Sudirman Said Tuangkan Pemikiran soal Kewajaran di Buku Antologi Keduanya

30 November 2023 20:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana acara peluncuran buku "Bergerak dengan Kewajaran" Antologi Kedua Pemikiran Sudirman Said di Teater Salihara, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana acara peluncuran buku "Bergerak dengan Kewajaran" Antologi Kedua Pemikiran Sudirman Said di Teater Salihara, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia (ESDM) periode 2014-2016, Sudirman Said, menuangkan pikirannya dalam buku yang berjudul “Bergerak dalam Kewajaran”.
ADVERTISEMENT
Buku tersebut adalah karya keduanya dari buku yang terbit sebelumnya pada 2016 dengan judul “Berpihak pada Kewajaran”.
Pada buku terbarunya ini, Sudirman menyoroti mengenai kepatutan dan etika yang belakangan ini sering ditinggalkan.
“Saya meyakini yang namanya norma itu yang tertinggi adalah etik. Etik tidak etik sebenarnya berkaitan sama kepatutan. Dari apa yang saya tulis, saya alami, saya kerjakan, kita ingin selalu menjaga kepatutan kepantasan yang menurut hemat saya ini mulai sering ditinggalkan,” kata Sudirman kepada wartawan di acara peluncuran buku “Bergerak dalam Kewajaran” di Teater Salihara, Jakarta, Kamis (30/11).
Sudirman menuangkan pikirannya mengenai kewajaran terutama dalam etik bernegara. Dalam buku yang juga ditulis prolognya oleh Dadang Juliantara ini, Sudirman berpesan kepada penyelenggara publik untuk menjaga kepatutan.
Suasana acara peluncuran buku "Bergerak dengan Kewajaran" Antologi Kedua Pemikiran Sudirman Said di Teater Salihara, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
“Jadi ini satu pesan kepada publik para penyelenggara negara bahwa pada akhirnya standar kepatutan itu yang diperlukan untuk menjaga bangsa ini makin maju, makmur, makin adil,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Terkait kewajaran dan kepatutan, kata Sudirman, tidak ada ukuran yang pasti mengenai hal tersebut. Namun, yang menjadi tolok ukurnya adalah hati nurani.
“Dicek kiri-kanan, apakah jadi kontroversi, apakah mendapat penolakan dari sebagian besar warga gitu. Atau dari dalam diri sebenarnya ada pemberontakan dalam hati. Jadi kewajaran itu artinya kepatutan, kepantasan, dan itu adalah kembali pada standar etik yang bagi saya itu adalah standar tertinggi terutama dalam urusan kepemimpinan,” tuturnya.
“Karena kalau hanya bersikap legalistik, hanya bersikap mengandalkan aturan hukum, aturan hukum itu dalam kenyataannya bisa diubah-ubah, jadi itu yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat,” lanjutnya.
Selain itu, Sudirman mengatakan bahwa buku ini tidak sengaja diluncurkan pada saat musim politik seperti pada saat Pemilu saat ini. Namun, ia mengatakan juga akan mengirimkan buah pikirannya itu kepada para kontestan di Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
“Pak Prabowo pernah saya bantu, Ganjar tentu saja, pernah berkontestasi bersama, pak Mahfud kita sangat dekat, pak Anies dan pak Muhaimin apalagi nanti kita kirimin,” kata dia.
“Kita punya harapan besar Pemilu 2024 ini menghasilkan tadi pemimpin yang punya karakter kenegarawanan,” pungkasnya.