Tantangan Dunia Peradilan Beradaptasi dengan COVID-19

16 Oktober 2020 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Persidangan. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Persidangan. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Adaptasi merupakan kunci di tengah 'gempuran' virus corona. Tak hanya bagi masyarakat, sejumlah lembaga yang tetap harus berjalan juga wajib menyesuaikan pola kerja agar terhindar dari penularan virus tetapi tetap produktif.
ADVERTISEMENT
Salah satunya dunia peradilan. Meski dalam kondisi pandemi, sejumlah persidangan tetap digelar mengingat batas waktu proses hukum yang harus dipatuhi.
Namun lantaran pandemi pula, adaptasi dilakukan. Dunia peradilan pun berbenah. Mahkamah Agung (MA) yang menaungi lembaga peradilan di Indonesia mengatur bagaimana sidang tetap berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Sebelum pandemi, bukan suatu hal yang aneh menjumpai kerumunan di ruang sidang. Apalagi, untuk kasus yang menjadi sorotan masyarakat. Pasti penuh sesak.
Tak ada jaga jarak, apalagi kewajiban pakai masker dan mencuci tangan sebelum masuk ke ruangan sidang. Media yang ikut meliput juga, kadang harus berdesakan, menaruh kamera mencari sudut paling bagus untuk mengabadikan persidangan.
Pada masa pandemi, kondisi demikian tak bisa lagi terjadi. Terlebih setelah pemerintah menggalakkan 3 M, yakni menjaga jarak; menggunakan masker; dan mencuci tangan, dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung, melalui Surat Edarannya (SEMA) Nomor 6 Tahun 2020, menginstruksikan perihal ketentuan kinerja hakim hingga aparatur peradilan yang berhubungan langsung dengan masyarakat memperhatikan sejumlah hal.
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
SEMA tersebut mengatur pola kerja yang mengacu pada protokol kesehatan.
Semisal dalam poin penyesuaian sistem kerja, huruf f nomor 4, dijelaskan bahwa hakim dan aparatur peradilan dalam melaksanakan tugas kedinasan wajib mengenakan masker, baik saat berada di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Lalu pada nomor 5, hakim dan aparatur peradilan sebelum memasuki lingkungan kantor dan atau ruangan kerja wajib mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan atau hand sanitizer yang tersedia dan dilakukan pengecekan suhu badan.
Tak hanya hakim dan aparatur peradilan, masyarakat atau pengunjung persidangan pun wajib melakukan hal serupa. Mulai dari menggunakan masker, diarahkan untuk mencuci tangan, hingga diukur suhu tubuhnya.
ADVERTISEMENT
"Pelaksanaan kegiatan persidangan wajib menerapkan protokoler kesehatan dan meminimalisir pengunjung persidangan yang tidak berkepentingan," bunyi poin huruf f nomor 7 di SEMA itu.
Dalam SEMA yang sama, diatur juga ketentuan mengenai penerapan sidang secara virtual atau online. Tentu ini untuk meminimalisir kontak di ruang persidangan, baik untuk pengunjung sidang, pengacara, hingga hakim dan terdakwa.
Kabiro Humas MA Abdullah. Foto: Soejono Eben Ezer Saragih/kumparan
Tapi ditekankan, meski sidang secara online, produk pelayanan peradilan tetap sesuai standar. SEMA yang dikeluarkan pun, bertujuan untuk mendukung program pemerintah dalam memutus penularan corona.
"Mendukung program pemerintah dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus corona di lingkungan peradilan, itu tujuan utamanya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, saat dihubungi, Jumat (16/10).
ADVERTISEMENT
Abdullah menyebut, sudah ada banyak SEMA yang dikeluarkan terkait dengan pencegahan penularan virus corona di lembaga peradilan. Aturan 3M hingga sidang online, hanya segelintir bagiannya saja.
Melihat Penerapannya di PN Jakarta Pusat
SEMA Nomor 6 yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin tertanggal 5 Juni 2020, ditujukkan salah satunya untuk lembaga peradilan se-Indonesia. Termasuk Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sudah barang tentu segala aturan yang tercantum di SEMA itu, harus diaplikasikan.
Penerapan protokol kesehatan sudah dilakukan sejak tamu persidangan masuk ke gedung pengadilan. Berdasarkan pemantauan, setidaknya ada proses yang dilakukan untuk memastikan pengunjung menggunakan masker, mencuci tangan, dan diukur suhu tubuhnya.
Humas PN Jakarta Pusat, Bambang Nurcahyono, mengatakan semua hal yang dilakukan dalam proses pencegahan penularan virus corona, mengikuti instruksi pemerintah. "Menjalankan prinsip 3M yang disarankan oleh Pemerintah," kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penyemprotan disinfektan di setiap sudut ruangan di PN Jakarta Pusat, bahkan dilakukan 3 kali dalam satu minggu, sebagai upaya mitigasi. Memastikan, ruangan tetap steril usai aktivitas rutin harian.
Aktivitas utama di pengadilan, tentu adalah persidangan. Pada 15 Oktober 2020, ada satu sidang yang sangat menarik perhatian publik, yakni tuntutan kasus korupsi di perkara PT Jiwasraya.
Suasana sidang tuntutan di kasus Jiwasraya, Kamis (15/10). Foto: kumparan
Ada dua terdakwa yang akan dituntut oleh jaksa di hari itu, yakni Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.
Protokol kesehatan di ruang sidang dimulai dengan imbauan hakim tentang kewajiban menggunakan masker. Masyarakat yang hadir di ruang sidang, diimbau untuk menjaga jarak. Namun, pada sidang tersebut, nampak jaga jarak sulit dilakukan. Sebab antusiasme masyarakat dan juga jurnalis cukup besar.
ADVERTISEMENT
Mengingat kasus ini memang sangat menarik perhatian publik, di mana diduga negara telah dirugikan hingga Rp 16 Triliun. Terlebih, juga agenda sidang yang berupa tuntutan, menandakan proses peradilan hampir mencapai muaranya.
Kondisi demikian diamini oleh Abdullah kerap terjadi di pengadilan. Ia menyebut, posisi pengadilan dilematis. Sebab, meski sudah diingatkan untuk menaati protokol kesehatan, namun masyarakat juga memiliki hak untuk ikuti persidangan.
"Masalahnya masyarakat sendiri yang tidak bisa diatur, bukan berarti pengadilan bukan mengatur. Masyarakatnya tidak mau tertib, nanti dipaksa tidak boleh masuk katanya tertutup, jadi pengadilan dilematis," ujar Abdullah.
"Dilematis kan bagaimana, dilarang banyak-banyak katanya tidak fair, tidak terbuka. Dimasukkan banyak-banyak itu jelas social distancingnya dilanggar. Jadi itulah dilematisnya pengadilan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Abdullah mengatakan, salah satu terobosan yang dilakukan oleh MA adalah menerbitkan Peraturan MA (PerMA) Nomor 4 Tahun 2020. Peraturan ini mengatur untuk perkara pindana, administrasi dan persidangannya bisa dilakukan secara elektronik.
"Antisipasi pengadilan akan sulit, karena pengadilan kan selalu menerima tamu dari masyarkat kan enggak bisa dibendung. Makanya MA sudah keluarkan PerMa nomor 4 2020, terkait dengan perkara pidana," ujarnya.
Suasana sidang tuntutan di kasus Jiwasraya, Kamis (15/10). Foto: kumparan
Terkait sidang kasus Jiwasraya, masker tetap nampak terlihat digunakan setiap orang yang berada di ruang sidang. Bila dibandingkan dengan kasus 'sekelasnya', kondisi tersebut nampak sedikit lebih baik dengan ketika sebelum pandemi terjadi.
Tetapi, memang tak dapat dipungkiri. Faktanya, juga ada pegawai yang tertular virus corona di PN Jakarta Pusat. Catatan terakhir, pada 7 Oktober, ada 61 pegawai di sana yang reaktif corona. Namun gerakan cepat dilakukan dengan melakukan test swab kepada mereka dan juga juga me-lockdown gedung selama beberapa hari untuk sterilisasi.
ADVERTISEMENT
Keputusan itu diambil meski para pegawai masih reaktif corona, belum positif dari hasil swab test. Langkah ini disebut sebagai bentuk antisipasi penularan lebih lanjut yang mungkin saja bisa terjadi. Setelah tes swab, ada 5 pegawai yang positif corona, dan mereka diisolasi agar tak menularkan ke yang lain.
Tercatat sudah dua kali lockdown dilakukan di PN Jakarta Selatan karena ada kasus positif corona. Sebelumnya dilakukan pada 1 September 2020, selama 7 hari, usai ada 9 orang yang reaktif COVID-19.
Kondisi ini menggambarkan: upaya ketat pencegahan yang dilakukan macam itu saja masih menimbulkan kasus positif corona. Lantas, bagaimana bila sama sekali tanpa protokol kesehatan?