Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Aksi Kamisan kembali digelar di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, hari ini, Kamis (22/8). Aksi ini merupakan yang ke-828 kalinya dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Aksi ini juga berbarengan dengan demo yang digelar oleh sejumlah massa di depan Gedung DPR dan di depan Gedung MK. Aksi demo di depan DPR dan MK menyuarakan terkait putusan UU Pilkada.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) sekaligus penggagas aksi Kamisan, Maria Catarina Sumarsih, menyebut bahwa aksi hari ini juga menyuarakan konstitusi yang telah dimanipulasi oleh Presiden Jokowi.
"Ya, konstitusi itu kan memang dimanipulasi oleh Presiden Jokowi untuk melakukan kolusi dan nepotisme," ujar dia kepada wartawan, Kamis (22/8).
"Bagaimana bisa mengubah aturan hukum yang anaknya sebenarnya belum mencukupi usia mencalonkan diri menjadi cawapres akhirnya lolos, sekarang si anak bungsunya yang sebenarnya tidak memenuhi syarat mencalonkan diri sebagai kepala daerah akhirnya direkayasa oleh hukum," ucap Sumarsih.
ADVERTISEMENT
Ia juga berharap DPR mampu menyuarakan kepentingan rakyat alih-alih berupaya melanggengkan kekuasaan pemerintahan.
"Jadi, jangan jadikan partai politik itu sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan. Jangan jadikan partai politik itu menjadi sumber korupsi, kolusi, dan nepotisme," pungkasnya.
Aksi Kamisan kali ini berbeda dengan pekan-pekan sebelumnya. Apa lagi bertepatan dengan aksi masyarakat dan mahasiswa menolak RUU Pilkada di gedung DPR.
Sejumlah tokoh terlihat di Aksi Kamisan ini. Di antaranya aktor Reza Rahadian, yang sempat berorasi di depan DPR siang tadi. Lalu ada putri bungsu wakil presiden RI pertama, M Hatta, yakni Halida Hatta. Sejumlah pegiat HAM juga hadir dalam Aksi Kamisan hari ini.
Adapun putusan MK mengenai Pilkada yakni terkait syarat minimum usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan di Pilkada.
ADVERTISEMENT
Terkait syarat minimum usia, MK menyatakan bahwa syarat usia tersebut berlaku pada saat pencalonan, bukan saat pelantikan. MK juga menegaskan pertimbangan hukumnya itu bersifat mengikat.
Sementara, terkait ambang batas pencalonan di Pilkada, MK mengubah aturan UU Pilkada soal ketentuan yang mengacu pada kursi DPRD. Sehingga yang diberlakukan oleh MK adalah berdasarkan suara sah di daerah yang bersangkutan.
Sehari setelah MK mengetok putusan itu, atau pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI kemudian mengabaikan putusan tersebut. Mereka bahkan tidak mengindahkan putusan MK dan membahas revisi UU Pilkada secara cepat bak kilat.
Keputusan DPR itu kemudian menuai polemik dan kritik dari publik. Mereka bahkan menyuarakan keresahannya dan melakukan gerakan demonstrasi di depan Gedung DPR dan juga di sekitar Gedung MK.
ADVERTISEMENT
Publik ingin keputusan MK tersebut harus dipatuhi oleh DPR dan tak melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada tersebut di Rapat Paripurna. Adapun Paripurna tersebut sedianya digelar hari ini, Kamis (22/8).
Akan tetapi, rapat paripurna DPR tentang pengesahan RUU Pilkada tersebut batal. Sehingga, keputusan yang akan digunakan untuk pelaksanaan Pilkada adalah mengacu pada putusan MK.