Sultan soal Polemik Keppres 1 Maret: Yang Penting Pertahankan Kedaulatan Negara

7 Maret 2022 20:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Pemda DIY, Kamis (24/2/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Pemda DIY, Kamis (24/2/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara belakangan menuai polemik. Sejumlah pihak menganggap nama Soeharto seakan dilupakan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, dalam kepres tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski dalam naskah akademiknya, nama Soeharto disebutkan hingga 48 kali.
Terkait soal tokoh-tokoh dalam Keppres tersebut, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X atau Sultan HB X, menjelaskan bahwa tujuan dari Keppres tersebut adalah makna mempertahankan kedaulatan negara dan tidak ada pembelokan sejarah.
"Nanti ada sosialisasi lagi, yang penting bukan pelakunya, yang penting kan mempertahankan kedaulatan itu negara," kata Sultan kepada wartawan di Kepatihan Pemda DIY, Senin (7/3).
Sementara soal sejarah itu sendiri, Sultan mengatakan bahwa merupakan hal yang biasa apabila ada temuan-temuan baru. Dia justru mendorong orang yang mengetahui sejarah untuk turut angkat bicara.
"Sejarah itu kan ada temuan, ada temuan, ada temuan, itu biasa enggak usah takut. Saya memang dorongnya semua yang tahu cerita mbuh kui bener salah pokoke cerito (entah benar atau salah pokoknya cerita), nanti ketahuan kalau ada studi kan gitu," kata dia.
Mantan Presiden Indonesia Soeharto dikediamannya, di Jakarta, 8 Maret 2000. Foto: Agus Lolong/AFP
Dia mencontohkan, bahwa selama dalam pengasingan banyak yang tidak tahu aktivitas Soekarno-Hatta. Tetapi ternyata Sultan Hamengku Buwono IX, dahulu pernah bolak balik mengunjungi keduanya.
ADVERTISEMENT
"Polemik, enggak ada polemik. Misalnya presiden wakil presiden (Soekarno-Hatta) enggak ada aktivitas apa ngertine (tidak ada aktivitas apa-apa tahunya), ning swargi (Sultan HB IX) bolak balik ke Bengkulu ke Bangka apakah cerita? Kan enggak ada (yang cerita)," kata dia.
Sebelumnya, Sejarawan UGM Sri Margana mengatakan bahwa nama Soeharto muncul dalam naskah akademik keppres tersebut sebanyak 48 kali. Artinya, peran Soeharto juga tidak dikesampingkan.
"Belakangan ada semacam protes kenapa di dalam Keppres, Pak Harto tidak masuk dan sebagainya. Bahkan ada yang mengatakan menghilangkan peran Soeharto. Itu Tidak benar," kata Margana di acara Memahami Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara di YouTube Humas Jogja, Senin (7/3).
Margana mengatakan di dalam naskah akademik Keppres tersebut, nama Letkol Soeharto bahkan disebutkan sebanyak 48 kali. Itu menunjukkan bagaimana sosok Soeharto memimpin serangan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Karena di naskah akademik kami jelas sekali peran Letkol Soeharto sebagai orang yang ditunjuk memimpin serangan itu jelas sekali. Bahkan di naskah itu ada Pak Harto disebut Sampai 48 kali dalam naskah ini untuk menunjukkan peran beliau sebagai pemimpin Serangan Umum 1 Maret," kata dia.
Presiden Indonesia pertama, Sukarno. Foto: wikimedia
Dijelaskan Margana, bahwa Keppres bukanlah historiografi, Keppres tujuannya sebagai sebuah dokumen administratif yang esensinya untuk menetapkan hari besar nasionalnya. Sehingga tentu, tidak mungkin menyebutkan seluruhnya dalam peristiwa yang melibatkan 2 ribu orang termasuk dari Polisi dan laskar.
"Cukup yang disebut pemimpin-pemimpin tertinggi atau perwakilan representasi yang mewakili institusi," ungkapnya.
Peran Letkol Soeharto adalah bersama-sama pasukannya menurut menyerang dari Kuncen kemudian masuk Patuk dan bergabung dengan Mayor Sarjdono di Vredeburg.
ADVERTISEMENT
Margana menerangkan bahwa Serangan Umum 1 Maret bukanlah kisah lone ranger yaitu kisah satu orang yang mengalahkan ribuan musuh. Serangan Umum 1 Maret adalah peristiwa kolaborasi yang melibatkan banyak orang dan tokoh.
"Bukan peristiwa seperti Lone Ranger yang dilakukan oleh satu orang tapi sebuah peristiwa yang dilakukan kolektif dengan koordinasi strategi militer yang sangat kuat," sambungnya.
Pendapatnya Margana ini berlawanan dengan Fadli Zon, doktor sejarah lulusan UI, yang menyatakan Soekarno-Hatta tak berperan dalam SU 1 Maret 1949 karena sedang ditawan Belanda.