melakukan perkawinan saat ia sudah berada dalam ikatan perkawinan. Terhadap tindakan suami yang melakukan perkawinan tanpa persetujuan atau pemberitahuan kepada isteri, terdapat upaya hukum yang dapat ditempuh oleh isteri, antara lain:
1. Melakukan pencegahan perkawinan
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU Perkawinan, disebutkan:
"Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah perkawinan apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (10), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-Undang ini tidak dipenuhi".
Melalui pasal ini, seorang istri dapat mengajukan pencegahan perkawinan bagi suaminya kepada pejabat yang ditunjuk. Sehingga perkawinan yang dilakukan atau akan dilakukan oleh suami dapat dicegah
2. Mengajukan Gugatan Perbuatan Hukum ke Pengadilan Negeri
ADVERTISEMENT
Dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan, "Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut".
Tindakan suami yang menikah lagi padahal ia mengetahui terdapat larangan menikah terhadapnya, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 UU Perkawinan, maka pihak istri dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada suami karena melanggar ketentuan Pasal 9 UU Perkawinan.
3. Melakukan pelaporan pidana
Selain mengajukan upaya pencegahan perkawinan dan gugatan perbuatan melawan hukum, seorang istri yang ditinggal kawin oleh suaminya, dapat melakukan pelaporan pidana kepada polisi. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 279 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
ADVERTISEMENT
1. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu;
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat (1) butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten