Sumbu Filosofi Yogyakarta Jadi Warisan Budaya Dunia, Apa Maknanya?

19 September 2023 10:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X didampingi tim delegasi DIY saat di Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh Arab Saudi. Foto: Dok. Pemda DIY
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X didampingi tim delegasi DIY saat di Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh Arab Saudi. Foto: Dok. Pemda DIY
ADVERTISEMENT
Sumbu Filosofi Yogyakarta resmi ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia dari Indonesia oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO).
ADVERTISEMENT
Penetapan ini dilakukan pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh Arab Saudi.
Dalam rilis Humas Pemda DIY, dijelaskan 'Sumbu Filosofi Yogyakarta sah diterima sepenuhnya tanpa sanggahan menjadi Warisan Budaya Dunia sesuai dokumen penetapan WHC 2345 COM 8B. 39 tanggal 18 September 2023'.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia. (Sumbu Filosofi) memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam keterangannya menanggapi penetapan ini, Selasa (19/9).
Menurut Sultan penetapan ini jadi ajang pembelajaran bersama soal nilai-nilai universal menciptakan dunia baru yang lebih baik di masa mendatang. Nilai luhur disebut jadi inspirasi dan referensi mewujudkan dunia lebih baik
ADVERTISEMENT
"Selamat untuk Indonesia atas lolosnya Sumbu Filosofi menjadi Warisan Budaya Dunia," kata Chairperson World Heritage Committee Abdulelah Al-Tokhais.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad yang bertindak sebagai ketua delegasi pemerintah Indonesia dalam sidang itu juga menyampaikan penetapan ini merupakan suatu kehormatan.
"Kami merasa terhormat dapat menyumbangkan mutiara ini ke dalam Daftar Warisan Dunia, yang merupakan perpaduan indah antara warisan budaya benda dan tak benda," katanya.
Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X didampingi tim delegasi DIY saat di Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committe (WHC) di Riyadh Arab Saudi. Foto: Dok. Pemda DIY
Turut hadir dalam sidang Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X didampingi tim delegasi DIY yaitu Sekda DIY Beny Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala DPMPTSP DIY Agus Priono, Kepala UPT Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi Dwi Agung Hernanto, serta Tenaga Ahli Yogyakarta Warisan Dunia sekaligus akademisi UGM Daud Aris Tanudirjo dan Perwakilan Keraton Yogyakarta Bimo Unggul Yudo.
ADVERTISEMENT
"Saya, mewakili Bapak Gubernur DIY atas nama Pemda DIY mengucapkan syukur alhamdulillah atas ditetapkannya Warisan Budaya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia dari Indonesia. Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan nama The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks, kini tidak hanya menjadi milik Yogyakarta atau Indonesia, tetapi juga menjadi milik dunia," kata Paku Alam X.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi menyebut tak semata soal gengsi, penetapan ini lebih untuk melestarikan warisan budaya jati diri Yogyakarta yang amat berharga.
"Komitmen bersama untuk menjaga sesuai standar internasional menjadi sangat penting untuk dipahami," ujarnya.
Lalu Apa Makna Sumbu Filosofi Itu?
Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah sumbu lurus yang menghubungkan antara Tugu Pal Putih, Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak.
ADVERTISEMENT
Sultan Hamengku Buwana I memang sangat kental filosofi ketika membangun Yogyakarta. Dia membangun Yogyakarta dengan titik pusatnya berada di Keraton Yogyakarta. Lalu didirikan Tugu Golong-gilig (Pal Putih) di sisi utara keraton, dan Panggung Krapyak di sisi selatannya. Dari ketiganya ini ketika ditarik garis lurus membentuk sumbu imajiner yang disebut sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta
"Secara simbolis filosofis poros imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablun min Allah), manusia dengan manusia (Hablun min Annas) maupun manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta dan air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta) dan akasa (ether)," dikutip dari website resmi Pemda DIY.
ADVERTISEMENT
"Demikian juga tiga unsur yang menjadikan kehidupan (fisik, tenaga dan jiwa) telah tercakup di dalam filosofis sumbu imajiner tersebut. Sri Sultan Hamengku Buwana yang menyandang gelar Sayidin Panatagama Kalifatullah konsep filosofi sumbu imajiner yang Hinduistis ini kemudian mengubahnya menjadi konsep filosofi Islam Jawa “Hamêmayu Hayuning Bawana”, dan “Manunggaling Kawula lan Gusti”," jelasnya.
Selain itu, Tugu Golong-gilig atau Pal Putih dan Panggung Krapyak merupakan simbol dari Lingga dan Yoni yang memiliki makna kesuburan. Tugu Golong-gilig sendiri melambangkan keberadaan Sultan dalam melaksanakan proses kehidupan.
"Hal tersebut ditunjukkan dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa secara tulus yang disertai satu tekad menuju kesejahteraan rakyat (golong-gilig) dan didasari hati yang suci (warna putih). Itulah sebabnya Tugu Golong-Gilig ini juga sebagai titik pandang utama (point of view) sultan pada saat melaksanakan meditasi di Bangsal Manguntur Tangkil di Sitihinggil Utara," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Hubungan filosofi antara Tugu, Kraton dan Panggung Krapyak dan sebaliknya yang bersifat Hinduistis ini oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I diubah menjadi konsep filosofi Islam Jawa “Sangkan Paraning Dumadi”," terangnya
Dijelaskan bahwa, dari Panggung Krapyak ke utara memiliki filosofi manusia sejak lahir hingga menikah dan melahirkan anak. Kemudian Alun-alun Selatan menggambarkan manusia yang sudah dewasa dan berani meminang gadis karena sudah akhir baligh.
Tugu Golong-Gilig/Tugu Pal Putih ke arah selatan juga memiliki filosofi tersendiri yaitu menggambarkan perjalanan manusia menghadap Sang Kholiq.
"Golong gilig melambangkan bersatunya cipta, rasa dan karsa yang dilandasi kesucian hati (warna putih) melalui Margatama (jalan menuju keutamaan) ke arah selatan melalui Malioboro (memakai obor/pedoman ilmu yang diajarkan para wali), terus ke selatan melalui Margamulya, kemudian melalui Pangurakan (mengusir nafsu yang negatif)," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Keberadaan Kompleks Kepatihan dan Pasar Beringharjo melambangkan godaan duniawi dan godaan syahwat manusia yang harus dihindari. Sepanjang Jalan Margatama, Malioboro dan Margamulya ditanam pohon asem (Tamarindus indica) yang bermakna sêngsêm/ menarik dan pohon gayam (Inocarpus edulis) yang bermakna ayom/teduh," jelasnya.