kumplus- Opini JJ Rizal- Patung Soekarno

Sukarno-Hatta: Bersanding di Pecahan Rp 100 Ribu, tapi Sempat Berkonflik

10 Agustus 2021 7:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Dua tokoh Bapak Bangsa Sukarno-Hatta bersanding ‘mesra’ di pecahan Rp 100 ribu. Keduanya tampak tersenyum melatari uang kertas yang jadi nominal pecahan tertinggi di Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tetapi siapa yang menyangka, kedua tokoh Proklamator Kemerdekaan RI itu pernah berkonflik. Selisih paham kerap terjadi di antara keduanya hingga membuat Mohammad Hatta jadi oposan Sukarno.
Dua tokoh tersebut juga terpisah gerakan politik dan geografis, Sukarno di Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di Tanah Air sedangkan Hatta di Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda. Keduanya mulanya berinteraksi satu sama lain lewat tulisan-tulisan di media massa.
Cikal bakalnya adalah penangkapan Hatta di Belanda usai mewakili PI di Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Jenewa, Swiss, pada 1927. Kabar penangkapan Hatta dan 3 tokoh PI pun sampai ke telinga Sukarno di Indonesia.
Akhirnya Hatta dibebaskan setelah dinyatakan tak bersalah oleh hakim Belanda. Menanggapi hal itu, Sukarno pun membikin kolom berjudul “Pemandangan dan Pengajaran” di Soeloeh Indonesia Moeda 1928.
Presiden Soekarno (kanan) dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Foto: Bert Hardy/Getty Images
Di kolom itu, Sukarno membela Hatta karena sejatinya ia memang tidak bersalah. Sukarno bahkan menyatakan tidak perlulah mengucap terima kasih pada hakim yang membebaskan Hatta. Sebab, menurutnya perkara ini adalah konflik kepentingan antara masyarakat Indonesia yang revolusioner dan Belanda yang terancam kepentingannya di negeri jajahan.
ADVERTISEMENT
“Ia (penangkapan Hatta-pen) adalah suatu perkara politik, ia adalah terjadi oleh karena satu bangsa merasa terancam kepentingannya oleh bangsa lain,” tulis Sukarno mengutip buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid Pertama cetakan kedua (1963).
Pertemuan lewat pena Sukarno-Hatta itu berbuah saling membela. Berbeda halnya dengan saat keduanya bertemu langsung tatap muka. Sukarno pun mengakui keduanya memiliki perbedaan mendalam dalam penuturannya kepada Cindy Adam di Penjambung Lidah Rakjat.
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP
Pada suatu malam, Sukarno cerita dirinya bertandang ke rumah Hatta. Keduanya mengadakan pertemuan perdana untuk membicarakan taktik bekerja sama di masa yang akan datang. Di sanalah terungkap keduanya kerap selisih paham.
“Bung Hatta dan saya di masa yang lalu telah mengalami pertentangan yang mendalam,” kata Sukarno. “Memang di satu waktu kita tidak berbaik satu sama lain. Akan tetapi sekarang kita menghadapi suatu tugas yang jauh lebih besar daripada yang dapat dilakukan oleh salah seorang dari kita.”
ADVERTISEMENT
Menurut Sukarno, perbedaan antara partai atau strategi antara keduanya dalam pergerakan bangsa sudah tidak ada lagi. Di situlah Bung Karno menyebut ia dan Hatta sebagai Dwitunggal untuk bekerja berdampingan demi mencapai kemerdekaan.
Infografik Pahlawan di Mata Uang Indonesia. Foto: Tim Kreatif kumparan
“Saya setuju,” jawab Hatta. Namun setelahnya, percakapan itu dipenuhi dengan perbedaan argumen antara Sukarno dan Hatta, serta Sjahrir yang malam itu ikut nimbrung di pertemuan yang berlangsung selama 1 jam tersebut.
Hal itu bermula ketika Sukarno mengusulkan gerakan kebangsaan untuk membangkitkan semangat rakyat. Namun, Hatta tak sependapat lantaran mengadakan rapat umum dan berpolitik dilarang oleh pemerintah kolonial Jepang.
Lalu Sukarno mengusulkan jika rakyat Indonesia tak bisa membuat gerakan sendiri, ia bakal menginfiltrasi gerakan yang didukung Jepang semisal Tiga A (AAA). Hatta, dan juga Sjahrir, tak setuju lantaran tak gerakan itu tak memberi apa-apa bagi rakyat dan tak ada tokoh RI yang duduk di tampuk pimpinan.
ADVERTISEMENT
Sukarno pun pusing karena percakapan itu justru penuh ketidaksetujuan, “Di malam pertama aku di Jakarta, aku pergi tidur dengan kepala yang pusing, oleh karena pikiranku gelisah.”

Hatta Undur Diri dari Wapres

Perjuangan tokoh-tokoh pergerakan berbuah hasil pada 1945. Sukarno-Hatta pun dipilih menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus. Keduanya didapuk sebagai presiden dan wakil presiden.
Meski demikian, hubungan Sukarno-Hatta masih sempat diwarnai konflik meski kemerdekaan sudah di tangan. Misalnya, selisih pandang mengenai partai politik dalam sistem demokrasi parlementer.
Uang seratus ribu Rupiah. Foto: Bank Indonesia
Pemerintahan jatuh bangun lantaran partai-partai sulit bekerja sama. Mengutip Indonesia: Towards Democracy karya Taufik Abdullah, Sukarno menyalahkan Hatta karena telah menandatangani pernyataan pemerintah 15 November 1945 yang membolehkan rakyat membikin partai politik.
ADVERTISEMENT
“Kita membuat kesalahan serius, kita membolehkan pembentukan partai tapi sekarang telah menyebabkan korban,” kata Sukarno pada Oktober 1956.
Puncak selisih pandang itu terjadi pada 1956, ketika Hatta akhirnya mengundurkan diri sebagai wakil presiden di hadapan DPR. Hatta resmi menanggalkan jabatannya pada 1 Desember 1956.
Ilustrasi Bandara Soekarno-Hatta. Foto: Shutter Stock
Sebabnya, Hatta mengakui kalau segala keputusan politik Sukarno tidak dikonsultasikan dengannya. Kepada anak angkatnya, Des Alwi Abu Bakar, dalam buku Wapres: Pendamping atau Pesaing, Hatta menyebut ia hanya disuruh mengurus koperasi saja selama jadi wapres.
Setelahnya, Hatta sibuk mengajar, menulis, dan tak segan melontarkan kritik kepada pemerintahan Sukarno.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten