Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Tak Ada Lagi Pimpinan Perempuan di Partai Komunis China
24 Oktober 2022 13:52 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
PKC adalah kelompok kepemimpinan paling senior kedua di bawah Presiden China, Xi Jinping. Partai berusia 101 tahun itu tidak menunjuk seorang pun perempuan dalam Politbiro beranggotakan 24 orang untuk pertama kalinya dalam setidaknya beberapa dekade.
Beijing sebenarnya menjamin hak perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Politikus perempuan pun membentuk sekitar 30 persen dari keseluruhan anggota PKC. Kendati demikian, hanya ada segelintir perempuan yang menempati jabatan tinggi dalam partai tersebut.
Dalam partai politik terbesar di dunia dengan 96 juta anggota aktif itu, perempuan tidak pernah memegang banyak posisi kekuasaan.
Perempuan mencakup lima persen dari 205 anggota Komite Pusat PKC. Puncak kekuasaan China—Komite Tetap Politbiro PKC—juga masih didominasi oleh laki-laki. Satu-satunya perempuan yang pernah menduduki kursi di Politbiro adalah Sun Chunlan.
ADVERTISEMENT
Sun adalah Wakil Perdana Menteri China. Politikus veteran tersebut mengawasi kebijakan Kesehatan di China. Ketika mereka merengkuh kekuasaan selama akhir pekan lalu, Sun absen dari daftar baru Komite Pusat PKC. Artinya, dia telah mundur dari kekuasaan.
Sun adalah mantan ketua partai Provinsi Fujian dan Munisipalitas Tianjin. Dia sering dikirim untuk meninjau kota-kota selama pandemi COVID-19. Wajah dari kebijakan nol-COVID tersebut memerintahkan tindakan keras sehingga mendapatkan julukan 'Wanita Besi'.
Para pengamat berharap bahwa Sun akan digantikan oleh Kepala Federasi Wanita Slueruh China (ACWF), Shen Yueyue, atau mantan Gubernur Guizhou, Shen Yiqin. Tetapi, tidak ada seorang pun perempuan yang diangkat untuk posisi tersebut.
Ada semakin sedikit perempuan yang berhasil naik dari posisi akar rumput di PKC. Persentase perempuan di Komite Pusat PKC pun hanya berkisar antara lima dan delapan persen selama dua dekade terakhir. Artinya, diskriminasi bahkan dimulai dari tingkat bawah.
ADVERTISEMENT
"Karena perempuan memegang posisi yang lebih marjinal di tingkat yang lebih rendah, mereka memasuki pemerintahan lebih lambat dari laki-laki dan mereka dipaksa untuk pensiun lebih awal dari rekan-rekan laki-laki," ungkap profesor ilmu politik di UC San Diego, Victor Shih, dikutip dari AFP, Senin (24/10).
Tokoh-tokoh seperti Sun jarang terlihat dalam politik China. Seksisme yang mendarah daging menghalangi kandidat perempuan dengan potensi menjanjikan untuk menjamin karier mereka.
Susunan pemain baru yang dikemas dengan sekutu Xi diperkirakan akan memperkuat cengkeramannya atas kekuasaan di negara itu.
Kondisi semacam itu berbeda jauh dengan janji nenek moyang PKC, Mao Zedong. Dia menyerukan bahwa 'perempuan memegang separuh langit'. Ahli lantas menyebut PKC sebagai institusi maskulin dan patriarki dari akarnya sebagai gerakan sosial hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
"Komitmen Partai Komunis China terhadap hak-hak perempuan menurut saya lebih seperti komitmen untuk memajukan hak-hak ekonomi perempuan," papar dosen senior di University of Sydney, Minglu Chen.
"Ini hanya tentang: 'perempuan harus bergabung dengan angkatan kerja yang dibayar'," sambung dia.
Kurangnya keterwakilan perempuan dalam politik berakar secara sistemik di China. Tantangan muncul dari konservatisme sosial dan represi atas aktivisme hak-hak perempuan rumah tangga.
Sebagai akibatnya, perempuan sulit melawan ekspektasi untuk memprioritaskan keluarga daripada karier. Negara mengeksploitasi ekspektasi tersebut untuk mendorong perempuan agar mengandung anak demi mengimbangi populasi yang cepat menua.
Perempuan muda yang melawan ekspektasi sosial dengan mengambil pekerjaan pun menanggung beban berlapis. Sebab, China tidak memiliki cukup kebijakan yang dapat mendukung ibu yang bekerja.
ADVERTISEMENT
"Banyak perempuan berbicara tentang bagaimana mereka tidak dapat mengambil peran ganda untuk menjadi ibu, istri, dan pekerja yang baik," terang Chen.
Prasyarat bahwa sebagian besar pejabat provinsi yang dipilih memiliki sejumlah gelar pendidikan tinggi kian merugikan perempuan China. Jaringan patronase informal pun dibangun melalui restoran-restoran yang didominasi laki-laki dan sering kali melibatkan alkohol.
"Banyak mantan rekan laki-laki Xi di Zhejiang dan Fujian sekarang menjadi anggota Politbiro," ujar Shih.
"Namun, tidak ada rekan perempuan sebelumnya yang berhasil masuk ke Politbiro dan bahkan menduduki posisi puncak di provinsi," lanjut dia.
Hambatan muncul pula dari usia pensiun rendah bagi perempuan China. Usia pensiun untuk pegawai negeri sipil perempuan adalah 55 tahun, sedangkan bagi laki-laki adalah 60 tahun. Untuk tingkat wakil divisi, usia pensiun bagi perempuan adalah 60 tahun.
ADVERTISEMENT
Para menteri perempuan diperkirakan akan pensiun pada usia 65 tahun, sementara pemimpin pusat mematuhi batas usia 68 tahun. Bahkan dengan adanya sistem kuota sejak 2001, implementasinya sangat kurang tanpa mekanisme pengawasan yang tepat.
"Jika kita telah melihat sistem kuota yang lebih baik yang diperkuat secara ketat, maka kita akan mulai melihat hasil yang berbeda," jelas Chen.
"Dominasi satu partai telah menyebabkan [ketidaksetaraan] ini juga," tambah dia.