Sulitnya Merawat Pesawat Pertama RI-001 Hasil Sumbangan Warga Aceh

8 Maret 2018 20:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat RI-001 Seulawah (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat RI-001 Seulawah (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
ADVERTISEMENT
Pesawat kepresidenan pertama Republik Indonesia RI-001 boleh saja dibuat di Amerika Serikat dan terbang perdana dari negeri Paman Sam. Namun ada cucuran keringat rakyat Aceh yang tak bisa dilepaskan dari keberhasilan NKRI memiliki pesawat kepresidenan pada tahun 1948.
ADVERTISEMENT
Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut pertama milik Indonesia. Pesawat tipe Douglas DC-3 tersebut menjadi cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Garuda Indonesia.
Pesawat tersebut dibeli dengan uang sumbangan dari rakyat Aceh dan para saudagar dari negeri Serambi Makkah. Kini pesawat kepresidenan era Bung Karno tersebut dipajang di Anjungan Aceh, Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
“Kita merasa, bahwa pesawat ini merupakan bagian dari Aceh. Dibeli dari harta rakyat Aceh, seperti tertulis di pintu pesawat, Sumbangan Rakjat Aceh, begitu kan,” ujar kepala Anjungan Aceh, Cut Nuraliya, di Taman Mini Indonesia Indah, kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (8/3).
Nuraliya bercerita, selama ini pengurus Anjungan Aceh di TMII merawat pesawat RI-001 dengan cara manual. Pembersihan dilakukan setidaknya dua kali dalam setahun.
ADVERTISEMENT
“Biasanya masalahnya cuma karat atau lumut. Pesawat berada di tempat terbuka, terkena panas matahari dan basah hujan, tapi selalu kita bersihkan setahun minimal 2 kali, yakni jelang Lebaran dan jelang ulang tahun TMII,” tambah Nuraliya.
Menurut Nuraliya, seharusnya aset negara ini mendapat perawatan yang lebih layak. “Seharusnya Garuda Indonesia, sebagai perusahaan yang cikal bakalnya dari pesawat ini juga ikut bantu, tetapi sejak memugar di tahun 2010, mereka belum melakukan perawatan lagi,” tambahnya.
Pesawat RI-001 Seulawah (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat RI-001 Seulawah (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
Dalam mengurus Anjungan Aceh, Nuraliya juga dibantu oleh Cahyo, Kepala Petugas Lingkungan di anjungan tersebut. Kepada kumparan, Cahyo begitu bersemangat menceritakan detail demi detail perawatan sang Seulawah itu.
“Jadi, sejak dibongkar Garuda tahun 2010 kemarin, kami belum pernah masuk kembali ke dalam tubuh pesawat. Kami takut rapuh, dan saya bisa pastikan, semua kompartemen pesawat yang ada di dalam itu semuanya ori (asli),” terang Cahyo.
ADVERTISEMENT
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
zoom-in-whitePerbesar
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
Cahyo hafal bagaimana kondisi interior pesawat tersebut. “Di dalam itu ada karpet, karpet seperti pesawat beneran, bukan sembarang karpet, dan duduknya berhadapan. Ini pesawat kuno, dan sebenarnya buat pasukan penerjun payung,” katanya.
Cahyo dan timnya menggunakan detergen untuk membersihkan lumut dan karat yang menempel di beberapa sudut body pesawat. Mereka membersihkannya dengan sangat hati-hati, mengingat usia pesawat tersebut sudah 70 tahun.
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
zoom-in-whitePerbesar
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
Soal warna, cat yang digunakan juga merupakan cat khusus. Suatu kali pihaknya pernah mengizinkan salah satu vendor untuk mengecat ulang pesawat itu dengan cat biasa, tapi dalam hitungan bulan, cat tersebut sudah mengelupas.
“Maka saya dan rekan ngecat kembali dengan cat khusus. Dan hebatnya, sekali gosokan sabun saja sudah hilang itu kotoran, artinya kotoran tidak mudah melekat pada cat khusus ini,” kata Cahyo.
ADVERTISEMENT
Cahyo dan timnya akan segera membersihkan kembali pesawat legendaris tersebut untuk menyambut HUT TMII pada 20 April mendatang.
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
zoom-in-whitePerbesar
Proses bersih-bersih pesawat RI-001 (Foto: Dok. Anjungan Aceh TMII)
Cahyo menghentikan ceritanya sejenak. Matanya menatap lurus ke arah pesawat yang kini sudah jadi monumen tersebut. Ia mengambil sebatang rokok, membakar, menghisapnya dalam-dalam, kemudian menghembuskanya.
“Sangat pantas Aceh diberi status istimewa. Ada 3 daerah istimewa ya di Indonesia, DKI Jakarta karena ibu kota, DI Yogyakarta karena dulu pernah jadi ibu kota kedua, dan Aceh, ia sumbangkan pesawat dari harta-harta rakyatnya,” ujar Cahyo.
Cahyo bukan warga Aceh. Ia mengaku sebagai anak kolong alias anak tentara. Sejak kecil, Cahyo senang melihat pesawat.
“Saya sangat senang sekali melihat pesawat-pesawat begini. Zaman saya kecil, saya habiskan waktu di Madiun, di dekat Lapangan Udara Iswahyudi, kandang pesawat tempur,” kenangnya.
ADVERTISEMENT