Tarif Pajak Royalti Penulis Harus Diubah Melalui Revisi UU PPh

6 September 2017 10:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Ditjen Pajak (Foto: setkab.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Ditjen Pajak (Foto: setkab.go.id)
ADVERTISEMENT
Masalah tarif pajak royalti sudah lama dikeluhkan para penulis. Persoalan tersebut kembali muncul setelah penulis kondang Tere Liye memutus kontraknya dengan penerbit akibat terlampau tingginya tarif pajak royalti sebesar 15% bagi penulis.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengaku sudah melakukan advokasi persoalan tersebut sejak beberapa tahun lalu. Pada 2015, dia bahkan menyampaikan masalah ini kepada Menteri Keuangan yang saat itu dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.
Menurut dia, pemerintah merespons baik soal revisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas royalti penulis buku. Namun yang jadi masalah, mekanismenya harus dengan revisi UU PPh melalui DPR.
"Sayangnya revisi UU PPh masih dalam proses. Mari kita kawal bersama. Pemerintah juga sudah membebaskan PPN atas penyerahan buku ajar, semoga ke depan seluruh jenis buku mendapat keringanan sehingga masyarakat menikmati bahan bacaan dengan harga terjangkau," kata Prastowo kepada kumparan (kumparan.com) Rabu (6/9).
Prastowo mengatakan kompleksitas masalah pajak penulis dan bisnis buku bukan rahasia lagi. Porsi toko buku besar yang meminta bagian selangit memang memprihatinkan. Itu yang menjadi alasan dia untuk memilih menerbitkan dan menjual bukunya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Tapi itulah logika pasar bekerja. Mereka yang punya pasar, toko, gudang, bayar karyawan, dan lainnya. Lalu jatah distributor dan penerbit. Dua yang saya sebut ini pun terengah-engah," ujarnya.
Menurut Prastowo, persoalan keadilan pajak royalti bagi penulis buku harus terus diperjuangkan. Dia menilai perlu pembenahan dari hulu ke hilir untuk masalah penulis dan bisnis buku.
"Prinsipnya keadilan layak diperjuangkan. Kebijakan pajak di sektor perbukuan - hulu ke hilir - perlu ditata ulang. Termasuk perlakuan tak adil terhadap toko buku yang berdedikasi namun berdarah-darah untuk sekedar survive, dengan importir ajaib yang bisa bikin bazar buku super murah," ujarnya.