Suhartoyo Jadi Ketua MK Gantikan Anwar Usman

9 November 2023 12:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
Hakim MK, Suhartoyo saat sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta (14/06). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim MK, Suhartoyo saat sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta (14/06). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) usai rapat pleno untuk memilih posisi ketua menggantikan Anwar Usman.
ADVERTISEMENT
"Disepakati ketua adalah Yang Mulia Bapak Doktor Suhartoyo," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis (9/11).
Sebelumnya, Majelis Kehormatan (MK) MK memerintahkan kepada hakim MK untuk segera menentukan pengganti posisi Anwar Usman sebagai ketua. Hal tersebut imbas dari Anwar Usman yang dinyatakan melanggar etik terkait putusan 90/PUU-XXI/2023 dan dicopot dari posisinya tersebut.
MK pun menggelar rapat pleno untuk memilih posisi ketua menggantikan Anwar Usman, Kamis (9/11).

Suhartoyo Menolak Perkara 90

Suhartoyo dan Anwar Usman dalam sidang Pengujian Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Saat memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang pengubahan syarat capres-cawapres, Suhartoyo menolak gugatan tersebut. Ia menolak bersama dengan Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Arief Hidayat.
Sementara lima hakim yang mengabulkan adalah: Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic.
ADVERTISEMENT
Vonis MK ini berujung kritik publik karena sosok Anwar Usman dinilai konflik kepentingan. Sebab, dengan putusan tersebut, keponakannya Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Belakangan, vonis tersebut dilaporkan secara etik. Hasilnya, sembilan hakim konstitusi dinyatakan bersalah melanggar etik ringan. Sementara untuk Anwar Usman, dia dihukum etik berat dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Pelanggaran Etik Anwar Usman

Ini pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman, berdasarkan putusan MKMK:
ADVERTISEMENT