Tak Hanya RSUD Zainoel Abidin, BOR 6 RS di Aceh Juga di Atas 75 Persen

10 Agustus 2021 9:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RS Zainoel Abidin direnovasi, pasien dipindahkan ke gedung lama. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
RS Zainoel Abidin direnovasi, pasien dipindahkan ke gedung lama. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) di RSUD Zainoel Abidin, Banda Aceh, nyaris penuh oleh pasien corona. Hal serupa juga terjadi di sejumlah rumah sakit lainnya di wilayah Aceh.
ADVERTISEMENT
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, menyebut selain RSUDZA Banda Aceh, BOR ruang pinere di sejumlah rumah sakit lainnya di Aceh juga sudah melampaui standar minimal World Health Organization (WHO), yakni 60 persen.
Adapun RSUD yang BOR-nya sudah mencapai 76 – 100 persen meliputi RSUD Meuraxa Banda Aceh, RSUD Subulussalam, RSUD Aceh Besar, RSUD Aceh Singkil, RSUD Datu Beru Takengon, dan RSUD Tgk Abdullah Syafi’I, Pidie.
“Kemudian BOR RSUD Aceh Tamiang, RSUD Langsa, Rumkit Iskandar Muda (IM) Lhokseumawe, dan RS Jiwa Banda Aceh, antara 51 – 75 persen,” ujar Saifullah, Selasa (10/8).
Lebih lanjut, Saifullah menuturkan, RSU dengan BOR 26 – 50 persen meliputi RSUD Cut Nyak Dhien Aceh Barat, RSUD dr Fauziah Bireuen, RSUD Cut Mutia Lhokseumawe, RSUD H Sahudin Aceh Tenggara, dan RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli.
ADVERTISEMENT
“Selanjutnya RSUD Sultan Abdul Aziz Syah, Aceh Timur, Rumkit Kesdam IM Banda Aceh, RSUD Munyang Kute, Bener Meriah, RSUD Teuku Umar, Aceh Jaya, RSUD Pidie Jaya, dan RSUD dr Zubir Mahmud di Aceh Timur,” tuturnya.
Sedangkan tujuh rumah sakit rujukan COVID-19 lain yang BOR-nya masih sekitar 25 persen ke bawah, yakni Rumkit IM Meulaboh, RSUD Sultan Iskandar Muda Nagan Raya, RSUD Teungku Peukan Abdya, RSUD H Yulidin Away Aceh Selatan, RSUD Muhammad Ali Kasim Gayo Lues, RSUD Simeulue, dan RSUD Sabang.
Saifullah menjelaskan, tingginya BOR di ruang pinere semua rumah sakit itu merupakan imbas atas lonjakan kasus positif COVID-19 baru dalam tiga pekan terakhir di Aceh.
Poliklinik Khusus Pinere (Penyakit Infeksi New-Emerging, dan Re-Emerging) Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Bahkan, pihaknya tak menutup kemungkinan kasus-kasus baru dengan gejala sedang hingga berat, bahkan kritis, kemungkinan bisa bertambah lagi di semua daerah. Karena itu, setiap rumah sakit diminta melakukan antisipasi sejak dini.
ADVERTISEMENT
“Pasien COVID-19 yang dirawat inap di rumah sakit benar-benar pasien yang mengalami gejala sedang dan berat atau kritis. Pasien positif COVID-19 dengan gejala ringan dapat direkomendasikan untuk isolasi mandiri atau isolasi di tempat khusus yang disediakan oleh pemerintah daerah, seperti tempat isolasi yang dimiliki Pemerintah Kota Banda Aceh,” kata Saifullah.
Kemudian, Saifullah menyarankan agar semua RSUD kabupaten/kota segera melakukan alih fungsi ruangan dan bed yang ada untuk perawatan COVID-19, sebagaimana dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor. HK 02.01/Menkes/11/2021. Surat Edaran (SE) tersebut mengharapkan semua rumah sakit pelayanan COVID-19 mengalihfungsikan tempat tidur yang ada sesuai zonanya.
IGD RSUD Aceh Tamiang ditutup sementara. Foto: Dok. Istimewa
SE Menkes tertanggal 11 Januari 2021 itu menetapkan Aceh sebagai zona tiga, yaitu setiap rumah sakit di zona ini diminta menambah kapasitas ruang rawat inap COVID-19, dengan mengkonversi minimal 20 persen dari total tempat tidur yang dimiliki. Serta, menambah kapasitas ICU sebanyak 10 persen dari kapasitas bed yang dikomersilkan untuk COVID-19.
ADVERTISEMENT
“SE tersebut, selain ditujukan kepada gubernur, bupati, dan wali kota, juga kepada semua asosiasi rumah sakit di Tanah Air. Menkes meminta perhatian semua pihak untuk memberi pelayanan sesuai kebutuhan medis penderita COVID-19,” jelas dia.
Di sisi lain, Saifullah juga mengimbau semua RSUD di kabupaten/kota untuk meningkatkan selektivitas rujukan pasien corona ke RS rujukan utama di Aceh, yakni RSUDZA Banda Aceh. Apabila secara medis dapat ditangani di daerah, maka tidak dipaksa rujuk ke RSUDZA.
“Selektivitas rujukan itu tujuannya agar semua pasien mendapat penanganan dan pelayanan sesuai kebutuhan medisnya,” pungkasnya.