Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Sudah Disahkan DPR, Apa Saja Pasal-pasal Utama di UU TPKS?
13 April 2022 14:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
ADVERTISEMENT
DPR telah resmi mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU kemarin. Pengesahan UU TPKS mengakhiri jalan panjang lebih dari 10 tahun sejak inisiasi aturan ini diusulkan.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat paripurna kemarin, Ketua Panja UU TPKS Willy Aditya aturan ini terdiri dari 93 Pasal dan 12 Bab. UU ini dianggap sebagai ‘cahaya’ bagi suramnya penanganan kekerasan seksual di tanah air.
Apa saja poin-poin krusial UU TPKS?
1. Kriteria tindak pidana kekerasan seksual
Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU TPKS merinci 19 jenis kekerasan seksual yang masuk dalam tidak pidana.
Pasal 4
(1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.
(2) Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi:
ADVERTISEMENT
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan
kehendak Korban;
e.pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Penyidikan Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Di Bab IV UU TPKS tepatnya di Pasal 21 poin terbaru ini dianggap terobosan. Sebab, diharapkan dengan adanya pasal ini, penegak hukum dapat pro-korban kekerasan seksual dan memahami hak asasi manusia dalam menangani tindak pidana kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyinya:
Pasal 21
(1) Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki integritas dan kompetensi tentang Penanganan perkara yang berperspektif hak asasi manusia dan Korban; dan
b.telah mengikuti pelatihan terkait Penanganan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hak Korban, Keluarga Korban, dan Saksi
Dalam poin ini ditegaskan pula UU TPKS pro korban kekerasan seksual. Korban berhak atas penanganan, perlindungan dan pemulihan. Ketiga ketentuan ini sering terabaikan, maka tak heran korban kekerasan seksual sebelumnya bisa menjadi tersangka. Pasal ini diharapkan menerobos kelemahan hukum di Indonesia.
Berikut bunyinya:
Pasal 66
(1) Korban berhak atas Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan sejak terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
ADVERTISEMENT
(2) Korban Penyandang Disabilitas berhak mendapat aksesibilitas dan akomodasi yang layak guna pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak di Pusat dan Daerah
Pertama dalam sejarah negara memfasilitasi pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak. Ini akan dikoordinasikan oleh sejumlah menteri. Pasal 72, 73 terang mengatur ketentuan ini.
Pasal 72
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan.
Pasal 73
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di pusat dikoordinasikan oleh Menteri.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan:
ADVERTISEMENT
a. kementerian yang menyelenggarakan menyelenggarakan urusan urusan pemerintahan bidang kesehatan;
b. kementerian yang menyelenggarakan menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang sosial;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri;
e. kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri;
f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama;
h. kepolisian;
i. LPSK;
j. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; dan
k. institusi lainnya.
4. Pencegahan, Koordinasi, dan Pemantauan
Pasal 79 ayat 1 UU TPKS tegas menyebut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara cepat, terpadu, dan terintegrasi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, di ayat 2 tertulis Penyelenggaraan Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bidang:
a. pendidikan;
b. sarana dan prasarana publik;
c. pemerintahan dan tata kelola kelembagaan;
d. ekonomi dan ketenagakerjaan; e. kesejahteraan sosial;
f. budaya;
g. teknologi informatika;
h. keagamaan; dan
i. keluarga.
5. Pejabat Pelaku Kekerasan Seksual Terancam 12 Tahun Penjara
Dalam UU TPKS, ancaman 12 tahun penjara dikenakan kepada pejabat yang melakukan kekerasan seksual dengan tujuan intimidasi, persekusi, dan merendahkan martabat atas alasan diskriminasi.
Ini diatur dalam Pasal 11, berikut bunyinya:
Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan:
ADVERTISEMENT
a. intimidasi untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga;
b. persekusi atau memberikan hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya; dan/atau
c. mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/atau seksual dalam segala bentuknya, dipidana karena penyiksaan seksual, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
6. Pendidik hingga Nakes Pelaku Kekerasan Seksual Dihukum Lebih Berat
UU TPKS juga merinci bahwa beberapa profesi dapat dijatuhi hukuman lebih berat daripada ancaman di atas. Hukumannya bisa ditambah 1/3 ancaman pidana. Ini diatur dalam Pasal 15 ayat 1.
Profesi tersebut adalah tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika seorang pendidik yang diberi mandat tersebut melakukan pelecehan fisik, maka ancaman maksimal pidananya adalah 12 tahun penjara + 4 tahun penjara. Totalnya menjadi 16 tahun lantaran ditambah 1/3 ancaman hukuman.
7. Pembatasan gerak pelaku kekerasan seksual
UU TPKS juga mengatur pembatasan gerak pelaku kekerasan seksual. Ini diatur dalam Pasal 45. Pasal itu menjelaskan bahwa hakim dapat mengeluarkan penetapan pembatasan gerak pelaku. Hal itu dapat dilakukan atas permintaan korban hingga jaksa penuntut umum.
Penetapan pembatasan gerak bagi pelaku paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang lagi hingga 6 bulan ke depan. Artinya, pembatasan itu paling lama mencapai 1 tahun. Pembatasan gerak pelaku dieksekusi kepolisian.
Itulah rangkuman poin utama UU TPKS. Darurat kekerasan seksual diharapkan bisa terbendung dengan hadirnya UU ini.
ADVERTISEMENT
Bagaimana implementasinya? UU TPKS masih menunggu penomoran oleh Presiden dan rampungnya aturan turunan dalam bentuk PP maupun Perpres.