news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Survei Universitas Udayana: Mayoritas Warga Bali Anggap Politik Uang Wajar

14 Maret 2025 17:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Politik Uang. Foto: ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Politik Uang. Foto: ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPU Bali bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana (LPPM Unud) melakukan survei Perilaku Memilih Masyarakat dalam Pilkada Bali 2024.
ADVERTISEMENT
Hasilnya menyebutkan sebanyak 58 persen masyarakat menganggap politik uang adalah hal yang wajar. Namun, sebanyak 52,8 persen mengaku menerima tetapi tetap memilih calon sesuai hati nurani.
"Jadi kita melihat alarm bahwa masyarakat semakin permisif terhadap politik uang melalui serangkaian Pemilu yang mereka lalui sampai hari ini," kata Ketua Tim Peneliti, Kadek Dwita Apriani, di KPU Bali, Jumat (14/3).
"Kalau ini dibiarkan dia akan menjadi persoalan bagi masyarakat dan masa depan demokrasi kita," sambungnya.
Ketua Tim Peneliti LPPM Unud, Kadek Dwita Apriani di KPU Bali, Jumat (14/3/2025). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Metode survei dilakukan dengan teknik sampling dengan menggunakan multistage random sampling dengan DPT Pilkada Bali 2024 sebagai sampling frame.
Jumlah sampel sebanyak 800 orang tersebar di 9 kabupaten/kota se-Bali. Margin of Error (MoE) 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dan teknik pengumpulan data dengan wawancara tatap muka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, 29 persen masyarakat menyatakan tidak menerima uang dan tidak memiliki calon tersebut; sebanyak 15,1 persen menerima uang dan memilih calon yang memberi uang; dan 3,1 persen tidak menjawab.
Jenis politik uang yang paling disukai masyarakat sebanyak 35,8 persen uang tunai, 26,6 sembako, sumbangan perbaikan tempat ibadah 17,9 persen, sumbangan upacara adat sebanyak 8,4 persen, safari kesehatan 8,1 persen, seragam PKK dan sejenis sebanyak 1,1 persen dan tidak menjawab 2,1 persen.
Petugas menunjukkan barang bukti dugaan politik uang pada Pemilu 2019 di kantor Bawaslu Temanggung, 16 April 2019. Foto: ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Dwita menilai tak adil bila tingginya tingkat politik uang di tengah masyarakat imbas gagalnya penyelenggara pemilu mengelar edukasi politik, politik uang dan demokrasi.
Menurutnya, pemerintah wajib meningkatkan edukasi politik dan demokrasi kepada masyarakat. Apalagi, tingkat partisipasi pemilu stagnan 71,9 persen selama tahun 2018 dan 2024.
ADVERTISEMENT
"Kita nggak bisa bilang gagal juga karena jumlah dari mereka yang menormalisasi ini memang naik tapi apakah itu adalah indikator kegagalan KPU? ada banyak indikator dari keberhasilan dan kegagalan penyelenggaraan pemilu, di aspek ini mungkin adalah aspek yang perlu diperbaiki," kata Dwita.
Komisioner KPU Provinsi Bali, I Gede John Darmawan di KPU Bali, Jumat (14/3/2025). Foto: Denita BR Matondang/kumparan

KPU Bali Kaget

Sementara Komisioner KPU Provinsi Bali, I Gede John Darmawan, mengaku kaget dengan hasil survei ini. Dia sadar KPU memiliki pekerjaan rumah (PR) besar untuk meningkatkan edukasi politik baik bagi masyarakat dan peserta Pemilu.
Tingginya prevalensi politik uang akan berdampak pada tingginya biaya politik.
"Memang hasilnya mengejutkan ya makin permisifnya pemilih di Bali terhadap money politics trust juga itu kan menjadi hal pragmatisme dalam demokrasi," katanya.
Dia menilai, masyarakat merasa wajar karena adanya pemahaman berbeda tentang politik umum secara hukum dengan pandangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Pemilu, politik uang dihitung sejak seseorang sudah ditetapkan menjadi calon atau paslon pada Pemilu. Bagi masyarakat, money politik terjadi saat politikus memberikan sumbangan ke tempat ibadah walau di luar tahapan Pemilu.
"Kan masyarakat komunal, ada banjar dan segala macam. Ada kebiasaan berdana punia (sumbangan) untuk membantu, itu kan sifat gotong royong yang ada. Ini yang akhirnya dianggap bahwa ketika seseorang berdana punia di luar masa kampanye," sambungnya.