Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tak Hanya Abby Choi, WNI Juga Pernah Tewas Dimutilasi di Hong Kong
27 Februari 2023 19:39 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Nyawa ibu empat anak itu dihabisi oleh keluarga mantan suaminya sendiri dan potongan jasadnya ditemukan di kulkas serta panci berisi sup.
Ini bukan kali pertama kasus mutilasi di Hong Kong terjadi. Pada Oktober 2014 silam, tragedi sadis serupa pernah menimpa wanita warga negara Indonesia (WNI ) bernama Sumarti Ningsih (23). Pelaku juga membunuh seorang WNI lain, Seneng Mujiasih (26).
Dikutip dari BBC, pelaku pembunuhan sadis itu bernama Rurik George Caton Jutting, seorang pria kelahiran 1985 berkewarganegaraan Inggris.
Dia melancarkan aksinya seorang diri dengan cara mengajak kedua wanita yang diduga pekerja migran sekaligus pekerja seks komersial (PSK) itu satu per satu datang ke apartemen mewahnya di Distrik Wan Chai.
Insiden bermula menjelang perayaan Halloween, tanggal 25 Oktober 2014. Korban pertama yang ditarget Jutting adalah Ningsih — keduanya diketahui pernah bertemu dan sempat melakukan hubungan badan.
Jutting menelepon Ningsih, mengajaknya berkunjung ke unit apartemennya di lantai 31 untuk kembali melakukan hal serupa. Ningsih, perempuan kelahiran 1991 asal Cilacap, itu pun menyetujui tawaran Jutting.
ADVERTISEMENT
Namun, Ningsih justru diperkosa dan disiksa oleh Jutting selama tiga hari. Setelah tewas, korban dimutilasi dan tubuhnya disembunyikan di dalam koper.
Dalam sebuah video yang ditampilkan di pengadilan, tampak Jutting merekam dirinya berbicara di depan kamera dan mengakui perbuatan kejinya.
“Nama saya Rurik Jutting. Sekitar lima menit lalu saya membunuh perempuan ini di sini,” ucap Jutting, seraya menunjukkan mayat terkapar tak berdaya di lantai.
Beberapa hari kemudian, Jutting kembali melancarkan aksinya. Korban kedua Jutting adalah Mujiasih alias Jesse Lorena — perempuan asal Sulawesi Selatan. Mujiasih semula datang ke Hong Kong untuk mengadu nasib sebagai pekerja migran pada tahun 2006.
Pada malam Halloween, 31 Oktober 2014 Jutting bertemu dengan Mujiasih dan mengajaknya datang ke apartemen — tempat dia membunuh Ningsih sebelumnya—untuk melakukan hubungan badan.
ADVERTISEMENT
Situasi semula berlangsung normal hingga Mujiasih melihat alat penyumpal mulut berada di sofa dan dia pun ketakutan. Jutting yang kala itu panik pun langsung menyekap Mujiasih dan mengancam akan membunuhnya jika dia memberontak.
Tak menghiraukan ancaman itu, Mujiasih terus berupaya melepaskan diri dari cengkeraman hingga akhirnya dia dianiaya dan dibunuh.
Ketika menghadiri sidang di pengadilan, Jutting mengaku bahwa dirinya berada di bawah pengaruh kokain dengan dosis berat serta alkohol.
Merasa depresi telah kembali menghabisi nyawa orang, Jutting pun berniat untuk menghabisi nyawanya sendiri dengan mengkonsumsi lebih banyak kokain. Namun, akhirnya dia menelepon layanan darurat sebanyak tiga kali dan mengakui perbuatannya.
Keesokan harinya, pada 1 November 2014 polisi tiba di apartemen Jutting. Pihak kepolisian menemukan sebuah koper besar berwarna hitam di balkon dan jasad Ningsih yang sudah terpotong-potong dan membusuk.
ADVERTISEMENT
Selain itu, polisi juga menemukan Mujiasih yang sedang sekarat dan telanjang — terdapat luka tusukan di leher dan pantatnya. Nyawa wanita malang itu tidak tertolong ketika sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.
Di pengadilan, Jutting didampingi oleh seorang psikiater. Dijelaskan bahwa pembunuh berdarah dingin yang dikenal pendiam itu merupakan sosok yang pintar dan terbilang sukses.
Dia adalah lulusan salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia — Cambridge University — dan bekerja sebagai bankir di Bank of America Merrill Lynch cabang Hong Kong.
ADVERTISEMENT
Namun, kejiwaan Jutting terganggu sejak tunangannya berselingkuh dengan pria lain dan memutuskan hubungan. Tunangan Jutting langsung meninggalkannya di hari ketika mereka putus lantaran respons Jutting yang ekstrem kala itu.
ADVERTISEMENT
Jutting kemudian depresi dan berupaya untuk memaafkan perbuatan tunangannya, tetapi gagal.
Jutting disebut tidak mampu menerima kegagalan dan kritik, dia didiagnosa memiliki karakter narsistik dan penyuka video porno berbau sadisme. Dia suka mempraktikkan apa yang dia lihat di video itu dengan siapa pun — tanpa harus memiliki ketertarikan.
Kasus pembunuhan sadis yang melibatkan WNI ini dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri RI kala itu, Michael Tenne, pada 4 November 2014.
“Pada intinya jika pihak keluarga menghendaki jasad para korban untuk dimakamkan di Indonesia, maka pihak Kemlu akan membantu memfasilitasi pemulangan jenazah kedua WNI tersebut,” ucapnya.
Jasad Ningsih dan Mujiasih kemudian dimakamkan di tanah kelahiran masing-masing. Kasus ini menjadi kasus pembunuhan terparah yang paling menggemparkan tak hanya di Hong Kong, tetapi juga di Inggris, Indonesia, dan seluruh dunia.
ADVERTISEMENT