Syarat Capres-Cawapres Digugat Lagi ke MK, Sidang Perdana Digelar

8 November 2023 17:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemohon Brahma Aryana mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (kanan) bersama kuasa hukumnya tiba di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pemohon Brahma Aryana mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (kanan) bersama kuasa hukumnya tiba di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana dalam gugatan baru atas frasa dalam pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 yang diubah melalui putusan MK nomor 90/PUU/XXI/2023 terkait syarat capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
Gugatan tersebut dilayangkan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) yakni Brahma Aryana yang didampingi kuasa hukumnya yaitu Viktor Santoso Tandiasa yang disidangkan dengan nomor registrasi sidang 141/PUU-XXI/2023.
Dalam sidang perdana ini, Majelis Sidang dipimpin oleh Suhartoyo bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Ketiganya meminta kepada pemohon untuk menjabarkan permohonannya.
Pemohon menyatakan pasal tersebut pada frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, adalah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah tingkat provinsi”.
Pemohon Brahma Aryana mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (kanan) bersama kuasa hukumnya tiba di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Pemohon menilai frasa tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum itu. Melalui permohonannya, pemohon menginginkan hanya pemilihan setingkat gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat mengajukan diri sebagai calon dan calon wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Viktor menuturkan bahwa dengan frasa dalam pasal 169 huruf q terbaru, akan mempertaruhkan nasib keberlangsungan bangsa Indonesia yang memiliki luas serta penduduk yang sangat banyak. Ia lantas menegaskan bahwa permohonannya itu adalah untuk kepala daerah setingkat gubernur.
“Terhadap frasa ‘yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi’,” kata Viktor dalam sidang panel yang digelar di ruang sidang MK, dikutip dari keterangan MK, Rabu (8/11).
“Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, ‘Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi’,” sambungnya.
Pemohon Brahma Aryana mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (kanan) bersama kuasa hukumnya tiba di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menanggapi permohonan pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan pemohon perlu untuk menyertakan legal standing yang diperkuat dengan argumen agar berlaku hanya untuk gubernur.
ADVERTISEMENT
“Pasal ini sebenarnya untuk kepentingan siapa saja sebenarnya, ini harus diberikan argumentasinya,” jelas Suhartoyo.
Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan pemohon ini sejatinya sudah terakomodir pada putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023. Ia menjelaskan bahwa dalam putusan MK 90 itu ada dissenting dan concurring opinion.
“Pada pasal itu, ada amar, dan dissenting dan concurring opinion. Ini hukum acaranya di sini, dengan ini akan paham arti dari dissenting opinion yang NO dan Tolak. Sedangkan yang Kabul sekian hakim itu, berarti ada alasan berbeda. Pahami konteksnya,” jelas Guntur.