Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Mitos larangan mengenakan pakaian berwarna hijau di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta kembali mencuat. Mitos tersebut kembali ramai dibicarakan setelah unggahan akun Twitter @Choc0piie viral.
ADVERTISEMENT
Sebuah utas berjudul ‘Horror Story Mbak Yushicus di Jogja’ berkisah tentang sekelompok wisatawan asal Jawa Timur saat berkunjung di Yogyakarta. Mereka mengalami sejumlah kejadian yang menurut mereka menakutkan mulai dari saat menginap di apartemen hingga berfoto mengenakan baju berwarna hijau di Pantai Parangtritis.
“Ini hasil fotonya, jujur aku takut liatnya kayak bukan aqu,” tulisnya.
Unggahan tersebut sempat viral hingga diretweet 34 ribu kali dan disukai hingga 76,9 kali. Namun cuitan tersebut kini sudah dihapus.
Menanggapi viralnya mitos larangan menggunakan baju hijau di Parangtritis, Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY, Sri Sultan Hemengku Buwono X mengaku tidak mengetahui viralnya mitos tersebut.
Saat ditanya apakah mitos tersebut benar, Ngarsa Ndalem menjawab dengan santai. Dia menyerahkan pengunjung Pantai Parangtritis akan menggunakan pakaian warna apa.
ADVERTISEMENT
“Ha yo terserah orangnya (pakai baju apa), kok tanya saya. Terserah saja orang melihatnya,” kata Sultan saat di Bale Raos, Yogyakarta, Selasa (29/10).
Sementara itu, Koordinator SAR Satlinmas Wilayah III Parangtritis, Ali Sutanto menjelaskan larangan menggunakan baju hijau di Pantai Parangtritis merupakan mitos belaka.
“Memang itu benar-benar mitos sebenernya kalau dari pengelihatan kami dari teman-teman SAR itu kan kalau berenang di tengah laut lha itu baru terjadi laka laut,” kata Ali saat dihubungi kumparan beberapa waktu lalu.
Mau mengenakan baju apapun selama mematuhi imbauan petugas seperti hanya bermain di pinggir pantai maka wisatawan tetap akan selamat.
“Tapi kalau cuma pakai baju hijau terus mainnya di pinggir apalagi tepian pantai kan ndak masalah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dia juga tidak menampik selama ini banyak wisatawan yang datang ke pantai menggunakan baju hijau. Petugas SAR pun senantiasa menyosialisasikan larangan mengenakan baju hijau hanya mitos dan tidak perlu dirisaukan.
“Banyak wisatawan baju hijau. Memang ada banyak. Tapi kadang ada yang takut terus kami ceritakan itu cuma mitos saja,” ujarnya.
Soal mitos larangan memakai baju hijau di Parangtritis ini Staf Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY, Mudjijono sempat menjelaskan budaya itu dinamis.
Prinsipnya, kebudayaan itu mempunyai sifat selalu berubah dari masa ke masa sesuai dengan masyarakat pendukungnya. Hal ini juga akan berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang mendukung kebudayaan bersangkutan.
“Sebenarnya kita bisa membandingkan tidak hanya mitos terkait larangan memakai baju hijau pada saat kita di Parangtritis atau pantai selatan. Kita harus memahami bahwa sebenarnya generasi yang telah lalu orang-orang tua kita, nenek monyak kita mempunyai banyak cara untuk sebenarnya memberi dalam tanda petik pendidikan. Pendidikan dalam laku berkehidupan yang baik,” ujar Mudji saat ditemui kumparan di kantornya, Senin (22/7).
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan untuk memberitahu anaknya, orang tua dahulu tidak menggunakan kalimat perintah. Namun mereka membuat nilai budaya yang ada di alam pikiran setiap orang dalam masyarakat. Nilai budaya itu menjadi patokan manusia bertindak.
“Contoh pada waktu saya kecil bahwa dulu kalau perempuan makan jangan di depan pintu karena bisa ditolak oleh perjaka. Itu sebenarnya nilai budaya bahwa kamu kalau makan dengan berdiri tidak sopan. Kalau kamu tidak sopan laki-laki akan mengerti tatanan nilaimu seperti itu, katanya.
Mudji yang sering meneliti sejumlah daerah pantai dan terpencil mengatakan bahwa laut tidak sepenuhnya berwarna biru tapi lebih condong ke biru pekat atau hijau. Hal inilah yang menjadi penyebab kemunculan larangan baju hijau di Pantai Parangtritis.
ADVERTISEMENT
“Misalnya kita memakai baju berwarna hijau kemudian terjadi kecelakaan atau kita tersambar arus dan sebagainya sulit diketahui. Orang yang akan menolong atau tim sar akan kesulitan. Makanya kita tahu tim SAR kan pakai oranye,” ujarnya.