Tanggapan Disperindag Bali terkait RUU Minol

13 November 2020 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Minuman Keras Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Minuman Keras Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang tak bisa dipisahkan dari minuman alkohol (minol). Begitu juga dengan adat istiadat dan kebudayaannya.
ADVERTISEMENT
Belakangan, 21 orang anggota DPR dari Fraksi PPP, PKS, dan Gerindra mengusulkan pembahasan pembatasan atau larangan minum alkohol ini (RUU Minol), termasuk arak.
Padahal, Februari 2020, Gubernur Bali Wayan Koster melegalkan arak sesuai Peraturan Gubernur No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destinasi Khas Bali.
Aturan ini untuk melindungi, memelihara keragaman budaya Bali, sekaligus mendukung pemberdayaan ekonomi berkelanjutan berbasis budaya.
Kepala Disperindag Provinsi Bali, Wayan Jatra, enggan berkomentar mengenai RUU Minol. Dia mengaku belum membaca secara utuh RUU tersebut.
"Saya tidak pada posisi pada mengomentari ini. Kami hanya memegang regulasi yang ada. Kami tidak bisa mewakili masyarakat. Saya Disperindag mengawal birokrasi. Saya tidak memberi komentar tentang itu," kata dia saat dihubungi, Jumat (13/11).
Pantai Kuta, Badung, Bali, Jumat (30/10). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Jarta mengatakan, ada 30 perusahan minol di Bali saat ini yang memiliki izin. Jarta tak membeberkan nilai investasi dan kapasitas produksi 30 perusahan minol tersebut. Alasannya, sedang tak di kantor dan tak memegang data.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, jika ditanya sebagai warga Bali, Jarta menilai tak perlu ada aturan khusus tentang minol, terutama untuk Pulau Dewata. Aturan ini sudah termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
"Ini stateman saya secara pribadi bukan kepala dinas. Saya dalam konteks ini bukan peminum, sepanjang itu tidak membahayakan, masih sebatas norma yang ada, dan seperti yang sekarang ini kan beredar. Sebagai masyarakat Bali. Kalau dilarang sampai nol itu, tidak (setuju). Ini kan kita beragam, kita berbagai kebudayaan dan keyakinan. Dan ini realitanya (tradisi minol) sudah ada sejak zaman nenek moyang," kata dia.
Berdasarkan data Kumparansains, desa penghasil arak di Bali, yakni Desa Merita di Kabupaten Karangasem dan Desa Bondalem di Kabupaten Buleleng, satu produsen arak di desa tersebut mampu memproduksi 150 liter arak per bulan.
ADVERTISEMENT