Tak Cuma di Jakarta, Ini Kebijakan Pelarangan Plastik di Empat Negara

17 Januari 2020 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga membawa kantung berisi belanjaanya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (15/1).  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warga membawa kantung berisi belanjaanya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (15/1). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta mulai berbenah. Kapok kotanya porak-poranda akibat banjir, pada tanggal 27 Desember 2019, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang pembatasan kantong plastik sekali pakai di pusat-pusat perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya peraturan ini, Pemprov DKI memberikan keringanan pajak daerah terhadap pelaku usaha yang mau taat. Namun akan ada sanksi administratif bagi yang tidak mengindahkan aturannya. Denda yang dibebankan juga tidak tanggung-tanggung, yakni Rp 5-25 juta.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, peraturan tersebut akan berjalan efektif enam bulan setelah disahkan, yakni tanggal 1 Juli 2020. Oleh karena itu, masih ada enam bulan untuk warga DKI belajar mengendalikan pemakaian plastik saat berbelanja.
Aturan pelarangan penggunaan kantong plastik tidak hanya terjadi di Jakarta. Setidaknya 4 negara ini telah menerapkannya terlebih dahulu.
Berikut 4 kebijakan penggunaan plastik di 4 negara tersebut:

Bangladesh

Pelopor pelarangan plastik sekali pakai di dunia pertama kali diinisiasi oleh Bangladesh. Setelah negaranya terendam banjir pada tahun 1988 dan tahun 1998, Bangladesh mengambil langkah tegas pada tahun 2002 untuk melarang warganya menggunakan plastik sekali pakai.
ADVERTISEMENT
Tak bisa dipungkiri memang, banjir yang berlangsung selama dua bulan di dua pertiga Bangladesh disebabkan oleh ulah warganya sendiri. Saat itu, masyarakat Bangladesh menghasilkan sampai 9,3 juta sampah plastik setiap harinya.
Lebih parahnya, hanya 10-15% sampah yang bisa ditampung di tong sampah. Sisanya masuk ke dalam saluran drainase dan saluran pembuangan limbah.
Wanita Suku Mandi di Bangladesh sedang berjualan Foto: Shutter Stock
Belajar dari bencana yang pernah dihadapinya, Bangladesh memberlakukan hukuman 10 tahun penjara atau 1 juta taka, setara dengan Rp 1,6 miliar, bagi warga yang kedapatan memakai plastik berbahan polyethylene atau poly-propylenedan. Tak pandang bulu, pemerintah Bangladesh juga menindak pelaku usaha yang terang-terangan menjual plastik dengan hukuman 6 bulan penjara atau denda 10 ribu taka yang setara dengan 1,6 juta rupiah.
ADVERTISEMENT

Kenya

Kenya sempat dikenal sebagai negara yang menggunakan plastik sebagai “flying toilets” atau toilet terbang. Sebab di Kenya, membuang tinja di kantong plastik sudah menjadi hal yang lumrah.
Namun hal itu berubah sejak tahun 2007, saat Pemerintah Kenya melarang penggunaan plastik secara bebas. Masyarakat Kenya mulai beralih menggunakan toilet umum sebab plastik yang berserakan berkurang di jalanan.
Dengan pelarangan penggunaan plastik, Kenya juga mampu mencegah penyebaran penyakit malaria dan demam berdarah. Selain itu, aturan ini juga menginspirasi Uganda, Tanzania, Burundi, dan Sudan Selatan untuk menerapkan hal yang serupa.
Melalui kebijakan pelarangan plastik, pemerintah Kenya menetapkan hukuman 4 tahun penjara bagi warganya yang ketahuan memproduksi, menjual ataupun menggunakan plastik. Hukuman juga bisa berlaku denda sebesar 40.000 Shilling Kenya atau setara dengan 5.4 juta rupiah.
ADVERTISEMENT

Rwanda

Di Rwanda, membawa kantong plastik sama ilegalnya seperti membawa narkoba. Sampai-sampai lipatan kantong plastik biasa diselundupkan di celana dalam, bra hingga bawah ketiak. Namun pelarangan penggunaan plastik tidak berlaku untuk rumah sakit dan farmasi.
Dilansir The New York Times, penerapan larangan plastik di Rwanda dalam sektor bisnis memang cukup menyulitkan. Untuk barang-barang impor yang masuk ke Rwanda, petugas bea cukai akan melepas paket yang menggunakan plastik dan membungkusnya kembali dengan kertas atau tas canvas.
Ilustrasi penggunaan tas belanja. Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun
Mengenai pembungkus makanan, Rwanda juga hanya memperbolehkan penggunaan kantong biodegradable untuk daging dan ikan beku, bukan untuk barang lain seperti buah dan sayuran.
Sementara keripik kentang dan makanan lain yang dikemas dalam plastik hanya diizinkan apabila perusahaan yang membuatnya disetujui oleh pemerintah. Itu pun setelah perusahaan menunjukkan rencana bisnis terperinci yang mencakup bagaimana mereka berencana mengumpulkan dan mendaur ulang plastiknya.
ADVERTISEMENT
Aturan ini dinilai cukup ketat. Tidak main-main masyarakat Rwanda yang menggunakan plastik secara sengaja harus menyampaikan maaf secara terbuka di depan publik. Denda secara administratif juga tetap diberlakukan.
Bagi penjual yang memproduksi dan menjual kantong plastik, tokonya terancam ditutup dan pimpinannya dikenakan hukuman satu tahun penjara. Sedang penyelundup atau pengimpor kantong plastik, hukuman yang harus ditanggung adalah 6 bulan penjara.
Kota Kigali di Rwanda Foto: Booking.com
Namun dengan adanya aturan tersebut, Ibu Kota Rwanda, Kigali, dinobatkan sebagai negara paling bersih di Afrika oleh UN Habitat pada 2008. Untuk menyiasati aturan yang telah berlangsung selama 11 tahun ini, masyarakat Rwanda terbiasa membawa keranjang atau baskom untuk membawa barang-barang yang telah mereka beli.

Prancis

Berbeda dengan Rwanda, pelarangan penggunaan plastik di Prancis dilakukan secara bertahap. Dimulai dari tahun 2015, Pemerintah Prancis melarang warganya menggunakan plastik tipis di supermarket.
ADVERTISEMENT
Lalu, di tahun berikutnya, penggunaan plastik untuk gelas, piring, dan alat makan lain seperti sendok, garpu, dan pisau juga ikut dilarang. Pelarangan alat-alat makan plastik ini juga menjadikan Prancis sebagai negara pertama memerangi alat makan plastik di dunia. Baru di tahun 2017, penggunaan kantong plastik tebal yang biasa digunakan untuk buah dan sayur juga tak boleh lagi dipakai.
Ilustrasi peralatan makan plastik. Foto: Shutter Stock
Kebijakan Prancis melarang penggunaan plastik sekali pakai dipicu oleh kesadaran masyarakatnya yang menilai plastik membawa dampak negatif pada lingkungan. Alih-alih hancur tergerus waktu, plastik-plastik sekali pakai ini diprediksi hanya terpecah menjadi partikel kecil yang bisa dikonsumsi oleh binatang terutama binatang di lautan.
Oleh karena itu, dengan kebijakan ini Prancis memberikan diskon sebesar 10% kepada konsumen yang mau mendaur ulang sampah plastik yang mereka hasilkan. Dan akan meningkatkan pajak produk sebagai ongkos penguburan sampah. Hal ini telah diterapkan sejak tahun 2019.
ADVERTISEMENT