Lipsus Sambo- COVER

Tamatnya Sambo, sang Jenderal Bintang Lima (1)

29 Agustus 2022 12:53 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ucapan Komisi Kepolisian Nasional soal betapa berkuasa Irjen Ferdy Sambo di internal Polri itu juga disuarakan ketua mereka, Menko Polhukam Mahfud MD, dalam rapat dengan Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/8).
Mahfud menegaskan, label “jenderal bintang lima” yang disematkan Kompolnas pada Sambo berdasarkan cerita dari para perwira senior Polri, termasuk mantan Kapolri. Menurut mereka, sepak terjang Sambo bak kaisar yang memiliki kerajaan di Polri.
“... Sambo itu, [berdasarkan] psiko-struktural dan psiko-hierarkis [di tubuh Polri]... terlalu besar kekuasaannya... sehingga menjadi seperti kerajaan—ada Mabes di dalam Mabes... [Akibatnya], kasus [Yosua] tidak bisa dibuka sebelum bintang-bintang itu diserahkan,” tutur Mahfud.
“Lima bintang” Sambo kini telah dilucuti. Ia bukan hanya dicopot dari jabatannya selaku Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan, tapi juga dipecat dari Polri. Sementara dua kepala biro di bawahnya—Kepala Biro Pengamanan Internal Brigjen Hendra Kurniawan dan Kepala Biro Provos Brigjen Benny Ali—juga dicopot dan dimutasi.
Hanya satu kepala biro di Divisi Propam yang bertahan di tengah badai kasus Yosua. Brigjen Anggoro Sukartono yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro Pertanggungjawaban Profesi di bawah rezim Sambo kini diangkat menjadi Karo Paminal menggantikan Brigjen Hendra Kurniawan.
Ferdy Sambo saat masih bintang satu dan baru menjabat Kadiv Propam Polri. Foto: Dok Pribadi
Jabatan Kadiv Propam yang digenggam Sambo sejak 16 November 2020 sampai ia dinonaktifkan pada 18 Juli 2022 merupakan posisi strategis di Polri. Divisi ini adalah “polisinya polisi”. Kepalanya umumnya bakal naik ke jabatan yang lebih tinggi.
Beberapa pimpinan Polri pun pernah duduk sebagai Kadiv Propam. Mereka adalah Komjen (Purn) Jusuf Manggabarani, Wakapolri periode 2010–2011; Komjen (Purn) Oegroseno, Wakapolri periode 2013–2014; Jenderal (Purn) Budi Gunawan, Wakapolri periode 2015–2016 yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara; Jenderal (Purn) Syafruddin, Wakapolri periode 2016–2018; Jenderal (Purn) Idham Aziz, Kapolri periode 2019–2021; dan Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolri saat ini.
“Jadi ini jabatan yang luar biasa penting. Kapolri dan Wakapolri pernah di sini. Ibaratnya, kalau Bareskrim itu [bertugas] menindak secara hukum [kasus] di luar Polri, Propam ini di internal Polri. Polisinya polisi,” kata komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudanto kepada kumparan di kantornya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (26/8).
Sidang Propam di Polda Sulawesi Tenggara, Kendari. Foto: ANTARA/Jojon
Sambo sebagai Kadiv Propam dapat menentukan nasib seorang polisi, sebab divisinya memegang 3 kewenangan besar: menangkap polisi yang melanggar aturan, menuntut polisi tersebut layaknya jaksa, dan menjatuhkan hukuman kepada polisi itu serupa hakim.
“Satu fungsi punya tiga kewenangan—yang mestinya dibagi-bagi. Kalau di [masyarakat] umum ada polisi, jaksa, dan hakim. Tapi di [internal polisi] ini dipegang Propam semua. Dia yang menahan, menyelidik, menyidangkan, menuntut, dan memvonis,” kata Wahyu.
Seluruh rangkap kewenangan itu tidak memenuhi asas checks and balances. Padahal, ujar Wahyu, mestinya setumpuk kewenangan tersebut dipisah seperti konsep Trias Politika pada struktur pemerintahan masyarakat sipil yang membagi kekuasaan di antara cabang eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen), dan yudikatif (kehakiman).
Itu sebabnya Kompolnas akan mengevaluasi dan mengusulkan penataan ulang atas kewenangan Divisi Propam. Terlebih, kasus kematian Yosua yang didalangi Sambo telah menyeret hampir seratus polisi ke dalam pelanggaran kode etik serius. Mereka tak kuasa menolak perintah karena hegemoni Sambo.
Adalah ironi bahwa divisi yang mestinya menegakkan disiplin di lingkungan Polri justru menjadi gembong kejahatan karena ulah atasannya. Kompolnas pun semakin yakin bahwa kewenangan Kadiv Propam perlu dikebiri.
Logo Propam Polri. Foto: Dok. Div Propam Polri
“Pak Mahfud sudah memberikan instruksi untuk melakukan kajian. Berlaku satu bulan. Di situ kami akan diskusi bersama pakar mengenai organisasi [Polri] ini, terutama Propam,” ujar Wahyu.
Selama ini, Sambo selaku Kadiv Propam tahu banyak rekam jejak rekan sejawatnya di Polri. Ia punya pengaruh untuk merekomendasikan—atau menghambat—orang-orang yang akan mendapatkan promosi atau kenaikan pangkat, serta melanjutkan sekolah ke Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.
“Seseorang yang akan masuk Sespim bisa tidak diberi rekomendasi meski prestasinya bagus. Kadiv Propam bisa menganulirnya karena catatan negatif,” kata Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies.
Padahal, lanjutnya, sekarang ini hampir tak ada polisi yang tidak memiliki catatan negatif.
“Mana ada polisi yang 100% bersih dan 100% jujur? Artinya, [hampir semua polisi] punya kelemahan, dan satu kelemahan bisa dimanfaatkan untuk menjatuhkannya.”
Dengan kata lain, ujar Bambang, kewenangan Kadiv Propam untuk memeriksa rekam jejak (background check) personel Polri membuat kepangkatan mereka berada di tangannya.
Anggota Propam Polri mendampingi sejumlah saksi dari dalam sidang etik terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA
Kewenangan Propam menentukan nasib polisi makin besar jika mereka bekerja sama dengan SDM Polri. Persoalannya, menurut seorang sumber, orang-orang Sambo pun tersebar di divisi tersebut.
“Jabatan atau promosi itu duet Propam dengan SDM. Ini sangat vital. Tanpa pengawasan eksternal ketat, reformasi yang dicanangkan Polri—kultural dan struktural—hanya bagus di atas kertas,” tutur Bambang.
Irjen Ferdy Sambo—saat masih menjabat Kadiv Propam—sedang menitipkan 136 anggota Polri yang terlibat penyalahgunaan narkoba kepada Brimob untuk dibina, Kamis (12/5). Foto: Dok. Div Propam Polri

Kuasa Ganda

Tak cuma menjabat Kadiv Propam, Sambo juga sejak 20 Mei 2020 juga menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas Khusus Polri yang berwenang menyelidiki dan menyidik tindak pidana yang menjadi atensi pimpinan Polri di dalam atau luar negeri.
Penunjukkan Sambo sebagai Kepala Satgassus tertuang dalam Surat Perintah Polri Nomor 1246/V/HUK.6.6/2020. Kala itu, Idham Azis menjabat sebagai Kapolri, sedangkan Sambo masih menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Enam bulan kemudian, November 2020, Sambo diangkat menjadi Kadiv Propam. Ini membuat posisinya kian berpengaruh. Sambo semakin dikenal sebagai anak emas dari geng eksklusif di tubuh Polri.
Tahun ini, jabatan Sambo selaku Kasatgassus pun diperpanjang oleh Kapolri Listyo Sigit melalui Surat Perintah Polri Nomor 1583/VII/HUK.6.6/2022 tertanggal 1 Juli 2022—hanya sepekan sebelum penembakan Yoshua.
Ferdy Sambo (kaos hitam, tengah) saat masih menjabat Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Foto: Dok. Pribadi
Satgas yang kemudian dikenal dengan sebutan Satgassus Merah Putih itu merupakan tim nonstruktural di tubuh Polri yang beroperasi lintas divisi. Tim ini kemudian berkembang menjadi tim elite dan beranggotakan orang-orang kepercayaan Sambo, termasuk Brigadir Yosua Hutabarat dan Bharada Richard Eliezer.
Konon, terdapat setidaknya lima jenderal bintang satu yang tergabung dalam Satgassus Polri. Ini pula yang semakin meneguhkan label Sambo sebagai sosok “jenderal bintang lima”.
Di sisi lain, menurut Indonesia Police Watch, api kecemburuan tumbuh cepat di internal Polri terhadap Satgassus. Mereka yang tidak menjadi bagian dari Satgassus merasa mendapat peluang lebih kecil.
“Ada demoralisasi dan rasa iri yang tinggal meledak kapan saja,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Seorang sumber menyebut bahwa karier anggota Satgassus pastilah terjamin. Menurutnya, orang-orang Satgassus mengisi jabatan-jabatan strategis di Polri.
“Jabatan, pangkat, dan sekolah, semua terjamin.”
Polisi berjaga di kawasan Thamrin, Jakarta, saat Aksi 212. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Satgassus Polri dibentuk usai Aksi 411 dan 212 pada 4 November dan 2 Desember 2016 untuk memprotes Ahok yang dianggap menista agama Islam. Ketika itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian hendak meredam situasi panas yang menyelimuti publik dengan mendekati para ulama. Melalui Satgassus yang bekerja di belakang layar, ia ingin masyarakat terhindar dari gesekan-gesekan berbau sektarian.
Tiga tahun kemudian, Satgassus diresmikan sebagai bagian dari Polri melalui Surat Perintah Kapolri bernomor Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019. Kepala Satgassus yang pertama adalah Idham Azis. Kala itu ia masih menjabat sebagai Kabareskrim Polri. Sementara duduk sebagai Wakil Kepala Satgassus ialah Agus Andrianto yang saat itu Kapolda Sumatera Utara.
Ferdy Sambo pun terlibat dalam Satgassus sejak awal pembentukannya. Tahun 2019 itu, ia—yang masih menjabat Koordinator Staf Pribadi Pimpinan Polri—ditunjuk sebagai Sekretariat Satgassus. Setahun kemudian, 2020, jabatan Sambo naik menjadi Kepala Satgassus menggantikan Idham Azis.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. Foto: kumparan
IPW melihat konflik kepentingan yang besar dalam rangkap jabatan Sambo selaku Ketua Satgassus dan Kadiv Propam. Bagaimana bila anggota Satgassus melakukan pelanggaran?
“Satgassus punya kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana. Tapi kalau ada penyimpangan kan diperiksa Propam. Nah, Kadiv Propam juga Kasatgassus. Jadi kalau timnya menyimpang, siapa yang periksa?” kata Sugeng.
Kalaupun diperiksa, apakah akan objektif?
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dipuji karena tindakan tegasnya terhadap Sambo dalam rapat dengan Komisi III DPR RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dua hari setelah Sambo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Yosua yang menjadi sorotan nasional, 11 Agustus 2022, Kapolri membubarkan Satgassus. Alasannya: demi efektivitas kinerja Polri.
Alih-alih mengandalkan Satgassus untuk menyelesaikan perkara-perkara besar, Polri kini bakal mengutamakan satuan-satuan kerja struktural Polri sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Selama ini, ruang gerak Satgassus amat luas, dari perkara narkotika, korupsi, pencucian uang, sampai penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik. Namun, sesungguhnya Badan Reserse Kriminal Polri memiliki direktorat-direktorat untuk menangani kasus tersebut.
Kasus korupsi ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim; kasus pencucian uang oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus; kasus narkotika oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba; dan kasus ITE oleh Direktorat Tindak Pidana Siber.
Infografik Sambo sang "Jenderal Bintang Lima". Foto: kumparan

Privilese sang Jenderal

Satgassus memiliki beberapa Komisaris Jenderal yang berfungsi sebagai penasihat. Bisa dibilang, Sambo sebagai Kasatgassus pun mendapat perlindungan dari mereka.
“Kasatgassus kewenangannya besar. Semua Komjen masuk sebagai penasihat Satgassus. Kapolri juga menjadi pelindung dan penasihat. Jadi ini [tim] kuat. Di-back up walau antara mereka pun saling intai,” kata Sugeng.
Beberapa polisi yang pernah bertugas di Polda Metro Jaya juga tergabung dalam Satgassus, antara lain Brigjen Herry Heryawan, Irjen Nico Afinta, dan Irjen Fadil Imran. Mereka bersama-sama dinas di di Polda Metro Jaya pada 2016.
Tahun 2016 itu, Herry ialah Wadirreskrimum Polda Metro Jaya—menggantikan Sambo yang ditarik ke Bareskrim Polri; Nico merupakan Diresnarkoba Polda Metro Jaya; dan Fadil adalah Direskrimsus Polda Metro Jaya.
Ferdy Sambo menangis di pelukan Fadil Imran, beberapa hari usai kematian Yosua, Rabu (13/7). Foto: Dok. Istimewa
Satgassus bukannya tanpa prestasi. Tim ini berhasil mengungkap kasus sabu-sabu 828 kilogram di Serang, Banten, pada 19 Mei 2020; dan kasus jaringan narkoba 2,5 ton di Aceh pada April 2021.
Pun demikian, sejak awal pembentukannya, Satgassus telah menuai kritik. Pada 2017, legislator PDIP di DPR RI, Herman Hery, menilai bahwa Satgassus membeda-bedakan antaranggota polisi.
Pertama, begitu mendengar kata ‘satgas’ berarti ada sesuatu mendesak yang butuh penanganan cepat. Kedua, nama satgas ‘Merah Putih’ seolah-olah ada anggota lain yang tidak Merah Putih. Ini sebenarnya ada apa?” ujar Herman.
Ia lantas menyindir Satgassus sebagai personel polisi ‘darah biru’. Menurutnya, “ada kesan bahwa orang-orang dalam Satgas diistimewakan.”
Herman menyimpulkan: Satgassus dibentuk untuk tujuan baik dengan implikasi tak baik, sehingga seharusnya tak diteruskan.
Namun, tiga tahun kemudian, Juni 2020, Herman memuji Satgassus yang berhasil membongkar penyelundupan sabu-sabu 402 kg di Sukabumi, Jawa Barat.
Sambo, sang Jenderal Bintang Lima. Ilustrasi: kumparan
Di sisi lain, Satgassus tak lepas dari rumor negatif. Seorang sumber menyebut bahwa Satgassus dekat dengan orang-orang Sambo yang “merangkap mafia untuk mem-back up usaha-usaha hitam.”
Di antara usaha-usaha hitam itu, menurutnya, ialah judi, penyelundupan miras, solar subsidi, oli dan spare part palsu, ponsel ilegal, serta narkoba.
“Mereka bisa menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi petugas lapangan yang sedang memroses tindak pidana.”
Sumber lain di lingkup Polri mengiyakan hal tersebut. Ia mencontohkan, ia pernah menyelidiki jual beli spare part mobil ilegal di satu toko di wilayah di Jakarta, namun ditelepon untuk diminta kembali karena katanya toko tersebut telah dibekingi “orang dalam”.
Ferdy Sambo usai menjalani sidang etik selama 17 jam, Jumat (26/8). Ia dipecat dari Polri dan mengajukan banding. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kini, Satgassus bubar akibat ulah Sambo. Tamat sudah kedigdayaan sang Jenderal Bintang Lima.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten