Tak Lagi Macet Berkat Jembatan Pelangi Antapani

24 Januari 2017 11:48 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Jembatan Layang Antapani Bandung (Foto: pu.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Jembatan Layang Antapani Bandung (Foto: pu.go.id)
Kamu yang biasa berkunjung ke Kota Bandung, pasti familiar dengan kemacetan di Jalan Antapani dan Jalan Terusan Jakarta. Tapi sebentar lagi kemacetan itu akan terurai seiring dengan peresmian jembatan layang (overpass/flyover) Antapani atau Jembatan Pelangi Antapani.
ADVERTISEMENT
Peresmian dilakukan oleh Wapres Jusuf Kalla, Selasa (24/1). Wapres akan didampingi oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan pejabat daerah setempat. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil juga telah mengumumkan rencana peresmian itu lewat akun media sosialnya. Sejumlah ruas jalan ditutup hingga tengah hari akibat peresmian proyek ini.
Mengutip data Kementerian PUPR, jembatan layang tersebut terletak di dua kecamatan yaitu Kiaracondong dan Batununggal. Jalan layang Antapani memenuhi persyaratan spesifikasi jalan dengan tinggi ruang bebas vertikal 5,1 meter dengan lebar lalu lintas 6,5 meter untuk 2 lajur dan 2 arah. 
Pembangunan proyek infrastruktur ini dimulai pada 10 Juni 2016 yang ditandai groundbreaking oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Setelah 6 bulan pengerjaan, overpass tersebut rampung dan telah melalui tes uji coba lalu lintas pada 28 Desember 2016 dan serangkaian tes lainnya. 
ADVERTISEMENT
Pembangunan Overpass Antapani bertujuan untuk mengatasi kemacetan yang setiap hari terjadi di persimpangan Jalan Antapani dan Jalan Terusan Jakarta, terlebih pada jam sibuk pagi dan sore hari serta akhir pekan.
Pertama Kali Diterapkan di Indonesia
Overpass Antapani merupakan pilot project teknologi Corrugated Mortarbusa Pusjatan (CMP) yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia. Baja struktur yang digunakan di Overpass Antapani berbentuk corrugated atau armco dengan tiga jumlah bentang.
Panjang untuk bentang tengah adalah 22 meter dengan tinggi ruang bebas vertikal 5,1 meter dan lebar bentang lainnya (u-turn) adalah 9 meter.  
CMP adalah teknologi yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Balitbang Kementerian PUPR. Teknologi ini merupakan pengembangan teknologi timbunan ringan mortar busa dengan struktur baja bergelombang. Kelebihan CMP
ADVERTISEMENT
Kelebihan CMP adalah masa konstruksi yang lebih cepat 50%, jika dibandingkan untuk konstruksi beton umumnya memakan waktu 12 bulan, sementara CMP hanya memerlukan 6 bulan. Kelebihan lainnya adalah bentangan konstruksi jembatan yang panjang. Lengkungan jembatan dapat mencapai 36 meter sehingga mampu mengakomodir hingga 8 lajur kendaraan di bawah jembatan.
Pelaksanaan konstruksi CMP juga tidak mengharuskan penutupan jalur kendaraan, sehingga memberikan dampak yang sangat kecil terhadap kemacetan di sekitar lokasi konstruksi. CMP memiliki nilai estetis, sehingga dapat menjadi suatu landscape dan bahkan bisa menjadi landmark suatu kawasan.
Konsumsi bahan alam dalam konstruksi CMP jauh lebih rendah dibandingkan konstruksi dengan teknologi beton sehingga ramah lingkungan. Teknologi mortar busa ini digunakan sebagai pengganti timbunan tanah, atau sub base yang biasanya dipakai tanpa memerlukan lahan yang lebar karena dapat dibangun tegak dan tidak memerlukan dinding penahan serta tidak perlu alat pemadat karena dapat memadat dengan sendirinya.
ADVERTISEMENT
Ongkos Lebih Murah
Penggunaan baja bergelombang, selain mempercepat waktu pelaksanaan overpass juga lebih efisien secara pembiayaan. Biasanya, untuk membuat satu buah jembatan dengan beton bertulang, membutuhkan biaya sekitar Rp 120 miliar. Tetapi, untuk pembuatan overpass dengan struktur baja bergelombang dan timbunan ringan mortar busa, hanya membutuhkan anggaran Rp 35 miliar.
Pembangunan Overpass Antapani merupakan proyek kerja sama antara Pusjatan Kementerian PUPR, Pemerintah Kota Bandung, dan Pemerintah Korea.
Dari anggaran Rp 35 miliar yang dibutuhkan untuk pembangunan Overpass Antapani, komposisi pembiayaan terdiri Rp 22 miliar berasal dari Pusjatan Kementerian PUPR, Rp 10 miliar dari Pemerintah Kota Bandung, dan Rp 3 miliar dari Pemerintah Korea dalam bentuk komponen material.
ADVERTISEMENT