Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Suswaningsih Peraih Kalpataru di Gunungkidul: Anak Muda Jangan Malu Jadi Petani
23 Agustus 2024 17:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Penyuluh pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, Suswaningsih (55 tahun), mengubah bukit-bukit berbatu yang tandus menjadi lahan produktif di Kapanewon Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, sejak 2012.
ADVERTISEMENT
Kerja-kerja lingkungan Suswaningsih ini kemudian diapresiasi pemerintah dengan penghargaan kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kategori pengabdi lingkungan pada 2021 silam.
Selain ingin meningkatkan kesejahteraan petani, Suswaningsih mengaku ingin lebih banyak regenerasi petani di Rongkop, yang juga merupakan tempat lahirnya.
"Regenerasi kita mendampingi mengajak petani milenial," kata Suswaningsih.
Suswaningsih yang kini menjabat Kepala BPP Rongkop mengatakan kantornya juga mendampingi para petani milenial untuk dilatih penanaman sayuran, jagung, dan tanaman pangan.
"Biar tahu, dan setelah di sini bisa mengembangkan ke petani yang lain di sekitar," bebernya.
Di Rongkop dahulu banyak pemuda memilih untuk merantau. Namun sekarang mulai banyak yang terjun ke pertanian karena hasil yang menguntungkan.
"Dikira petani hal yang memalukan, minder. Tapi sekarang bangga. Meski petani hasil ya sekarang kan lebih banyak juga," katanya.
ADVERTISEMENT
Saat pertemuan dengan kelompok tani pun banyak petani-petani muda yang mengikuti.
Cara Memanfaatkan Lahan Tandus
Lalu bagaimana metode pemanfaatan lahan berbatu ini?
"Apabila di atas-atas batu itu ada tanah, terus bisa ditanami, di bawahnya dibuat terasering ditata batunya. Tanahnya dijadikan satu untuk ditanami," katanya.
Tanah-tanah yang terbatas di antara bebatuan itu ternyata bisa ditanami aneka tanaman seperti jagung, kacang tanah, bahkan padi. "Meski pun di situ ada pohon besar (seperti jati) yang menaungi, tapi di bawahnya bisa ditanami," bebernya.
Diakui metode ini cukup susah untuk langsung diterapkan ke petani. Lalu yang perlu dilakukan kata Suswaningsih adalah memberi contoh.
"Kalau dibuat seperti ini hasilnya seperti ini. Jadi masyarakat tahu manfaatnya tidak hanya kita sekadar memberi contoh. Apabila lahan ini bisa ditanami hasilnya panjenengan (petani) yang merasakan tidak kita-kita," bebernya.
ADVERTISEMENT
Membuat terasering di perbukitan berbatu jelas tak mudah. Butuh waktu yang lama. Setelah penataan, baru lahan diberi pupuk organik yang juga hasil dari masyarakat sendiri.
Sistem tanam di lahan berbatu ini adalah tumpangsari yakni lebih dari satu jenis tanaman ditanam di satu areal pertanian.
Rinciannya MH1 (musim hujan pertama) petani akan menanam padi, jagung, dan ubi kayu. Pada bulan sekitar Februari padi dan jagung dipanen. Lalu pada MH2 pada Maret-Juni petani akan menanam kacang tanah. Kacang tanah dipanen sebelum petani memanen ubi kayu.
Jika awalnya luasan lahan kritis yang diolah hanya 5 hektare, kini sudah ada pengembangan di satu kelurahan saja sudah 200 hektare di Melikan. Sementara untuk satu kapanewon ada 900an hektare.
ADVERTISEMENT
"Di sini ada 8 kalurahan. Sekarang, sudah ada banyak petani yang di lereng-lereng perbukitan sudah menanami jagung, dan sebagainya. Semakin bertambah karena kesadaran petani," jelasnya.