Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sulut Jadi Tempat yang Pantas untuk Pembukaan Museum Holocaust, Kenapa?
29 Januari 2022 15:39 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Minahasa, Sulawesi Utara , menjadi lokasi berdirinya Museum Holocaust pertama di Asia Tenggara. Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel, turut menghadiri pembukaan museum monumental ini.
ADVERTISEMENT
Museum Holocaust Shaar HaShamayim Synagogue yang didirikan oleh umat Yahudi di Minahasa ini dibuka dan diresmikan bertepatan dengan Hari Holocaust Internasional pada 27 Januari.
Dalam pidato pembukaannya, Kamis (27/1), Lepel menyebut Sulawesi Utara menjadi lokasi yang paling pantas dan ideal untuk dibukanya museum ini. Mengapa?
“Dari yang saya pelajari, Sulawesi Utara adalah tempat yang sangat ideal untuk menyaksikan toleransi antar-beragama di Indonesia,” ujar Lepel, sebagaimana dikutip dari keterangan Kedutaan Besar Jerman.
“Manado ditempatkan di ranking paling atas sebagai kota paling toleran di Indonesia, oleh Setara Institute—LSM yang mengadvokasi kehidupan beragama secara harmonis,” lanjutnya.
Ia menambahkan, pada November 2021, Kota Tomohon dianugerahkan sebagai “Kota Toleransi” oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, dalam Pekan Kerukunan Internasional dan Konferensi Nasional di Manado.
ADVERTISEMENT
Mengutip keterangan resmi di situs Kementerian Sekretariat Negara, menurut Wapres Ma’ruf pada November 2021, Indonesia memiliki kondisi masyarakat yang majemuk dengan perbedaan latar belakang agama, suku, adat, dan budaya.
Ma’ruf Amin menilai masyarakat Sulut mampu merawat keutuhan bangsa dengan menumbuhkan nilai-nilai toleransi di tengah berbagai perbedaan itu.
Dubes Lepel pun mengungkapkan dirinya terkesan melihat toleransi dan pluralisme di Indonesia, ketika kedua hal tersebut justru tengah menghadapi tantangan di berbagai belahan dunia.
Ia mengungkapkan apresiasinya kepada Rabbi Yaakob Baruch dan Sinagoge Shaar HaShamayim, yang tumbuh berkembang dengan terus berkomunikasi dengan komunitas agama Kristen dan Islam.
“Oleh karenanya, Jerman akan terus mempromosikan budaya mengenang dan berdiri melawan rasisme, anti-Semitisme, dan intoleransi. Ini adalah, dan akan selalu menjadi kewajiban sejarah dan moral kita. Kita tak boleh melupakan kejahatan-kejahatan mengerikan yang dilakukan Nazi Jerman terhadap umat Yahudi,” tegas Lepel
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, Holocaust menjadi bagian dari sejarah kelam Jerman. Jutaan umat Yahudi di Jerman dibantai secara keji oleh Nazi di bawah kepemimpinan diktator Adolf Hitler.
Dikutip dari Britannica, pembantaian sistemik oleh Nazi ini menewaskan enam juta laki-laki, perempuan, dan anak-anak Yahudi selama periode Perang Dunia II. Holocaust saat itu disebut sebagai “solusi final dari isu Yahudi.”
Dukungan Hitler terhadap anti-Semitisme sudah bukan rahasia umum lagi. Dalam buku Hitler berjudul Men Kampf, diktator itu mengembangkan ide bahwa bangsa Yahudi adalah ras jahat yang mencoba mengejar dominasi dunia.
Kamp Auschwitz, kamp konsentrasi terbesar Nazi pada 1940-1945 silam, menjadi “sinonim virtual” dari Holocaust, mengingat hampir 90% korban jiwa yang dibantai Nazi di sana adalah umat Yahudi.
ADVERTISEMENT