Survei: Mayoritas Warga Afghanistan Nilai Perempuan Pantas Kenakan Burqa

21 Agustus 2021 8:03 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wanita Afghanistan berpakaian burqa berdiri dengan barang-barang bantuan yang diterima dari sebuah badan amal di Herat. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Wanita Afghanistan berpakaian burqa berdiri dengan barang-barang bantuan yang diterima dari sebuah badan amal di Herat. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Afghanistan tengah mengalami gejolak. Kelompok Taliban berhasil menguasai pemerintahan dan bakal menerapkan kehidupan syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Salah satu kehidupan yang akan terdampak dari adanya perpindahan kekuasaan itu adalah berkaitan dengan perempuan. Pada masa pemerintahan Taliban di masa lampau, perempuan diwajibkan menutup aurat hingga memakai burqa.
Tak pelak usai Taliban berkuasa lagi, The Guardian melaporkan bahwa kini burqa jadi incaran. Seorang pedagang burqa di Kabul, Aref, mengatakan tokonya jadi ramai pembeli. Laporan CNN juga menyebut harga burqa meningkat sampai 10 kali lipat.
Para siswi menghadiri kelas di Herat pada 17 Agustus 2021, menyusul pengambilalihan negara yang menakjubkan oleh Taliban. Foto: Aref Karimi / AFP
Apakah memang warga Afghanistan selama ini menganggap penggunaan burqa bagi perempuan di tempat umum sebagai hal yang lumrah?
Laporan Afghan People 2019 yang dirilis oleh Asia Foundation mengungkap hasil survei masyarakat Afghanistan terhadap penggunaan pakaian perempuan di tempat umum.
Hasilnya, penggunaan burqa bagi perempuan masih dianggap paling pantas di tempat umum. Dari 15.930 responden laki-laki dan perempuan, 32,12 persen di antaranya menjawab burqa.
ADVERTISEMENT
Sementara, 27,56 persen masyarakat menilai niqab lah yang paling pantas. Disusul jilbab normal 17,89%, chador 14,06%, dan jilbab longgar 7,59%. Sebanyak 0,12 persen responden tidak tahu menjawab pakaian yang paling pantas dipakai oleh perempuan.
"Perempuan lebih cenderung memilih cadar (perempuan 15,6%, laki-laki 12,5%) daripada laki-laki. Jilbab biasa (perempuan 20,2%, laki-laki 15,6%), dan hijab longgar (perempuan 8,4%, laki-laki 6,8%), dan laki-laki lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk memilih burka (laki-laki 36,6%, wanita 27,6%)," tulis survei tersebut.
Survei Asia Foundation itu menyebut secara umum responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi diasosiasikan dengan gaya berpakaian yang kurang konservatif. Meskipun demikian preferensi untuk niqab dan chador tidak terlalu berkorelasi dengan tingkat pendidikan.
"Orang-orang yang lebih suka burka lebih cenderung kurang berpendidikan, dan mereka yang lebih suka jilbab pas/biasa dan jilbab longgar cenderung lebih berpendidikan," tulis hasil survei itu.
ADVERTISEMENT
Sementara, responden yang mengatakan bahwa tanpa penutup kepala adalah gaya berpakaian perempuan di tempat umum yang paling tepat tidak ada korelasinya dengan tingkat pendidikan responden.
Pertanyaan survei pakaian perempuan di Afghanistan. Foto: Dok. Asia Foundation
Hasil survei itu berasal dari pertanyaan "Menurut Anda, siapa di antara wanita-wanita ini yang berpakaian paling tepat di tempat umum? Cukup tunjuk satu gambar."
Para responden kemudian disuguhi gambar perempuan dengan busana penutup kepala pada spektrum angka 1-6. Nomor 1 adalah yang paling tertutup yakni burqa dan nomor 6 adalah yang paling terbuka atau tanpa penutup kepala sama sekali.

Tren Pilihan Burqa Menurun

Meski burqa masih dianggap jadi pakaian perempuan paling pantas di depan publik bagi warga Afghanistan, namun dalam survei yang sama 5 tahun terakhir atau 2015-2019, ada tren penurunan pada pilihan tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 2015, pilihan burqa sebesar 35,09%. Tiga tahun setelahnya, pilihan itu menurun secara gradual hingga 2018. Sedangkan pada 2019 naik dibanding 2018, namun burqa hanya dipilih sebesar 32,12%, masih lebih rendah ketimbang 2015.
Tren kenaikan justru terjadi pada penggunaan jilbab biasa atau jilbab normal. Dari 14,97% pada 2015 menjadi 17,89% pada 2019. Penggunaan jilbab longgar juga naik tipis dari 6,53% (2015) ke 7,59 (2019).
Sedangkan responden yang memilih tanpa penutup kepala bagi perempuan justru menurun. Dari 1,18% pada 2015 menjadi 0,65% pada 2019.